fypmedia.id – Jalan Andi Pangerang Pettarani (AP Pettarani), mungkin sebagian besar warga Kota Makassar, Sulawesi Selatan familiar dengan nama jalan ini. Kawasan ini terkenal padat setiap jam rush hour di Kota Makassar. Karena, disini terdapat jalan layang dan Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM), dengan Menara Pinisi yang menjulang tinggi. Boleh dikatakan, jalan ini merupakan jantung kepadatan dari kota Makassar. Dibalik kepadatan lalu lintas dan hiruk pikuk kesibukan warga Makassar di jalanan ini, terdapat sejarah di balik nama jalan ini. Siapakah Andi Pangerang Pettarani?
Nama AP Pettarani sendiri merupakan seorang pejuang kemerdekaan dan Gubernur Sulawesi yang terakhir. Beliau merupakan keturunan dari bangsawan Makassar dan Bugis. Lahir dengan nama lengkap Andi Pangerang Pettarani Karaeng Bontonompo Arung Macege Matinroe Ri Panaikang. Kelahiran 14 Mei 1903 – 12 Agustus 1975.
Lahir dari keluarga dengan latar belakang seorang bangsawan, membuatnya tertarik untuk bergabung menjadi tentara. Beliau turut serta dalam perjuangan bersama pasukan Hindia Belanda dalam memerangi penjajah Belanda di wilayah Sulawesi Selatsn. Pada masa itu, pemerintahan Hindia Belanda yang dikepalai oleh Belanda menguasai benteng Fort Rotterdam di Makassar dan Benteng Somba Opu di Gowa. Pada bulan Agustus 1945, beliau menjadi delegasi dari Sulawesi Selatan bersama Sam Ratulangi dan Andi Sultan Daeng Radja, untuk mengikuti rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Rapat tersebut diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1945.
Ketika Sekutu mendarat di tanah Sulawesi, Gubernur Sam Ratulangi mengumpulkan raja – raja dan pemimpin di wilayah Sulawesi. Beliau mengajak para pemimpin tersebut untuk setia dengan Republik Indonesia dan menolak tawaran sekutu untuk kembali kepada pangkuan Belanda. Andi Pangerang Pettarani juga turut serta dalam rapat tersebut dan menyatakan bahwa ia dan pemimpin wilayah Sulawesi lainnya setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pernyataan tersebut membuat Belanda berang dan membuatnya beserta keluarga dibuang ke Rantepao, Toraja (wilayah Toraja Utara saat ini).
Pasca perjuangan mempertahankan kemerdekaan, beliau mendapatkan mandat untuk menjadi Gubernur Sulawesi. Jabatan tersebut beliau emban pada tahun 1956 – 1960. Itu merupakan jabatan Gubernur Sulawesi yang terakhir sebelum Provinsi Sulawesi dipecah menjadi Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara dan Provinsi Sulawesi Utara-Tengah. Selama menjadi Gubernur Sulawesi, beliau dikenal sebagai gubernur yang merakyat dan hidup dengan sederhana. Mampu dekat dengan Masyarakat Sulawesi saat itu.
Atas jasa – jasanya tersebut, beliau mendapatkan banyak penghargaan, salah satunya Tanda Jasa Pahlawan dari Presiden Republik Indonesia, Ir. Soekarno pada 10 November 1958. Selain itu, nama besar beliau diabadikan sebagai nama sebuah jalan di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
(riz/riy)