Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan taringnya dengan menyita 11 aset bernilai total Rp6,6 miliar dari salah satu tersangka dalam kasus dugaan pemerasan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Kasus ini semakin mempertegas komitmen pemberantasan korupsi, terutama yang melibatkan calo-calo perangkat negara.
Rincian Aset Disita: Rumah, Kos-kosan, Tanah & Uang Tunai
Menurut Plt. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, aset-aset yang berhasil disita meliputi:
-
2 unit rumah senilai Rp1,5 miliar
-
4 unit kontrakan & kos-kosan bernilai sekitar Rp3 miliar
-
4 bidang tanah senilai sekitar Rp2 miliar
-
Uang tunai sebesar Rp100 juta
Aset tersebut tersebar di kawasan Depok dan Bekasi, dan seluruhnya diduga kuat berasal dari hasil pemerasan dan penyalahgunaan wewenang dalam prosedur penetapan RPTKA.
Latar Belakang & Kronologi Kasus
Kasus ini bermula dari laporan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum pejabat di Direktorat Jenderal Binapenta dan PKK Kemenaker, yang ditetapkan sebagai tersangka bersama tujuh orang lainnya pada April 2025. Menurut Plt. Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu, mereka memaksa calon Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk membayar sejumlah uang agar proses perizinan pekerjaan berjalan lancar secara legal.
Prostitusi jabatan ini terjadi selama periode 2020–2023, dan telah menjadi sorotan serius karena menyangkut praktik ilegal mengancam sistem birokrasi yang seharusnya menghormati prinsip legalitas dan keadilan.
Ancaman Hukum: 4–20 Tahun Penjara & Denda Rp1 Miliar
Para tersangka dijerat dengan Pasal 12B dan 12E UU Tipikor No. 20 Tahun 2001, yang mengatur larangan penerimaan gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang. Jika terbukti bersalah, ancaman hukumannya mengerikan:
-
Penjara: minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun
-
Denda: minimal Rp200 juta, maksimal Rp1 miliar
Penetapan tersebut menjadi pukulan keras bagi mereka yang mengkhianati jabatan publik untuk keuntungan pribadi, apalagi menyoal tenaga kerja asing yang sensitif lanjutannya.
Aksi Pengembangan Penyidikan & Komitmen KPK
Penyitaan aset ini adalah salah satu langkah strategis KPK untuk:
-
Memastikan aset hasil kejahatan dikembalikan negara
-
Mempersempit ruang gerak tersangka dan mendukung proses hukum
-
Mengembalikan citra birokrasi yang bersih, terutama dalam sektor ketenagakerjaan
Tim penyidik KPK saat ini terus melakukan pendalaman—mulai dari penggeledahan kantor, verifikasi dokumen, hingga tracing aset lainnya.
Alasan Kasus Ini Viral & Dicari oleh Netizen
Artikel ini difavoritkan oleh pembaca karena mengangkat isu-isu penting:
-
Korupsi dan ketahanan sistem hukum
-
Dampak negatif pada kepercayaan calon TKA
-
Nilai aset besar yang disita—menambah sensasi hukum dan hajatan publik
-
Tersandera grasi hukum koruptor aparatur negara
Kesimpulan Power
Penyitaan aset senilai Rp6,6 miliar dari tersangka pemerasan RPTKA di Kemenaker menjadi bukti bahwa KPK tidak main-main dalam membongkar jaringan korupsi birokrasi. Dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, pihak berwenang menunjukkan sikap tegas terhadap pejabat yang melakukan praktik illegal—sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik dan profesionalisme pemerintahan.
Mari terus dukung upaya transparansi dan akuntabilitas melalui pemberitaan faktual dan aksi nyata. Bagikan artikel ini agar semakin banyak masyarakat melek hukum dan sadar pentingnya integritas birokrasi di era modern!