Jatah Rp5 Triliun: Klarifikasi Kadin Cilegon di Tengah Sorotan Publik

Jatah Rp5 Triliun: Klarifikasi Kadin Cilegon di Tengah Sorotan Publik

FYP Media.ID – Pada Kamis, 15 Mei 2025 – Pernyataan “kami minta jatah proyek Rp5 triliun” yang keluar dari mulut Ketua Kadin Cilegon, Solihin, dalam sebuah forum publik, kini tengah jadi bahan gunjingan. Cuplikan videonya sudah terlanjur tersebar ke berbagai platform media sosial, lengkap dengan komentar pedas, tudingan, bahkan asumsi liar soal praktik bagi-bagi proyek. Namun, saat dimintai penjelasan, Solihin menyebut bahwa itu hanyalah selip lidah tanpa maksud meminta “jatah” dalam arti sebenarnya.

Dalam cuplikan yang tak sampai semenit itu, Solihin terdengar mengatakan kalimat yang dianggap kontroversial. Kata “jatah” dan angka fantastis “Rp5 triliun” sudah cukup untuk menyulut reaksi publik, apalagi di tengah iklim kepercayaan masyarakat terhadap elite bisnis dan birokrasi yang kian sensitif. Tak butuh waktu lama, publik pun ramai-ramai berspekulasi: benarkah ada praktik semacam ‘jatah proyek’ di balik pembangunan infrastruktur daerah?

Solihin, yang belakangan dihujani kritik dari berbagai arah, buru-buru meluruskan. Menurutnya, apa yang ia ucapkan tidak lain hanyalah kekeliruan dalam berbicara. Ia mengaku maksud sebenarnya adalah mendorong pelaku usaha lokal agar diberi ruang ikut berkontribusi dalam proyek-proyek besar yang sedang digarap pemerintah, dengan nilai total sekitar Rp5 triliun. “Bukan minta bagian atau jatah, tapi minta dilibatkan,” ujarnya dalam klarifikasi tertulis. Ia pun meminta maaf jika ucapannya menimbulkan kegaduhan.

Sebagai lembaga yang menaungi dunia usaha, Kadin tentu memiliki peran penting dalam mendorong geliat ekonomi daerah. Namun, pernyataan bernuansa ambigu seperti itu apalagi diucapkan di ruang public membuat posisi lembaga ini jadi rawan disalahpahami. Apalagi, Kadin selama ini kerap berada di posisi yang cukup strategis: menjembatani kepentingan pengusaha dengan pemerintah.

Klarifikasi sudah disampaikan, tapi rasa penasaran publik belum juga padam. Sejumlah aktivis antikorupsi bahkan mendesak agar ucapan tersebut ditelusuri lebih lanjut. Mereka menilai, tidak cukup hanya mengatakan “itu selip lidah” lalu semuanya dianggap selesai. Bagi mereka, ucapan tersebut bisa saja mengindikasikan praktik tidak sehat yang selama ini tertutup rapat, dan hanya terbuka sedikit lewat ‘keceplosan’.

Di sisi lain, Solihin tetap pada pendiriannya. Ia menegaskan bahwa Kadin Cilegon tidak pernah, dan tidak akan, ikut dalam praktik permintaan proyek atau intervensi pengadaan. Menurutnya, keterlibatan pengusaha lokal dalam proyek pemerintah adalah hal yang wajar, selama prosesnya sesuai aturan. “Kita bukan mau minta bagian, tapi minta akses yang adil,” ujarnya dalam wawancara lanjutan.

Wali Kota Cilegon, Helldy Agustian, ikut angkat bicara. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah berkomitmen menjaga proses pengadaan tetap bersih dan transparan. Ia pun mengingatkan semua pihak untuk tidak terpancing spekulasi dan tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah. Namun begitu, ia juga menegaskan bahwa siapa pun yang mencoba bermain di luar aturan, akan berhadapan langsung dengan konsekuensi hukum.

Baca Juga : Polisi Usut ‘Jagoan Cikiwul’ yang Memalak Perusahaan di Bekasi

Isu ini memang rumit. Di satu sisi, pengusaha lokal memang sering merasa tersisih dalam proyek-proyek besar yang masuk ke daerah mereka. Di sisi lain, wacana “jatah proyek” terlalu dekat dengan praktik-praktik lama yang sudah banyak menimbulkan kerugian negara dan rusaknya tatanan birokrasi. Kata-kata bisa jadi senjata makan tuan, dan dalam konteks ini, satu kalimat bisa mengoyak kredibilitas seseorang, bahkan institusi yang diwakilinya.

Dalam dunia komunikasi publik, selip lidah bukan hal baru. Tapi jika pernyataan itu berkaitan dengan anggaran negara, proyek raksasa, dan lembaga sekelas Kadin, tentu reaksi publik tak bisa dianggap berlebihan. Masyarakat sudah terlalu lelah dengan isu korupsi dan kolusi yang kerap bermula dari urusan ‘bagi-bagi kue pembangunan’. Maka wajar jika telinga publik jadi lebih sensitif dari biasanya.

Namun di balik polemik ini, ada pesan yang patut direnungkan bersama: bahwa membangun daerah tidak bisa lepas dari kolaborasi. Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat harus duduk di meja yang sama tanpa prasangka, tanpa kepentingan tersembunyi. Pelibatan pengusaha lokal bukan hal yang salah. Tapi harus dilakukan dengan mekanisme yang transparan, bukan melalui ‘kode’ yang terucap di balik mikrofon.

Kini publik menanti apakah pernyataan “selip lidah” itu akan dianggap cukup sebagai penjelasan, atau justru menjadi pintu masuk pengusutan lebih lanjut. Apa pun hasil akhirnya, satu hal pasti: setiap ucapan di ruang publik punya konsekuensi. Terlebih jika yang bicara adalah mereka yang punya posisi, pengaruh, dan akses pada kebijakan.

Baca Juga : KPK Geledah Rumah Japto Soerjosoemarno, Ketua Pemuda Pancasila: Dugaan Korupsi dan Aliran Dana Mencurigakan

Karena di era digital seperti sekarang, lidah bisa lebih tajam dari pedang. Dan sekali sebuah kata terucap, ia tak bisa ditarik kembali. Yang tersisa hanya pertanggungjawaban entah itu dalam bentuk klarifikasi, atau mungkin, pemeriksaan.