FYP Media.ID – Pada Jumat, 11 April 2025 – Suara malam di Kota Bogor, biasanya hanya diiringi hembusan angin dan derik serangga. Namun, pada Kamis malam, 10 April 2025, pukul 22.16 WIB, ketenangan itu buyar. Tanah bergoyang. Getaran singkat namun cukup kuat terasa di berbagai sudut kota. Dalam hitungan detik, banyak warga terbangun dari tidur, saling bertanya, dan berlari keluar rumah. Sebuah gempa berkekuatan magnitudo 4,1 baru saja mengguncang Kota Hujan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis informasi resmi tak lama setelah kejadian: pusat gempa berada di koordinat 6.62 Lintang Selatan dan 106.80 Bujur Timur hanya 2 kilometer tenggara dari pusat Kota Bogor. Kedalamannya pun dangkal, hanya 5 kilometer di bawah permukaan tanah. Sumber gempa ini berasal dari sesar aktif lokal yang memang telah lama menjadi ancaman tersembunyi di balik keindahan lanskap Bogor.
Tak ada sirine atau peringatan panjang. Alam hanya memberi satu tanda: guncangan yang seolah berkata, “Bersiaplah.” Bagi sebagian warga, momen itu terasa sekejap namun membekas. Di media sosial, puluhan unggahan bermunculan. Ada yang merekam lampu gantung bergoyang, ada yang menunjukkan orang tua yang buru-buru membawa anak keluar rumah dengan selimut masih menempel di badan, dan ada pula yang hanya menuliskan satu kata penuh arti: “Deg-degan.”
Baca Juga : Gempa Bumi Megathrust M5,0 Guncang Selatan Banten, BMKG: Akibat Subduksi Lempeng Indo-Australia
Meskipun tidak ada korban jiwa atau kerusakan berarti yang dilaporkan, rasa khawatir itu nyata. Terutama bagi mereka yang tinggal di bangunan bertingkat, di perumahan padat penduduk, atau di lingkungan rawan longsor. Di sebuah apartemen kawasan Baranangsiang, beberapa penghuni memilih untuk tidak langsung kembali ke unit mereka, menunggu di pelataran dengan wajah cemas. Di tempat lain, seorang ibu masih menggenggam tangan anaknya erat, takut gempa susulan datang kapan saja.
Wali Kota Bogor, Bima Arya, segera merespons. Dalam pernyataannya, ia mengajak warga untuk tetap tenang, tidak panik, namun selalu siaga. “Kami semua siaga. Tidak ada yang bisa memprediksi kapan gempa datang, tapi kita semua bisa mempersiapkan diri lebih baik. Jangan sebar hoaks, cukup sebarkan kesiapan,” ucapnya.
Di balik peristiwa ini, satu hal yang kembali diingatkan adalah betapa tipisnya batas antara rutinitas dan kekacauan. Satu guncangan kecil saja bisa membuat kota sejenak terdiam. Namun, bukan berarti kita harus hidup dalam ketakutan. Justru sebaliknya dengan memahami risiko, mengenali potensi bencana, dan membekali diri dengan pengetahuan, kita bisa menjadi masyarakat yang lebih tangguh.
Tim dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bogor segera diterjunkan malam itu juga. Mereka menyisir beberapa titik, memastikan fasilitas umum dalam kondisi aman, dan memberikan edukasi langsung kepada warga tentang langkah-langkah evakuasi yang benar. Tak sedikit warga yang merasa bersyukur karena tidak terjadi sesuatu yang lebih buruk. Tapi mereka juga sadar: malam itu adalah latihan nyata, dan berikutnya bisa jadi lebih besar.
Indonesia memang terletak di zona rawan bencana, sebuah fakta geografis yang tidak bisa dihindari. Tapi kesiapsiagaan bukan soal lokasi. Ini soal sikap. Soal bagaimana kita, sebagai individu dan komunitas, belajar dari setiap kejadian. Bahkan gempa kecil seperti ini menyimpan pelajaran besar: tentang pentingnya tas darurat di dekat pintu, tentang pentingnya tahu ke mana harus lari, tentang pentingnya tetap tenang saat dunia di sekitar kita terasa berguncang.
Baca Juga : Gempa 4,3 Magnitudo Guncang Tabanan, Warga Sempat Panik
Pendidikan kebencanaan bukan lagi pilihan. Itu keharusan. Anak-anak perlu tahu bagaimana berlindung di bawah meja saat gempa datang. Orang tua perlu tahu bagaimana mengamankan gas dan listrik di rumah. Dan pemerintah perlu terus memperkuat sistem informasi, memperbarui peta rawan gempa, serta memastikan bangunan yang berdiri bukan hanya indah, tapi juga aman.
Bogor, malam itu, mungkin hanya bergetar selama beberapa detik. Tapi getarannya menyadarkan kita semua. Bahwa bencana tidak memilih waktu, tidak mengenal status, dan tidak peduli apakah kita siap atau tidak. Tapi dengan edukasi, empati, dan kerja sama, kita bisa membuat setiap detik itu menjadi kesempatan untuk saling menjaga.
Karena yang membuat sebuah kota kuat bukan hanya dinding beton atau gedung pencakar langit. Tapi adalah manusianya yang saling peduli, yang mau belajar, dan yang tidak lupa bahwa di bawah kaki kita, bumi ini terus bergerak.