Demi Biaya Menikah, Sepasang Kekasih di Bandung Nekat Curi Motor
FYPMedia. ID, 29 April 2025 – Impian untuk menggelar pesta pernikahan justru membawa sepasang kekasih di Kabupaten Bandung terjerumus ke dunia kriminalitas. Dengan alasan kepepet mencari biaya, mereka nekat mencuri sepeda motor milik warga di Kampung Bojongsereh, Desa Lebakwangi, Kecamatan Arjasari.
Aksi mereka berakhir tragis setelah aparat Kepolisian Sektor (Polsek) Pameungpeuk berhasil menangkap keduanya tak lama usai kejadian. Kapolsek Pameungpeuk, AKP Asep Dedi, mengonfirmasi penangkapan itu dan menjelaskan kronologi kejadian.
“Pelaku merupakan pasangan kekasih. Mereka tertangkap saat mencoba melarikan diri dengan motor curian pada Minggu (27/4/2025) sekitar pukul 02.30 WIB. Berdasarkan hasil pemeriksaan, mereka mengaku melakukan pencurian karena terdesak kebutuhan biaya pernikahan,” ujar AKP Asep saat dikonfirmasi pada Selasa (29/4/2025).
Modus Sederhana, Tertangkap Karena Kecurigaan Warga
Menurut keterangan dari pihak kepolisian, pasangan tersebut mengincar motor yang terparkir di halaman rumah warga tanpa pengamanan ekstra. Berbekal alat kunci leter T, yang umum digunakan dalam aksi curanmor, mereka hanya butuh beberapa menit untuk membobol motor target.
Namun aksi mereka ternyata mengundang kecurigaan seorang warga yang kebetulan masih terjaga saat itu. Warga melihat gerak-gerik mencurigakan pasangan tersebut dan segera menghubungi aparat setempat. Tidak butuh waktu lama, anggota Polsek Pameungpeuk langsung bergerak menuju lokasi dan berhasil menangkap pelaku beserta barang bukti kendaraan curian.
“Awalnya kami menduga pelaku hanyalah remaja biasa yang nongkrong. Tapi karena melihat mereka sibuk di sekitar motor yang bukan miliknya, kami lapor polisi,” kata Endang (47), salah satu warga Kampung Bojongsereh yang menyaksikan proses penangkapan.
Motif Ekonomi yang Memprihatinkan
Dalam pemeriksaan awal, kedua pelaku mengaku bahwa mereka sudah lama berencana menikah namun terhambat biaya. Alih-alih mencari jalan halal, keduanya justru mengambil keputusan keliru dengan merencanakan aksi pencurian.
“Kami hanya ingin punya uang buat biaya nikah. Kami malu kalau tidak bisa resepsi,” kata salah satu pelaku dalam pengakuannya di hadapan penyidik.
AKP Asep Dedi menegaskan bahwa motif ekonomi tetap tidak bisa membenarkan tindakan kriminal. “Kami memahami tekanan ekonomi yang mungkin dihadapi, tapi hukum tetap harus ditegakkan. Tidak ada alasan yang membenarkan tindak pidana,” tegasnya.
Kepolisian juga tengah mendalami apakah pasangan ini sebelumnya pernah melakukan aksi serupa di lokasi lain. Jika terbukti, bukan tidak mungkin mereka akan dijerat dengan hukuman yang lebih berat.
Tanggapan Warga: Prihatin dan Waspada
Berita tentang penangkapan ini cepat menyebar di Kampung Bojongsereh. Banyak warga mengaku prihatin terhadap alasan yang melatarbelakangi tindakan keduanya, namun juga menegaskan pentingnya menjaga keamanan lingkungan.
“Kami kasihan sebenarnya, tapi mencuri tetap saja salah. Mudah-mudahan ini jadi pelajaran untuk anak-anak muda di sini supaya tidak mengambil jalan pintas,” ujar Asep Rahmat (52), tokoh masyarakat setempat.
Pihak RT dan RW di kawasan tersebut juga berencana untuk memperketat keamanan kampung. Di antaranya dengan mengaktifkan kembali ronda malam dan meminta warga untuk memasang sistem keamanan tambahan seperti kunci ganda atau kamera CCTV sederhana.
“Kami akan sosialisasikan kembali pentingnya menjaga lingkungan masing-masing. Jangan sampai karena lengah, peluang kejahatan makin terbuka,” kata Ketua RW setempat.
Konteks Sosial: Tekanan Ekonomi dan Pilihan Hidup
Kasus ini membuka kembali perbincangan tentang tekanan sosial dan ekonomi yang dihadapi banyak pasangan muda di Indonesia, khususnya di wilayah pedesaan dan pinggiran kota. Mahalnya biaya resepsi pernikahan sering kali menjadi beban besar, apalagi jika pasangan berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah.
Sosiolog dari Universitas Padjadjaran, Dr. Rina Mulyani, menilai bahwa norma sosial di sebagian masyarakat Indonesia masih memandang resepsi besar sebagai tolok ukur keberhasilan sebuah pernikahan. Hal ini, menurutnya, seringkali memicu tindakan-tindakan nekat dari mereka yang merasa tidak mampu.
“Keinginan untuk menjaga gengsi atau memenuhi ekspektasi sosial kadang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan ekstrem. Padahal, esensi dari pernikahan bukanlah pada pesta besar, melainkan pada kesiapan membangun rumah tangga yang sehat dan bertanggung jawab,” jelas Dr. Rina.
Ia menambahkan bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi masyarakat untuk merefleksikan kembali nilai-nilai yang dipegang dalam urusan pernikahan dan pentingnya membangun kesadaran tentang hidup sederhana.
Proses Hukum dan Upaya Pencegahan
Saat ini, kedua pelaku telah resmi ditahan dan dijerat dengan pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan. Mereka terancam hukuman pidana penjara maksimal tujuh tahun.
Kepolisian juga akan mengembangkan penyidikan untuk memastikan apakah terdapat jaringan atau pelaku lain yang terlibat. “Kami tidak ingin hanya berhenti di satu kasus. Jika ada indikasi lain, tentu akan kami kembangkan,” ujar AKP Asep.
Pihak Polsek Pameungpeuk juga mengajak masyarakat untuk terus bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif.
“Kesadaran warga untuk saling menjaga sangat penting. Tanpa dukungan dari masyarakat, akan sulit bagi polisi untuk menjaga seluruh wilayah,” tambahnya.
Kisah tragis sepasang kekasih ini menjadi pelajaran pahit tentang bagaimana tekanan ekonomi dan tuntutan sosial dapat membawa seseorang pada keputusan yang salah. Pernikahan, yang sejatinya menjadi awal bahagia sebuah keluarga, malah diawali dengan jeruji besi akibat pilihan jalan pintas.
Semoga peristiwa ini menjadi refleksi bahwa kebahagiaan tidak perlu dikejar dengan mengorbankan prinsip hidup dan hukum. Lebih dari sekadar resepsi mewah, kesungguhan dalam membangun masa depan yang bersih dan jujur adalah pondasi sejati sebuah keluarga yang bahagia.