Banjir Aceh Selatan: 7 Desa Terendam, Ratusan Warga Mengungsi dalam Kepungan Air

Banjir Aceh Selatan: 7 Desa Terendam, Ratusan Warga Mengungsi dalam Kepungan Air

FYP Media.ID – Pada Jumat, 4 April 2025 Hujan deras yang mengguyur Kabupaten Aceh yang telah menyebabkan banjir yang merendam tujuh desa di wilayah tersebut. Banjir yang datang tiba-tiba itu tak hanya merusak rumah dan infrastruktur, tetapi juga memaksa ratusan warga mengungsi dan menyisakan trauma mendalam.

Berdasarkan data resmi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Selatan, sebanyak 644 warga terdampak langsung dari bencana banjir yang merendam Desa Koto Indarung, Simpang Tiga, Pulo Ie, Lhok Raya, Jambo Papeun, Malaka, dan Ladang Rimba. Tinggi air dilaporkan mencapai 50 hingga 150 sentimeter di beberapa titik, cukup untuk membuat rumah-rumah warga tergenang dan aktivitas masyarakat lumpuh total.

Banjir ini disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi dan berlangsung lama, menyebabkan meluapnya Sungai Kluet dan anak-anak sungainya. Air yang seharusnya mengalir ke hilir justru tertahan karena sedimentasi dan penyempitan aliran sungai, sehingga meluber ke permukiman warga. Selain itu, sistem drainase yang buruk dan minimnya ruang terbuka hijau memperparah situasi, membuat air hujan tidak dapat terserap dengan cepat.

Menurut Kepala Pelaksana BPBD Aceh Selatan, Iskandar, tim gabungan telah diturunkan sejak malam pertama banjir melanda. “Kami langsung bergerak begitu laporan masuk. Fokus utama kami adalah mengevakuasi warga ke tempat yang aman dan memastikan tidak ada korban jiwa,” ujarnya dalam konferensi pers di posko darurat. Hingga kini, belum ada laporan korban meninggal, namun puluhan warga mengalami gangguan kesehatan seperti demam, diare, dan infeksi kulit akibat kondisi lingkungan yang kotor dan lembap.

Baca Juga : Status Darurat Bencana Banjir Kota Sungai Penuh

Sebagian besar warga terpaksa meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke posko-posko sementara yang didirikan di balai desa, masjid, dan sekolah. Anak-anak, lansia, dan ibu hamil menjadi prioritas dalam proses evakuasi. Di posko pengungsian, kebutuhan mendesak seperti makanan siap saji, air bersih, obat-obatan, selimut, serta pakaian kering sangat dibutuhkan. Dapur umum juga telah dibuka untuk menyediakan makanan tiga kali sehari bagi para pengungsi.

Salah seorang warga Desa Lhok Raya, Fatimah (43), menceritakan bagaimana air tiba-tiba masuk ke dalam rumahnya saat dini hari. “Kami sedang tidur, tiba-tiba air sudah masuk sampai lutut. Tidak sempat selamatkan barang-barang. Hanya bisa bawa anak-anak keluar,” ujarnya dengan nada lelah. Rumah Fatimah kini hanya tersisa perabot yang basah dan lumpur yang mengendap di setiap sudut.

Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan telah menetapkan status tanggap darurat bencana untuk mempercepat distribusi bantuan dan pengerahan sumber daya. Bupati Aceh Selatan, Tgk. Amran, turut meninjau langsung wilayah terdampak dan memimpin rapat koordinasi penanganan banjir. “Kami tidak tinggal diam. Seluruh jajaran pemerintah bergerak cepat. Yang paling penting sekarang adalah keselamatan warga dan pemulihan kondisi pasca-banjir,” ucapnya saat ditemui di lokasi.

Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pekerjaan Umum dilibatkan penuh dalam penanganan dampak banjir. Selain evakuasi dan distribusi bantuan, tim medis diterjunkan ke lapangan untuk mencegah munculnya penyakit menular. Vaksinasi darurat, pengecekan kesehatan rutin, serta penyemprotan disinfektan mulai dilakukan di posko-posko pengungsian. “Kami khawatir terjadi lonjakan kasus penyakit pascabanjir, terutama pada anak-anak dan lansia yang imunitasnya lebih rendah,” kata dr. Yuni, salah satu dokter dari Puskesmas Kluet Timur.

Sejumlah sekolah di wilayah terdampak terpaksa diliburkan sementara karena bangunan dan fasilitas belajar terendam air. Proses belajar-mengajar dipindahkan ke tenda darurat dengan bantuan dari relawan pendidikan dan lembaga sosial. Anak-anak yang biasanya bermain dan belajar kini harus beradaptasi dengan kenyataan baru bersekolah dalam kondisi darurat dengan perlengkapan seadanya.

Baca Juga : Potensi Bencana Gempa Megathrust Berkekuatan 8,7 Magnitudo Kembali Bikin Heboh

Di tengah kondisi yang sulit, solidaritas warga menjadi kekuatan utama. Komunitas lokal, relawan, dan organisasi kemanusiaan dari berbagai wilayah turut membantu penyaluran logistik, tenaga, hingga trauma healing bagi anak-anak yang terdampak. Di media sosial, tagar #AcehSelatanDaruratBanjir mulai ramai digunakan untuk menyebarkan informasi dan membuka jalur donasi. Bantuan berupa makanan instan, air mineral, pakaian, dan perlengkapan mandi mulai berdatangan dari berbagai penjuru.

Meski perlahan air mulai surut, tantangan masih jauh dari selesai. Lumpur tebal masih menutupi jalan-jalan desa, rumah warga masih penuh kotoran, dan akses ke beberapa wilayah masih tertutup. Listrik di beberapa desa padam total sejak malam pertama banjir, membuat warga kesulitan mengisi ulang telepon atau mengakses informasi. Jaringan komunikasi pun sempat terputus, menyulitkan koordinasi antar posko.

Pemerintah daerah berjanji akan segera melakukan normalisasi sungai, memperbaiki tanggul-tanggul rusak, dan membenahi sistem drainase sebagai langkah antisipasi agar kejadian serupa tak terulang. Namun warga berharap lebih dari itu. Mereka ingin ada solusi jangka panjang, bukan sekadar reaksi darurat setiap kali bencana datang.

Banjir di Aceh Selatan ini bukan hanya tentang air yang meluap dan rumah yang tergenang. Ini tentang kehidupan yang terganggu, tentang anak-anak yang tak bisa sekolah, tentang keluarga yang kehilangan harta benda, dan tentang harapan yang terus diuji. Namun, seperti kata orang tua di desa, “Air boleh naik, tapi semangat kami jangan sampai tenggelam.”

Aceh Selatan hari ini sedang berjuang. Tapi di tengah lumpur dan genangan, terlihat bahwa gotong royong, empati, dan keteguhan hati tetap menjadi pondasi yang tak mudah digoyahkan. Mari kita bantu sebisanya dengan doa, dengan bantuan, atau setidaknya dengan kepedulian yang nyata.