Polusi Plastik: 5 Fakta Penting Upaya Dunia Mengurangi Mikroplastik pada 2050

polusi plastik
Sumber Foto: Canvacom

FYPMedia.id – Polusi plastik telah menjadi ancaman serius bagi lingkungan, terutama di lautan. Berbagai studi dan kebijakan internasional terus diupayakan untuk menekan dampak negatif dari plastik yang mencemari ekosistem global. 

Penelitian dari Universitas Kyushu mengungkap bahwa polusi plastik di lautan merupakan isu global yang serius dan diperkirakan akan semakin parah jika tidak segera dilakukan tindakan yang signifikan.

Berikut adalah lima fakta penting berdasarkan penelitian terbaru dan langkah kebijakan yang sedang dirumuskan.

Proyeksi Pengurangan 32 Persen Sampah Plastik pada 2050

Studi yang dilakukan oleh Universitas Kyushu menunjukkan bahwa dengan langkah yang tepat, sampah plastik di lautan dapat berkurang hingga 32 persen pada 2035, menghasilkan pengurangan lebih dari 50 persen plastik laut pada 2050.

Studi ini memanfaatkan pemodelan komputasional untuk memahami aliran plastik dari sungai ke lautan.

Menurut Chisa Higuchi, peneliti utama studi tersebut, “Mengurangi emisi sampah makroplastik dari sungai ke laut adalah solusi terpenting yang dapat dikelola manusia.”

Baca juga: Miris! Indonesia Menjadi Negara ke-3 Penghasil Sampah Sisa Makanan Terbanyak di Dunia

Langkah utama yang diusulkan adalah:

  • Meningkatkan pengelolaan limbah.
  • Memperkenalkan alternatif penggunaan plastik sekali pakai.
  • Meningkatkan kesadaran publik tentang bahaya plastik.

Krisis Plastik di Lautan: Angka yang Mengkhawatirkan

Pada tahun 2022 saja, sekitar 25,3 juta metrik ton sampah plastik memasuki lautan, dengan dua per tiga dari jumlah tersebut tidak dapat dilacak. 

Jika tidak ada intervensi signifikan, proyeksi menunjukkan bahwa jumlah ini dapat meningkat drastis.

Wilayah yang sangat berdampak seperti Laut Cina Kuning dan Laut Cina Timur berpotensi melihat pengurangan limbah plastik hingga 63 persen jika strategi pengelolaan limbah diterapkan secara menyeluruh.

Empat Kebijakan Kunci untuk Dunia Bebas Plastik

Para ilmuwan dari Universitas California, Berkeley, mengajukan empat langkah kebijakan utama yang dapat membantu dunia bebas dari polusi plastik pada 2050:

Baca juga: 8 Alasan Kuat Mengapa Belajar Coding untuk Anak Sejak Dini Sangat Penting

  1. Meningkatkan daur ulang: Menargetkan 40% limbah plastik global untuk didaur ulang.
  2. Membatasi produksi plastik baru: Menetapkan batas produksi setara dengan tahun 2020.
  3. Investasi infrastruktur limbah: Mengalokasikan dana $50 miliar untuk memperluas pengelolaan limbah secara global.
  4. Pajak konsumsi kemasan: Memberlakukan pajak tinggi pada plastik sekali pakai.

“Ada keniscayaan bahwa plastik begitu mendarah daging dalam cara hidup kita, tetapi rangkaian kebijakan ini menunjukkan bahwa perubahan masih mungkin dilakukan,” ujar A. Samuel Pottinger, ilmuwan dari UC Berkeley.

Dampak Positif bagi Iklim

Selain mengurangi polusi plastik, kebijakan ini dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga sepertiga pada 2050, setara dengan 2,09 gigaton. Ini sama dengan mengurangi 300 juta kendaraan bermotor dari jalan raya selama satu tahun.

Angka Masif Plastik yang Mengkhawatirkan

Hingga 2021, manusia telah menghasilkan 11 miliar metrik ton plastik, setara dengan berat 1,6 miliar gajah. Ketergantungan tinggi pada plastik menciptakan risiko besar bagi ekosistem dan kesehatan manusia.

Baca juga:  3 Metode Pembelajaran Coding Efektif di Sekolah: Pemerintah Pertimbangkan Mulai Kelas 4 SD

Peneliti memperingatkan bahwa tanpa perubahan signifikan, jumlah polusi plastik dapat meningkat dua kali lipat menjadi 121 juta ton pada 2050. 

Menurut Pottinger, “Jika plastik yang salah kelola ditumpuk di atas cakrawala New York, tingginya cukup untuk mengganggu penerbangan pesawat.”

Masa depan bebas polusi plastik bukanlah hal yang mustahil. Dengan kolaborasi internasional, investasi yang tepat, dan kebijakan berbasis data, dunia memiliki peluang untuk menghentikan kerusakan lingkungan akibat plastik.

Langkah-langkah yang diambil sekarang akan sangat menentukan kondisi lingkungan dan kesehatan global pada dekade mendatang.