FYPMedia.id – Pemerintah Indonesia telah mengumumkan perubahan besar dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait penanganan pengguna narkoba. Dalam perubahan ini, Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan menyebutkan pengguna narkoba atau narkotika tidak lagi dijatuhi hukuman penjara, melainkan harus menjalani rehabilitasi.
Kebijakan ini bertujuan untuk mengatasi masalah jumlah warga binaan di lembaga pemasyarakatan (LP) yang semakin membeludak.
Berikut adalah lima alasan mengapa kebijakan ini menjadi perubahan signifikan dalam sistem hukum Indonesia menurut Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra.
-
Pengguna Narkoba Dikenal Sebagai Korban
Yusril Ihza Mahendra menyebutkan bahwa dalam KUHP yang baru, pengguna narkoba tidak lagi dipandang sebagai pelaku kejahatan, tetapi sebagai korban peredaran narkotika.
“Ada perubahan dalam Undang-Undang Narkotika, di mana para korban pemakai tidak lagi dipidana, tapi harus direhabilitasi,” kata Yusril saat orasi ilmiah pada Wisuda Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) dan Politeknik Imigrasi (Poltekim) sebagaimana diikuti secara daring dari Jakarta, Rabu (11/12/2024).
Hal ini menunjukkan pemahaman yang lebih manusiawi terhadap masalah narkoba, dengan menekankan rehabilitasi dibandingkan dengan hukuman penjara.
Baca juga: Terbongkar! 66 Bayi Dijual Selama 14 Tahun, Modus Rumah Bersalin Ilegal yang Menggemparkan
-
Mencegah Penumpukan Warga Binaan di Lapas
Salah satu alasan utama perubahan ini adalah untuk mengurangi jumlah penghuni lapas yang saat ini sudah sangat berlebihan.
Yusril mengungkapkan, “Barangkali warga binaan akan berkurang secara drastis, tapi bukan berarti mereka ini bebas. Karena mereka tidak dipidana masuk LP, tapi mereka harus direhabilitasi.”
Dengan perubahan ini, diharapkan jumlah penghuni lapas dapat menurun secara signifikan, karena lebih banyak pengguna narkoba yang menjalani rehabilitasi daripada dipenjara.
-
Prinsip Keadilan Restoratif dan Rehabilitatif
KUHP yang baru lebih mengutamakan prinsip keadilan restoratif, yang berfokus pada pemulihan korban daripada penghukuman.
Yusril menambahkan, “Tetapi lebih kepada keadilan restoratif, rehabilitatif, dan lain-lain sebagainya, yang dalam anggapan saya lebih dekat kepada the living law; kepada hukum yang hidup dalam masyarakat kita, yaitu hukum adat dan hukum Islam,” ucapnya.
-
Pemisahan Antara Pengguna dan Pengedar Narkoba
Dalam peraturan baru ini, ada pemisahan yang jelas antara pengguna dan pengedar narkoba.
Pengedar dan pengurus jaringan narkotika tetap akan dijatuhi hukuman penjara, sementara pengguna akan menjalani rehabilitasi.
Baca juga: 7 Fakta Kasus Situs Judol Djarum Toto: Pendapatan Fantastis Capai Rp2 Miliar
Yusril menjelaskan, “Kalau sekarang baik pengedar maupun korban, pengguna ya dua-duanya dihukum. Nanti mungkin sudah tidak begitu lagi. Mereka yang jadi korban akan direhabilitasi dan dilakukan pembinaan,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (11/12).
Kebijakan ini memberikan keadilan yang lebih tepat dengan membedakan penanganan bagi pengguna dan pengedar narkoba.
-
Pentingnya Pendidikan Tenaga Rehabilitasi
Yusril juga menekankan pentingnya pelatihan bagi tenaga yang menangani rehabilitasi.
Menurutnya, tenaga-tenaga yang terlibat dalam rehabilitasi harus dididik untuk memastikan proses rehabilitasi berjalan efektif.
“Dan tenaga-tenaga yang dapat melakukan kegiatan rehabilitasi itu juga harus dididik. Dan itu belum ada sampai sekarang, kecuali mungkin di Kementerian sosial,” tambah Yusril, menunjukkan kebutuhan untuk memperkuat sumber daya manusia di bidang rehabilitasi narkoba.
Secara keseluruhan, perubahan dalam KUHP ini bertujuan untuk menciptakan sistem hukum yang lebih manusiawi dan efektif dalam menangani permasalahan narkoba.
Dengan memberikan kesempatan bagi para pengguna narkoba untuk memperbaiki diri melalui rehabilitasi, kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi jumlah warga binaan di lapas dan lebih fokus pada pemulihan bagi korban narkotika.