3 Negara, Triliunan Dolar, dan Ambisi Global: Isi Kunjungan Trump ke Kawasan Teluk

3 Negara, Triliunan Dolar, dan Ambisi Global: Isi Kunjungan Trump ke Kawasan Teluk

FYP Media.id – Pada Selasa, 13 Mei 2025  – Presiden Amerika Serikat Donald Trump tengah bersiap memulai kunjungan kenegaraan yang sarat makna ke tiga negara Teluk terkaya—Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Qatar. Lawatan yang akan berlangsung mulai Selasa mendatang hingga 16 Mei ini bukan sekadar perjalanan diplomatik biasa. Ini adalah kunjungan pertama Trump sejak kembali menjabat sebagai Presiden AS untuk periode kedua, dan tampaknya, ia tidak datang dengan tangan kosong—begitu juga tuan rumahnya.

Ketiga negara yang akan dikunjungi dikenal sebagai raksasa energi dunia. Namun, dalam agenda kunjungan kali ini, mereka tidak hanya berbicara tentang minyak. Arab Saudi, UEA, dan Qatar justru sedang berlomba menunjukkan diri sebagai mitra strategis utama Amerika Serikat dengan imbalan komitmen investasi triliunan dolar dan dukungan dalam berbagai isu global.

Baca juga: 7 Dampak Mengejutkan dari Tarif 100% Trump untuk Film Asing di AS

Menurut Hasan Alhasan, peneliti senior di International Institute for Strategic Studies di Bahrain, negara-negara Teluk memahami cara bermain di panggung diplomasi Trump. “Dalam pandangan Trump, mereka mencentang semua kotak penting—janji investasi besar, pembelian sistem senjata Amerika, dan kemitraan strategis,” ujarnya kepada CNN.

Arab Saudi: Keamanan dan Nuklir Sipil Jadi Prioritas

Bagi Arab Saudi, kunjungan Trump kali ini adalah momen penting untuk memperjuangkan dua hal: jaminan keamanan dari Amerika dan kerja sama dalam program nuklir sipil. Riyadh selama ini memang sangat mengandalkan AS dalam hal pertahanan, dan kunjungan ini diharapkan bisa menjadi titik temu yang baru setelah negosiasi pakta pertahanan sempat mandek tahun lalu.

Menurut pengamat politik Saudi, Ali Shihabi, Riyadh sangat mengharapkan pakta keamanan yang kuat. Tahun lalu, pembicaraan dengan Washington sempat hampir menghasilkan kesepakatan bersejarah, namun gagal karena desakan Saudi agar Israel mendukung solusi dua negara bagi Palestina.

Kini, Trump tampaknya tidak ingin menunggu kesepakatan menyeluruh. Ia bahkan mengatakan bahwa keputusannya mengunjungi Saudi bergantung pada besarnya komitmen investasi dari kerajaan tersebut. “Mereka bilang mau investasikan satu triliun dolar di AS. Ya sudah, saya akan ke sana,” katanya dengan nada khasnya.

Saudi sendiri telah mengumumkan rencana kerja sama ekonomi dengan AS senilai 600 miliar dolar AS dalam empat tahun ke depan. Meski terdengar fantastis, Saudi tetap bergantung pada pendapatan minyak yang tinggi untuk mewujudkan ambisi diversifikasi ekonominya. Ironisnya, Trump dikenal mendorong penurunan harga minyak demi menjaga daya beli warga AS—dua kepentingan yang tampaknya akan sulit disatukan.

Uni Emirat Arab: Mengejar Tahta dalam Dunia AI

UEA tidak kalah agresif dalam menyambut Trump. Abu Dhabi memosisikan diri sebagai pemain utama dalam sektor teknologi canggih, khususnya kecerdasan buatan (AI). Negeri ini telah menjanjikan investasi fantastis senilai 1,4 triliun dolar AS selama satu dekade ke depan, dengan fokus pada AI, semikonduktor, manufaktur, dan energi.

Diplomat senior UEA, Anwar Gargash, menyebut langkah ini sebagai strategi besar untuk mengurangi ketergantungan pada minyak. “Kami melihat peluang seumur hidup untuk menjadi kekuatan global dalam teknologi masa depan,” katanya.

Namun, jalan yang ditempuh UEA tidak sepenuhnya mulus. Pada akhir masa jabatan Presiden Joe Biden, AS memberlakukan pembatasan ekspor teknologi AI—kebijakan yang turut membatasi akses UEA terhadap teknologi tinggi asal Amerika. Trump diperkirakan akan mencabut sebagian larangan tersebut, sesuatu yang sangat ditunggu oleh Abu Dhabi untuk mewujudkan ambisi globalnya.

Qatar: Pengaruh Lewat Diplomasi Konflik

Qatar, meski ukurannya relatif kecil, memiliki peran besar dalam strategi keamanan AS di Timur Tengah. Negara ini menampung pangkalan militer terbesar AS di kawasan tersebut dan telah menjalin kerja sama pertahanan sejak 1992. Bahkan pada 2022, Qatar diberi status sebagai Major Non-NATO Ally, gelar khusus bagi mitra strategis militer AS.

Namun, lebih dari sekadar hubungan militer, Doha juga memainkan peran penting dalam diplomasi internasional. Dari konflik Gaza hingga perundingan damai di Afghanistan, Qatar hadir sebagai mediator. Alhasan menjelaskan, “Negara-negara Teluk menggunakan mediasi sebagai alat untuk mempertahankan pengaruh dan eksistensi di mata Washington.”

Dalam agenda kunjungan ini, Qatar diperkirakan akan mendorong pelonggaran sanksi AS terhadap Suriah. Meski punya hubungan baik dengan Presiden Suriah, Ahmed al-Sharaa, Qatar tetap menunggu restu AS sebelum memberikan bantuan finansial apa pun—menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Washington terhadap kebijakan luar negeri Qatar.

Lebih dari Sekadar Kunjungan Seremonial

Kunjungan Trump ke tiga negara Teluk ini bukan hanya soal diplomasi atau foto bersama. Para pengamat meyakini ini adalah misi dengan kepentingan ekonomi dan politik yang saling menguntungkan, baik untuk Amerika maupun Trump secara pribadi.

Baca juga: Harga Emas 2025 Tembus Rekor Lagi! Apa Kaitan Tarif Film Asing dan Trump?

“Trump tidak datang hanya untuk basa-basi. Dia datang karena percaya kunjungan ini akan membawa keuntungan, tidak hanya bagi AS, tapi mungkin juga bagi dirinya dan lingkaran dekatnya,” ujar Firas Maksad dari Eurasia Group.

Dengan potensi kesepakatan bernilai triliunan dolar dan dorongan strategis di banyak sektor penting—mulai dari keamanan, energi, hingga teknologi—kunjungan ini bisa menjadi titik balik besar dalam hubungan AS-Teluk. Satu hal yang pasti, dunia akan memperhatikan dengan saksama setiap pengumuman yang keluar dari pertemuan ini.