FYPMedia.ID – Petang yang seharusnya menjadi momen santai dan menyenangkan bagi para wisatawan di Pulau Tikus, Bengkulu, berubah menjadi tragedi. Sebuah kapal wisata yang mengangkut lebih dari seratus orang karam di perairan Pantai Malabero, Kota Bengkulu, pada Minggu (11/5/2025) sekitar pukul 16.00 WIB. Akibat insiden tersebut, tujuh orang dinyatakan meninggal dunia, sementara puluhan lainnya mengalami luka dan trauma.
Kecelakaan terjadi saat kapal dalam perjalanan kembali dari Pulau Tikus menuju daratan utama di Kota Bengkulu. Menurut keterangan sejumlah penumpang dan aparat kepolisian, kapal mengalami kerusakan mesin di tengah perjalanan. Dalam kondisi genting tersebut, ombak besar menerjang kapal berkali-kali, hingga akhirnya menyebabkan kebocoran dan kapal pun perlahan tenggelam.
104 Penumpang, Kapal Overkapasitas?
Kapal tersebut dilaporkan mengangkut total 104 penumpang, terdiri dari 98 wisatawan, 1 nakhoda, dan 5 anak buah kapal (ABK). Jumlah ini memunculkan pertanyaan mengenai apakah kapal tersebut berlayar dalam kondisi overkapasitas atau tidak sesuai standar operasional wisata bahari.
Belum ada pernyataan resmi dari otoritas pelayaran atau Dinas Pariwisata setempat mengenai spesifikasi kapal dan kapasitas resminya. Namun, dalam praktik lapangan, tidak sedikit kapal wisata yang memuat penumpang melebihi kapasitas demi mengejar keuntungan, apalagi pada momen akhir pekan atau musim libur panjang.
Baca Juga: Tragedi Kapal Selam Wisata Tenggelam di Laut Merah: 6 Orang Tewas, Termasuk Anak-Anak
Mesin Mati di Tengah Laut
Salah satu penumpang selamat, Jidan Dinil Haq, mengisahkan momen menegangkan yang dialaminya. Setelah berwisata di Pulau Tikus, kapal mulai bergerak kembali ke Kota Bengkulu sekitar pukul 15.00 WIB. Namun, dalam perjalanan pulang, mesin kapal tiba-tiba mati.
“Mesin kapal mendadak mati saat sudah di tengah laut. Kami sempat panik. Kapal mulai digoyang-goyang ombak yang cukup besar, ke kiri dan ke kanan,” ujarnya.
Dalam kondisi tanpa tenaga penggerak, kapal menjadi tidak stabil dan rawan tergulung gelombang. Benar saja, beberapa menit setelah mesin mati, ombak besar menghantam, dan kapal mulai mengalami kebocoran. Dalam waktu singkat, air masuk ke dalam kapal, dan situasi menjadi tidak terkendali.
Upaya Penyelamatan dan Evakuasi
Begitu kapal mulai tenggelam, sebagian besar penumpang terjun ke laut untuk menyelamatkan diri. Beberapa berhasil menggunakan pelampung atau benda apung seadanya. Tim SAR gabungan dari Basarnas, TNI AL, Polairud, dan nelayan sekitar langsung dikerahkan setelah menerima laporan dari nelayan dan warga.
Kasat Intel Polresta Bengkulu, AKP Freddy Triandy Hutabarat, mengatakan bahwa dari data sementara, tujuh korban meninggal dunia berhasil dievakuasi dan dibawa ke rumah sakit. Proses evakuasi dilakukan hingga malam hari untuk memastikan tidak ada penumpang yang tertinggal atau hilang.
“Sementara data yang kami terima, tujuh orang dinyatakan meninggal dunia. Sebagian besar sudah dilarikan ke RSUD M. Yunus Bengkulu. Proses pendataan dan identifikasi masih terus dilakukan,” kata Freddy.
Hingga saat ini, belum ada laporan resmi mengenai korban hilang. Namun, mengingat jumlah penumpang yang sangat banyak dan kondisi laut yang cukup gelap saat evakuasi dilakukan, aparat masih melakukan penyisiran lanjutan di sekitar lokasi tenggelamnya kapal.
Duka dan Pertanyaan Besar
Kabar duka ini menyebar dengan cepat di media sosial dan membuat masyarakat Bengkulu terpukul. Sejumlah keluarga korban mendatangi rumah sakit untuk mencari informasi dan memastikan kondisi anggota keluarga mereka. Tangis pecah di ruang IGD, sementara sebagian lainnya masih menunggu kabar di pelabuhan.
Namun, di balik duka itu, muncul sejumlah pertanyaan besar yang membutuhkan jawaban dari pihak berwenang:
-
Apakah kapal tersebut layak berlayar dalam kondisi cuaca seperti itu?
-
Apakah kapal memiliki surat izin operasi dan asuransi penumpang?
-
Apakah jumlah penumpang sesuai kapasitas maksimal kapal?
-
Mengapa tidak ada peringatan atau pembatalan perjalanan dari otoritas pelabuhan?
Pihak Basarnas dan kepolisian menyatakan akan melakukan investigasi menyeluruh terhadap kecelakaan ini. Termasuk memeriksa dokumen kapal, kondisi teknis sebelum berlayar, dan keterangan dari nakhoda serta ABK yang selamat.
Cuaca Buruk Sudah Diprediksi?
Menurut data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), perairan Bengkulu dalam beberapa hari terakhir memang dilaporkan mengalami gelombang tinggi dan angin kencang. Bahkan peringatan dini untuk nelayan dan operator wisata bahari telah dikeluarkan.
Namun, diduga informasi ini tidak sampai secara menyeluruh ke operator kapal atau tidak ditindaklanjuti secara tegas. Ini menambah daftar panjang persoalan dalam pengelolaan pariwisata bahari di Indonesia, di mana standar keselamatan kerap kali diabaikan.
Baca Juga: Tragis! 6 Korban dan Kerugian Rp6 Miliar Akibat Kebakaran Kapal di Dermaga Marinir Ancol
Saatnya Evaluasi Serius
Tragedi tenggelamnya kapal wisata di Bengkulu seharusnya menjadi alarm peringatan keras bagi seluruh stakeholder pariwisata dan kelautan di Indonesia. Pemerintah daerah, Dinas Pariwisata, Syahbandar, dan pelaku usaha wisata laut perlu mengevaluasi kembali standar keselamatan, kapasitas kapal, sertifikasi kru, serta sistem peringatan dini cuaca.
Keselamatan wisatawan tidak boleh dikorbankan demi keuntungan sesaat. Dalam industri pariwisata, kepercayaan publik adalah hal utama. Jika wisata bahari terus mencatatkan insiden tragis akibat kelalaian, bukan tidak mungkin wisatawan akan kehilangan rasa aman, dan sektor ini akan menghadapi penurunan drastis.