FYPMedia.ID – TikTok secara resmi menghentikan operasinya di Amerika Serikat pada Minggu, 19 Januari 2025. Penutupan ini terjadi sehari sebelum Donald Trump dilantik sebagai Presiden AS.
Dengan 170 juta pengguna aktif di AS, larangan ini menimbulkan dampak besar di dunia digital.
“TikTok sendiri adalah platform yang fantastis,” ujar penasihat keamanan nasional Trump, Mike Waltz, kepada Fox News pada Rabu, 15 Januari 2025, dan menyoroti potensi aplikasi ini.
Keputusan ini berkaitan dengan undang-undang yang mengharuskan ByteDance, pemilik TikTok asal Cina, untuk menjual asetnya di AS.
Jika tidak, aplikasi ini akan dilarang sepenuhnya. Presiden terpilih Donald Trump menyatakan niatnya untuk menunda pelarangan hingga 90 hari guna mencari solusi.
Baca juga: Drama Baru! TikTok Hanya Diblokir 12 Jam, Kini Kembali Aktif di AS
-
Langkah Hukum Terakhir Ditolak Mahkamah Agung
Mahkamah Agung AS menolak upaya ByteDance untuk membatalkan undang-undang ini. Pengadilan menegaskan bahwa hukum tersebut tidak melanggar Amandemen Pertama, yang melindungi kebebasan berbicara.
Sebelum larangan berlaku, TikTok menghentikan layanannya bagi pengguna AS. Pesan dalam aplikasi berbunyi, “Anda tidak dapat menggunakan TikTok untuk saat ini.”
Namun, banyak pihak mempertanyakan dampak keputusan ini. “Itu akan sepenuhnya melegitimasi fragmentasi internet di sepanjang batas-batas negara atau yurisdiksi,” ungkap Prof. Milton L. Mueller dari Institut Teknologi Georgia.
-
Trump Berupaya Menyelamatkan TikTok
Meski larangan telah diberlakukan, Donald Trump menunjukkan niatnya untuk menyelamatkan aplikasi ini.
Trump, yang sebelumnya mendukung larangan terhadap platform tersebut, pada hari Minggu menyatakan akan menunda penerapan undang-undang terkait dan memberikan waktu tambahan untuk mencapai kesepakatan.
TikTok kemudian mengonfirmasi bahwa mereka sedang dalam proses “memulihkan layanan”.
Tak lama setelah itu, aplikasi mulai beroperasi kembali dengan pesan pop-up yang muncul kepada jutaan penggunanya, menyampaikan terima kasih kepada Trump.
Dalam sebuah pernyataan, perusahaan tersebut mengapresiasi presiden terpilih atas “kejelasan dan jaminan yang diberikan” serta menyatakan komitmennya untuk bekerja sama dengan Trump “dalam menemukan solusi jangka panjang agar TikTok tetap beroperasi di Amerika Serikat”.
Dia menyarankan pembentukan usaha patungan dengan kepemilikan 50% oleh perusahaan AS.
“Dengan persetujuan kita, nilainya mencapai ratusan miliar dolar – mungkin triliunan,” katanya dalam unggahannya di media sosial.
Trump juga menjalin komunikasi dengan Presiden Cina, Xi Jinping, terkait isu ini. Langkah ini menunjukkan potensi diplomasi antara dua negara besar melalui platform digital.
Baca juga: Nasib TikTok di AS: Ancaman Pemblokiran hingga Rumor Penjualan
-
Solusi Alternatif: Penggunaan VPN dan Risiko Keamanan
Pengguna yang ingin terus mengakses TikTok beralih menggunakan VPN atau metode lain untuk menghindari larangan.
Namun, cara ini membawa risiko besar. Tanpa pembaruan keamanan, aplikasi menjadi rentan terhadap serangan siber.
Pemerintah AS bahkan mempertimbangkan untuk melarang layanan hosting internet yang memungkinkan akses ilegal ke TikTok.
-
Siapa yang Akan Membeli TikTok?
ByteDance tetap teguh menolak menjual aset TikTok di AS. Namun, tekanan terus meningkat.
Bloomberg melaporkan bahwa Elon Musk muncul sebagai salah satu calon pembeli potensial. Meski begitu, TikTok menyebut laporan ini sebagai “fiksi belaka.”
Langkah ke depan masih menjadi teka-teki besar. Apakah TikTok dapat kembali hadir di AS? Dan bagaimana pengaruh larangan ini terhadap pengguna di negara lain?
Satu hal yang pasti, dunia digital kini menghadapi tantangan baru di era politik dan ekonomi global.
(Oda/Ryz)