Breaking News! Penghentian Program Ferienjob untuk Perguruan Tinggi di Indonesia Setelah 1.047 Mahasiswa Indonesia Terjebak TPPO

Ferienjob
Foto: Pinterest

FYPMEDIA.IDFerienjob merupakan kerja paruh waktu selama tiga bulan yang biasa diikuti mahasiswa di Jerman saat musim libur. Jenis pekerjaan yang dilakukan umumnya mengandalkan tenaga fisik atau kerja kasar yang tidak linier dengan program studi mahasiswa. Ferienjob bukan kerja magang melainkan bagian dari job market.

1.047 mahasiswa menjadi korban kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus pengiriman program magang mahasiswa ke negara Jerman melalui program Ferienjob. Ada 33 universitas di Indonesia yang tergabung dalam program yang disosialisasikan oleh PT CVGEN dan PT SHB.

Nita (nama samaran) dan rekan-rekannya dijanjikan magang di Bandara Munich ternyata sampai di Jerman program magang di bandara itu tidak ada di daftar magang Ferienjob. Mereka pun dipindahkan ke situs kerja lain di sebuah pabrik. Beberapa rekannya diminta bekerja di konstruksi pekerjaan meski mereka perempuan dan sebagian lain magang di jasa ekspedisi yang harus mengangkat barang-barang sebesar 30 kilogram.

Nita percaya kegiatan Ferienjob karena terdapat testimoni dari tahun-tahun sebelumnya. Nita dan rekan-rekannya diminta membayar Rp150.000 untuk pendaftaran. Setelah itu, mereka harus membayar lagi untuk biaya pembuatan paspor, izin kerja, dan keperluan visa. Secara total, biaya awal yang harus dibayarkan Nita dan rekan-rekannya adalah 550 euro (sekitar Rp9,4 juta) termasuk untuk urusan ZAV (kantor bursa pekerjaan spesialis Jerman) dan biaya ketibaan di Jerman.

Sayangnya, begitu sampai di Jerman, Nita dan teman-temannya kecewa karena haknya sebagai mahasiswa tidak terpenuhi. Menurutnya, apa yang ia alami dan kerjakan di sana tidak sesuai dengan janji di awal.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, mengatakan kasus TPPO berkedok program magang ini terungkap setelah empat mahasiswa yang tengah mengikuti Ferienjob mendatangi KBRI di Jerman. Bareskrim telah menetapkan lima orang tersangka, dua di antaranya WNI yang saat ini berada di Jerman. Kelima tersangka adalah SS (laki-laki) 65 tahun, AJ (perempuan) 52 tahun, MZ (laki-laki) 60 tahun sedangkan kedua tersangka yang masih berada di Jerman yaitu ER alias EW (perempuan) 39 tahun, A alias AE (perempuan) 37 tahun. Seluruh korban sudah berada di Indonesia.

Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Anang Ristanto, menegaskan bahwa Ferienjob tidak pernah menjadi bagian dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau MBKM.

Kemendikbudristek mendukung penuh upaya penegakkan hukum yang dilakukan oleh Polri dan mengimbau agar kampus yang mahasiswanya terlibat program ferienjob agar selalu melindungi mahasiswa dari tekanan dan jeratan utang akibat program tersebut.

Lebih lanjut, Anang menjelaskan bahwa sejak bulan Oktober 2023, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) sudah mengambil langkah dengan mengeluarkan surat edaran No. 1032/E.E2/DT.00.05/2023 kepada seluruh perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, untuk menghentikan keikutsertaan pada program tersebut. Hal ini banyak ditemukan pelanggaran terhadap hak-hak mahasiswa.

Kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang berkaitan dengan program Ferienjob di Jerman mengundang reaksi dan tindakan tegas dari berbagai pihak di Indonesia. Para mahasiswa yang menjadi korban diberi bantuan dan dukungan untuk pulih dari pengalaman mereka. Organisasi non-pemerintah dan kelompok advokasi hak mahasiswa mengambil peran aktif dalam menyediakan konseling dan dukungan hukum bagi para korban. Mereka melakukan kampanye kesadaran untuk menginformasikan mahasiswa lain tentang risiko terlibat dalam program serupa yang tidak jelas legalitas dan keamanannya.

Kementerian Luar Negeri Indonesia, dalam koordinasi dengan KBRI di Jerman, mengupayakan peningkatan pengawasan terhadap program pertukaran mahasiswa dan magang internasional. Mereka berusaha memastikan bahwa hanya program yang terverifikasi dan aman yang dapat diikuti oleh mahasiswa Indonesia.

Di sektor pendidikan tinggi, terjadi perdebatan tentang upaya meningkatkan pengawasan dan regulasi terhadap program pertukaran mahasiswa dan magang internasional untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa depan. Diskusi ini melibatkan pemangku kepentingan dari universitas, pemerintah, dan organisasi mahasiswa.

Tentunya, peristiwa tersebut membuka dialog lebih luas tentang kebutuhan perlindungan yang lebih baik bagi mahasiswa Indonesia yang berpartisipasi dalam program internasional. Peningkatan transparansi dari penyelenggara program dan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan lembaga pendidikan menjadi fokus utama dalam diskusi. Tujuannya adalah untuk membangun sistem yang lebih tangguh yang dapat melindungi mahasiswa dari eksploitasi dan memastikan bahwa mereka mendapatkan pengalaman yang berharga dan aman saat belajar di luar negeri.

Comments are closed.