FYPMedia.ID – Para pengemudi ojek online (ojol) akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada Senin, 17 Februari 2025. Aksi ini dilakukan untuk menuntut kejelasan mengenai hak tunjangan hari raya (THR) bagi para pengemudi ojol, taksol, dan kurir.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, mengungkapkan bahwa demo ini akan diikuti oleh 500 hingga 1.000 driver ojol, dimulai pukul 10.00 WIB hingga selesai. Tak hanya di Jakarta, aksi off bid (mogok kerja) juga akan dilakukan di berbagai daerah, seperti Sukabumi, Dumai, Pontianak, dan Pangkal Pinang.THR Itu Hak, Bukan Sekadar Harapan
Menurut Lily, sistem fleksibilitas dalam kemitraan sering dijadikan alasan oleh perusahaan platform untuk menghindari kewajiban memberikan THR serta hak-hak pekerja lainnya, seperti upah minimum, upah lembur, cuti haid dan melahirkan, serta jam kerja 8 jam. Padahal, para pengemudi ojol berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi digital.
“Bisnis platform meraup super profit yang lebih tinggi dengan mengorbankan kesejahteraan pengemudi. Negara harus hadir! Kemnaker harus mengeluarkan kebijakan populis yang berpihak pada ojol dan pekerja platform lainnya,” tegas Lily.
Saat ini, banyak pengemudi ojol yang merasa semakin sulit mendapatkan penghasilan layak karena tarif murah yang diterapkan oleh perusahaan platform. Tarif ini menyebabkan mereka harus lebih bekerja ekstra dengan risiko yang lebih tinggi di jalanan. Bahkan, beberapa pengemudi mengaku bahwa penghasilannya tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari jika hanya bekerja dalam durasi normal.
Baca Juga: 80.000 Pekerja Kena PHK Sepanjang 2024: Krisis dan Solusi Pemerintah
Salah satu permasalahan terbesar yang dihadapi pengemudi ojol adalah tarif murah yang ditetapkan platform. Para pengemudi terpaksa bekerja hingga 17 jam sehari demi mendapatkan penghasilan yang layak. Hal ini diperparah oleh algoritma sepihak yang menguntungkan perusahaan platform, sementara pengemudi hanya mendapat sedikit dari keuntungan tersebut.
“Keuntungan platform didapat dari tidak membayar upah minimum, insentif yang tidak mensejahterakan, serta sistem yang memaksa pengemudi terus bekerja tanpa istirahat. Ini bentuk eksploitasi!” ungkap Lily.
Banyak pengemudi ojol yang mengalami kelelahan ekstrem akibat jam kerja yang panjang. Dengan sistem insentif yang terus berubah, pengemudi sering kali merasa bahwa mereka tidak memiliki pilihan selain terus bekerja hanya demi mengejar target penghasilan. Jika mereka berhenti, pendapatan mereka akan semakin tidak menentu.
Banyak yang mengeluhkan bahwa meskipun mereka terus bekerja keras, biaya operasional seperti bensin, perawatan kendaraan, dan biaya lain tetap tinggi. Dengan tarif yang tidak kunjung naik secara adil, pengemudi merasa bahwa mereka terus bekerja dalam lingkaran setan tanpa kepastian ekonomi.
Baca Juga: Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Pastikan Pengemudi Ojol Dapat Subsidi BBM
Aksi 17 Februari: THR atau Mati-matian?
Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menegaskan bahwa aksi demo yang dilakukan ini akan terus dilakukan sampai tuntutan THR untuk ojol dipenuhi. Selain demo di Kemnaker, aksi off bid serentak di berbagai kota akan dilakukan sebagai bentuk solidaritas para pengemudi ojol.
Banyak pengemudi ojol yang berharap bahwa aksi ini dapat membuka mata pemerintah dan perusahaan platform terhadap kesulitan yang mereka hadapi. Dengan meningkatnya biaya hidup dan ketidakpastian pendapatan, para pengemudi ingin mendapatkan kepastian bahwa kerja keras mereka dihargai dan dihormati.
Selain itu, pengemudi ojol juga menyoroti kebijakan-kebijakan lainya yang kerap berubah dan tidak berpihak pada kesejahteraan mereka. Misalnya, potongan komisi yang tinggi serta kebijakan bonus yang semakin sulit untuk didapat. Hal ini membuat mereka semakin tertekan secara finansial dan emosional.
“Tanggal 17 Februari bukan sekadar aksi. Ini perjuangan. Ini perlawanan. Ini tuntutan atas hak yang seharusnya kami dapatkan!” pungkas Lily.
Masyarakat pun diharapkan mendukung perjuangan pengemudi ojol dalam mendapatkan hak mereka. Tanpa mereka, mobilitas masyarakat akan terganggu, dan layanan transportasi online tidak akan berjalan dengan lancar.
Apakah pemerintah akan mendengar suara para pengemudi ojol? Ataukah mereka harus terus mati-matian di jalan demi bertahan hidup? Kita tunggu hasilnya!