Mitra Program Makan Bergizi Gratis di Kalibata Mengaku Belum Dibayar, Yayasan MBN Diduga Ingkar Janji

Mitra Program Makan Bergizi Gratis di Kalibata Mengaku Belum Dibayar, Yayasan MBN Diduga Ingkar Janji

Mitra Program Makan Bergizi Gratis di Kalibata Mengaku Belum Dibayar, Yayasan MBN Diduga Ingkar Janji

FYPMedia. ID Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas sebagai salah satu program unggulan untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat kini tengah diterpa masalah serius. Salah satu mitra dapur penyedia makanan bergizi gratis di wilayah Kalibata, Jakarta Selatan, mengungkapkan bahwa mereka belum menerima pembayaran sepeser pun dari pihak penyelenggara, yakni Yayasan MBN.

Kabar ini mencuat ke publik setelah Danna Harly, kuasa hukum dari pemilik dapur makanan bergizi, Ira Mesra Destiawati, menggelar jumpa pers di Jakarta pada Rabu (16/4/2025). Dalam keterangannya, Danna menyesalkan sikap Yayasan MBN yang dinilai tidak profesional dan telah merugikan kliennya secara materiil dan moral.

“Klien kami telah menjalankan kewajibannya sesuai dengan perjanjian kerja sama. Selama beberapa bulan terakhir, dapur milik klien kami telah memproduksi dan mendistribusikan ratusan porsi makanan bergizi setiap harinya. Namun hingga saat ini, tidak ada satu rupiah pun yang diterima,” ungkap Danna Harly di hadapan awak media.

Menurutnya, dapur milik Ira Mesra telah bergabung dalam program MBG sejak awal peluncuran pilot project di Jakarta Selatan. Mereka bahkan telah melakukan berbagai investasi demi memenuhi standar kualitas makanan yang ditetapkan oleh Yayasan MBN.

“Klien kami merogoh kocek pribadi untuk menyiapkan fasilitas dapur, peralatan memasak, serta mempekerjakan tenaga kerja lokal demi kelancaran program. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, mitra yang seharusnya mendapat apresiasi justru dizalimi,” tambah Danna.

Tuntut Transparansi dan Pembayaran

Melalui forum tersebut, Danna menuntut agar Yayasan MBN segera memberikan klarifikasi secara terbuka kepada publik dan, yang paling utama, segera membayarkan hak mitra dapur yang telah bekerja keras mendukung program MBG.

“Kami ingin tahu, ke mana aliran dana program ini sebenarnya. Jika memang ada kendala, kenapa tidak disampaikan sejak awal? Ini menyangkut kepercayaan mitra dan keberlanjutan program secara keseluruhan,” ujarnya.

Menurut data yang dikantongi pihak kuasa hukum, nilai tagihan yang belum dibayarkan mencapai puluhan juta rupiah. Angka tersebut mencakup biaya produksi makanan harian, upah tenaga kerja, serta logistik pengemasan dan distribusi.

Danna juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah beberapa kali mencoba menghubungi pengurus Yayasan MBN, namun tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. “Kami mendapati respons yang tidak transparan. Bahkan ada indikasi bahwa pihak yayasan justru menghindar saat ditagih kewajiban kontraktualnya,” imbuhnya.

Sorotan terhadap Manajemen Program MBG

Kasus ini menambah daftar kritik terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis yang selama ini digadang-gadang menjadi solusi terhadap masalah gizi di kalangan masyarakat ekonomi menengah ke bawah, khususnya anak-anak sekolah dan warga rentan.

Program MBG sejatinya merupakan bagian dari upaya bersama antara pemerintah dan sektor swasta yang diwadahi oleh yayasan-yayasan sosial. Namun, lemahnya pengawasan serta tidak adanya sistem audit independen disebut-sebut menjadi celah yang membuka potensi penyelewengan atau mismanajemen dana.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Dr. Wahyu Firmansyah, menilai kasus ini merupakan cerminan buruk dari lemahnya manajemen program yang melibatkan pihak ketiga.

“Program seperti MBG ini sangat baik secara ide, namun implementasinya seringkali tidak dibarengi dengan akuntabilitas yang memadai. Keterlibatan yayasan atau pihak swasta semestinya diatur secara ketat dan transparan, karena mereka mengelola dana yang berdampak langsung pada masyarakat,” kata Wahyu saat dimintai tanggapan.

Ia juga menambahkan bahwa pemerintah seharusnya turut turun tangan melakukan evaluasi terhadap semua mitra penyelenggara program, termasuk sistem pembayaran kepada pihak-pihak yang terlibat di lapangan.

Yayasan MBN Belum Berikan Tanggapan

Sementara itu, hingga artikel ini diturunkan, pihak Yayasan MBN belum memberikan pernyataan resmi atas tudingan yang disampaikan oleh pihak kuasa hukum mitra dapur Kalibata. Permintaan konfirmasi yang dikirimkan oleh sejumlah media juga belum direspons.

Ketiadaan tanggapan ini memunculkan spekulasi di kalangan publik, terutama mengenai sejauh mana kapasitas dan komitmen Yayasan MBN dalam menjalankan program skala besar seperti MBG.

Di sisi lain, Ira Mesra Destiawati, pemilik dapur yang merasa dirugikan, menyatakan bahwa ia tidak hanya memperjuangkan hak pribadi, tetapi juga ingin menyuarakan aspirasi mitra-mitra dapur lain yang mungkin mengalami hal serupa.

“Yang saya alami ini mungkin bukan satu-satunya. Saya yakin masih banyak dapur lain yang juga belum dibayar, hanya saja belum berani bicara. Saya harap dengan ini, pemerintah atau lembaga terkait bisa membuka mata dan menertibkan pelaksana program ini,” tutur Ira dalam pernyataan tertulis.

Harapan untuk Perbaikan

Masyarakat berharap agar kejadian ini menjadi bahan evaluasi serius bagi semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan program bantuan sosial. Program-program sosial seperti MBG memang sangat penting, namun keberhasilannya tidak hanya ditentukan oleh niat baik, melainkan juga oleh transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam pelaksanaannya.

Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, dikhawatirkan akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap program-program serupa di masa depan.