Mahfud MD: Keputusan Jokowi Sebagai Presiden Tetap Sah, Meski Ijazahnya Terbukti Palsu
FYPMedia. ID – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) yang juga pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menyatakan bahwa seluruh keputusan Presiden Joko Widodo selama menjabat sebagai Presiden ke-7 Republik Indonesia tetap sah secara hukum, meskipun jika kelak terbukti bahwa ijazahnya palsu.
Pernyataan ini disampaikan Mahfud dalam siniar (podcast) berjudul Terus Terang yang tayang di kanal YouTube Mahfud MD Official pada Rabu (16/4/2025). Dalam siniar tersebut, Mahfud menanggapi isu liar yang menyebutkan bahwa jika ijazah Presiden Jokowi terbukti palsu, maka seluruh keputusan yang diambil selama masa kepresidenannya akan batal dan dianggap tidak sah.
“Yang lebih gila lagi kan katanya, ini kalau terbukti ijazah Jokowi ini palsu, seluruh keputusannya selama menjadi presiden batal. Itu salah,” ujar Mahfud dalam pernyataan tegasnya.
Prinsip Kepastian Hukum Jadi Dasar Utama
Mahfud menjelaskan bahwa dalam hukum administrasi negara, terdapat prinsip penting yang disebut asas kepastian hukum. Asas ini menjadi fondasi utama dalam menjaga stabilitas dan keberlangsungan pemerintahan. Artinya, ketika seseorang telah menjabat sebagai pejabat publik dan menjalankan kewenangannya, maka keputusan yang ia ambil tetap sah selama dikeluarkan dalam kapasitas jabatannya yang diakui negara.
“Dalam hukum administrasi dan tata negara, keputusan yang sudah sah berlaku tidak bisa dibatalkan secara surut hanya karena kemudian ada persoalan administratif. Itu sebabnya hukum dibuat untuk menjaga stabilitas,” ujar Mahfud.
Mahfud menambahkan, jika prinsip kepastian hukum ini tidak dipegang, maka dampaknya bisa sangat luas dan merusak tatanan hukum. “Bayangkan kalau semua keputusan Presiden sejak 2014 dinyatakan batal. Lalu bagaimana nasib undang-undang, pengangkatan pejabat, anggaran negara, hubungan diplomatik, dan sebagainya? Negara bisa kacau,” tegasnya.
Tidak Berlaku Surut dan Tidak Otomatis Membatalkan Jabatan
Menurut Mahfud, hukum administrasi tidak mengenal konsep pembatalan keputusan secara otomatis hanya karena ada kekeliruan dalam dokumen pribadi seorang pejabat. Dalam kasus dugaan pemalsuan ijazah, proses hukum tetap bisa berjalan secara pidana jika terbukti, tetapi hal itu tidak secara otomatis membatalkan seluruh tindakan resmi yang telah diambil dalam kapasitas pejabat negara.
“Kalau ada yang ingin menggugat keaslian dokumen, ya silakan. Tapi proses hukum itu berbeda dengan validitas keputusan yang sudah diambil dalam konteks jabatan,” ujarnya.
Mahfud juga menyampaikan bahwa pembuktian terhadap dokumen pribadi seperti ijazah harus dilakukan melalui jalur pengadilan. Tanpa adanya keputusan hukum yang sah, semua tuduhan tersebut hanya bersifat opini atau spekulatif.
Respons terhadap Polemik Ijazah Presiden
Belakangan, isu mengenai keaslian ijazah Presiden Jokowi kembali menjadi perbincangan publik, terutama di media sosial. Sebagian pihak menyuarakan keraguan dan menuntut adanya klarifikasi terbuka dari instansi pendidikan maupun pihak terkait.
Namun hingga kini, tidak ada keputusan hukum yang menyatakan bahwa dokumen ijazah Presiden Jokowi palsu. Pihak Istana pun dalam beberapa kesempatan menegaskan bahwa semua dokumen pencalonan Presiden Jokowi telah diverifikasi dan dinyatakan sah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan lembaga negara lainnya sejak awal pencalonan.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Ari Setiawan, menilai isu ini kerap dijadikan alat politik untuk mendiskreditkan tokoh tertentu.
“Di tahun politik seperti sekarang, sangat mudah bagi kelompok tertentu untuk menghidupkan kembali isu lama demi membentuk opini negatif. Ini bukan hal baru dalam politik Indonesia,” ujar Ari.
Legalitas Presiden Ditentukan oleh Konstitusi dan Pemilu
Mahfud kembali menekankan bahwa dalam sistem pemerintahan Indonesia, keabsahan seorang presiden tidak semata-mata ditentukan oleh ijazah atau dokumen administratif, tetapi melalui proses demokratis berupa pemilihan umum.
“Presiden dipilih oleh rakyat, disahkan oleh KPU, dan dilantik oleh MPR. Prosedur itu sah menurut konstitusi. Jadi tidak bisa serta-merta keputusan presiden dianggap batal hanya karena ada isu terkait dokumen,” tegas Mahfud.
Ia juga menyebutkan bahwa dalam sejarah ketatanegaraan di banyak negara, pernah ada kasus serupa yang tidak menggugurkan keputusan pejabat yang sudah berlaku secara sah. “Dalam praktik internasional pun, validitas keputusan tetap dipegang selama jabatan dijalankan secara resmi,” katanya.
Penutup: Imbauan untuk Bijak Menyikapi Informasi
Di akhir siniar, Mahfud mengajak masyarakat untuk lebih bijak menyikapi informasi yang beredar, khususnya yang belum jelas sumber dan dasarnya. Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak dalam permainan opini yang justru melemahkan kepercayaan terhadap sistem hukum dan pemerintahan.
“Mari jaga akal sehat dan kedewasaan demokrasi. Kalau ada dugaan pelanggaran hukum, tempuh jalur hukum yang benar. Tapi jangan rusak sistem dengan opini-opini yang tidak berdasar,” tutup Mahfud.
Siniar Terus Terang yang diasuh oleh Mahfud MD secara rutin mengangkat isu-isu hukum, konstitusi, dan pemerintahan. Kanal YouTube ini telah menjadi salah satu referensi masyarakat untuk mendapatkan pandangan hukum yang jernih dari tokoh yang sudah berpengalaman di bidang legislatif, yudikatif, dan eksekutif.