FYPMedia.id – Kasus korupsi dalam tata niaga komoditas timah yang melibatkan Harvey Moeis, suami aktris Sandra Dewi, kembali mencuri perhatian publik. Pada 9 Desember 2024, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung menuntut Harvey Moeis dengan hukuman penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar.
Selain itu, jaksa juga menuntut pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 210 miliar atas perbuatan korupsi dan pencucian uang yang dilakukan oleh Harvey.
Korupsi dan Kerugian Negara
Jaksa menyatakan bahwa Harvey Moeis terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan pihak lain, termasuk eks Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi, dalam mengelola tata niaga timah antara tahun 2015 hingga 2022.
Negara diduga mengalami kerugian finansial yang sangat besar, mencapai Rp 300 triliun.
“Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” kata jaksa dalam persidangan, sebagaimana dilansir dari Kompas.com.
Dalam persidangan itu, jaksa mengungkapkan bahwa Harvey dan Helena Lim menikmati keuntungan ilegal dari perbuatan mereka yang merugikan negara.
Kasus ini bermula dari pertemuan antara Harvey Moeis dan Mochtar Riza Pahlevi, yang menghasilkan kesepakatan untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Harvey kemudian menghubungi beberapa perusahaan smelter swasta untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Keuntungan yang didapat dari kegiatan ilegal ini, menurut jaksa, disalurkan ke Harvey dengan kedok dana Corporate Social Responsibility (CSR).
Baca juga: 7 Fakta Kasus Situs Judol Djarum Toto: Pendapatan Fantastis Capai Rp2 Miliar
Keterkaitan dengan Perusahaan Smelter
Harvey Moeis yang terlibat dalam skandal besar ini, sebelumnya juga diketahui memiliki keterkaitan dengan berbagai perusahaan smelter yang terlibat dalam perjanjian tidak sah tersebut. Hal ini semakin memperburuk posisinya dalam kasus ini.
Dilansir dari IDN Times, dalam dakwaan, Harvey diduga melakukan pertemuan dengan mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi, mantan Direktur Operasi PT Timah, Alwin Albar, serta 27 pemilik smelter swasta.
Pertemuan tersebut membahas permintaan Mochtar dan Alwin mengenai pengalokasian 5 persen dari kuota ekspor timah untuk berbagai smelter swasta.
Bijih timah yang dibicarakan diketahui berasal dari penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Timah.
Harvey diduga meminta dana pengamanan kepada empat smelter swasta, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa, dengan biaya yang dipatok sebesar 500-750 dolar AS per metrik ton.
Permintaan dana tersebut disamarkan dengan alasan dana corporate social responsibility (CSR).
Baca juga: Pramono Anung-Rano Karno Menangi Pilkada Jakarta 2024: Ini 5 Fakta Penting
Tuntutan Hukum: Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Diketahui, Harvey Moeis didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk pada tahun 2015-2022.
Perbuatan itu dinilai merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun. Selain itu, Harvey juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU), sebagaimana tercantum dalam dakwaan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Jaksa menyatakan bahwa jika Harvey tidak membayar uang pengganti dalam waktu yang ditentukan setelah putusan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita untuk negara.
Sementara itu, tuntutan hukum lainnya termasuk pembayaran uang pengganti yang besarnya mencapai Rp 210 miliar.
“Jika dalam waktu yang satu bulan setelah terbit putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap Harvey Moeis tidak membayar uang pengganti itu, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk negara,” ungkap jaksa.
Jika Harvey tidak memiliki cukup harta benda untuk membayar uang pengganti tersebut, maka akan dikenakan pidana penjara tambahan selama enam tahun.
“Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama enam tahun,” ungkap jaksa.
Dilansir dari IDN Times, ada beberapa pasal dalam dakwaan Harvey Moeis sebagai berikut.
- Primair: Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
- Subsidair: Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
- Primair: Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
- Subsidair: Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Kedubes Iran di Suriah Diserang: Jatuhnya Rezim Assad Memicu Kekacauan Besar
Kemudian, jaksa menilai perbuatan Harvey merupakan tindakan pidana yang merugikan negara dan masyarakat.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun, dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap dilakukan Penahanan di rutan,” kata jaksa dalam tuntutannya.
Dampak Korupsi Terhadap Negara dan Masyarakat
Kasus ini menunjukkan betapa seriusnya dampak korupsi terhadap perekonomian negara, dengan kerugian yang diperkirakan mencapai angka yang sangat besar yaitu Rp300 triliun..
Tuntutan ini juga menjadi peringatan bahwa hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, bahkan terhadap figur publik sekalipun.
Sebagai bagian dari proses hukum yang terus berlanjut, masyarakat akan menunggu bagaimana keputusan majelis hakim dalam memberikan putusan akhir terhadap kasus yang melibatkan Harvey Moeis ini.
Jika terbukti bersalah, hukuman yang dijatuhkan akan menjadi contoh bagi pelaku korupsi lainnya di Indonesia.
Kasus ini diharapkan dapat mendorong perubahan dan mengingatkan semua pihak akan pentingnya pemberantasan korupsi di sektor manapun, untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas.
Demikianlah gambaran singkat mengenai tuntutan hukum terhadap Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah yang sangat merugikan negara.
Ke depan, diharapkan kasus ini dapat membawa efek jera terhadap praktik-praktik korupsi yang masih marak terjadi di berbagai sektor.