FYPMedia.ID– Kue rangi merupakan salah satu jajan tradisional khas betawi yang dulunya banyak dijual di daerah Jakarta dan sekitarnya. Namun jajanan satu ini sudah jarang dijumpai oleh masyarakat. Jajanan yang sekilas menyerupai kue pancong ini dulunya menjadi salah satu camilan favorit masyarakat Jakarta pada masanya.
Lalu, seperti apa sebenarnya cerita di balik makanan tradisional khas betawi yang satu ini?
Asal Usul Kue Rangi
Kue rangi berasal dari tradisi kuliner masyarakat Betawi, yang terkenal akan beragam jajanan tradisionalnya. Hidangan ini sudah ada sejak masa kolonial Belanda, menjadi salah satu camilan yang sering dijajakan di pasar-pasar tradisional hingga kawasan kampung di Jakarta.
Terbuat dari bahan sederhana seperti tepung beras dan santan, kue ini menjadi favorit masyarakat karena rasa dan harganya yang terjangkau.
Baca juga: Menilik Ungkrung Ulat Jati, Kuliner Ekstrem yang Hanya Ada di Musim Hujan
Pada masa itu, kue rangi sering disajikan sebagai kudapan sore, menemani secangkir kopi atau teh hangat. Bentuknya menyerupai kue pancong, namun kue rangi memiliki tekstur yang lebih padat dan bagian atasnya diberi topping kelapa parut serta gula merah cair.
Perpaduan ini menciptakan rasa khas yang sulit dilupakan oleh mereka yang pernah mencicipinya.
Ciri Khas Kue Rangi
Keunikan kue rangi terletak pada rasa gurih dan manis yang berpadu sempurna. Kelapa parut yang ditaburkan di atas kue memberikan aroma segar sekaligus tekstur renyah yang kontras dengan kelembutan adonan.
Sementara itu, gula merah cair menambahkan rasa manis alami yang khas dan kaya.
Proses pembuatannya juga memerlukan keahlian khusus. Adonan kue rangi dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk setengah lingkaran yang dipanaskan di atas bara api kecil.
Teknik memanggang yang perlahan ini memastikan adonan matang merata dengan bagian bawah yang sedikit renyah namun tetap lembut di dalam.
Baca juga: Rahasia Daya Tarik Rasa Pedas dalam 5 Hidangan Khas Indonesia
Penurunan Popularitas
Meskipun kue rangi pernah menjadi jajanan yang sangat digemari, keberadaannya kini mulai terpinggirkan. Salah satu penyebab utamanya adalah perubahan gaya hidup masyarakat yang cenderung memilih jajanan modern yang praktis dan bervariasi.
Selain itu, jumlah pedagang kue rangi juga semakin berkurang karena proses pembuatannya yang membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan kue-kue lainnya.
Namun, upaya pelestarian tetap dilakukan oleh sejumlah komunitas dan pelaku kuliner.
Mereka mencoba memperkenalkan kembali kue rangi melalui festival makanan tradisional atau dengan inovasi pada topping seperti coklat dan keju untuk menarik minat generasi muda.
Baca juga: Gultik: Kuliner Legendaris yang Melegenda di Jakarta
Melestarikan kue rangi bukan hanya tentang mempertahankan rasa tradisional, tetapi juga menghargai cerita dan tradisi yang melekat di dalamnya. Mari jadikan kue rangi sebagai pengingat akan pentingnya menjaga identitas kuliner lokal di tengah arus modernisasi.
Jika Anda berkesempatan mencicipinya, Anda tidak hanya menikmati kue yang lezat, tetapi juga sepotong sejarah yang kaya akan kenangan.