Terungkap! Kasus Kredit Sritex Rugikan Negara Rp1,08 Triliun, 11 Tersangka Ditangkap

Kasus Kredit Sritex Rugikan Negara Rp1,08 Triliun, 11 Tersangka Ditangkap

FYP Media.ID – Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) kembali menggebrak publik dengan mengungkap kasus korupsi fantastis yang melibatkan perusahaan tekstil ternama, PT Sri Rejeki Isman atau yang lebih dikenal dengan Sritex. Kasus ini menyeret tiga bank daerah besar dan menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,08 triliun. Skandal ini menambah daftar panjang kasus mega korupsi yang menjadi perhatian masyarakat luas.

Kronologi Kasus Kredit Macet Sritex

Kasus bermula dari pemberian fasilitas kredit oleh tiga bank daerah kepada PT Sritex dan entitas anak perusahaannya. Ketiga bank tersebut adalah Bank BJB, Bank DKI Jakarta, dan Bank Jateng, yang masing-masing memberikan kredit dengan total nilai fantastis mencapai Rp1,088 triliun.

Sumber dari Kejagung mengungkap bahwa nilai total tersebut merupakan outstanding kredit atau jumlah yang masih belum dilunasi oleh pihak Sritex hingga Oktober 2024.

Berikut rincian kredit yang diberikan oleh masing-masing bank:

  • Bank Jateng: Rp395.663.215.800

  • Bank BJB: Rp543.980.507.170

  • Bank DKI Jakarta: Rp149.007.085.018,57

Jumlah keseluruhan: Rp1.088.650.808.028

Informasi ini diungkapkan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Nurcahyo Jungkung Madyo, dalam konferensi pers di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa dini hari (22/7). Menurutnya, angka pasti kerugian keuangan negara masih dalam proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

Dampak dan Kerugian Negara

Kejagung menegaskan bahwa penyaluran kredit oleh ketiga bank tersebut tidak sesuai prinsip kehati-hatian perbankan dan menyalahi prosedur analisis risiko. Hal ini menyebabkan macetnya pembayaran kewajiban dari pihak debitur (Sritex), yang berdampak pada terganggunya likuiditas dan stabilitas keuangan bank pemberi pinjaman.

Kasus ini menunjukkan rendahnya pengawasan internal dan eksternal, serta adanya indikasi kuat kolusi antara oknum bank dan pihak korporasi. Modus manipulasi laporan keuangan dan penggelembungan nilai aset disebut sebagai bagian dari skema yang merugikan negara.

Daftar 11 Tersangka dalam Kasus Korupsi Kredit Sritex

Kejagung telah menetapkan 11 tersangka utama dalam perkara ini, yang berasal dari kalangan perbankan dan internal Sritex. Siapa saja mereka?

  1. DS (Dicky Syahbandinata)

    • Jabatan: Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank BJB (2020)

  2. ZM (Zainuddin Mappa)

    • Jabatan: Direktur Utama PT Bank DKI (2020)

  3. ISL (Iwan Setiawan Lukminto)

    • Jabatan: Direktur Utama PT Sritex (2005–2022)

  4. AMS (Allan Moran Severino)

    • Jabatan: Direktur Keuangan PT Sritex (2006–2023)

  5. BFW (Babay Farid Wazadi)

    • Jabatan: Direktur Kredit UMKM & Direktur Keuangan Bank DKI (2019–2022)

  6. PS (Pramono Sigit)

    • Jabatan: Direktur Teknologi Operasional Bank DKI (2015–2021)

  7. YR (Yuddy Renaldi)

    • Jabatan: Direktur Utama Bank BJB (2019–Maret 2025)

  8. BR (Benny Riswandi)

    • Jabatan: SEVP Bisnis Bank BJB (2019–2023)

  9. SP (Supriyatno)

    • Jabatan: Direktur Utama Bank Jateng (2014–2023)

  10. PJ (Pujiono)

  • Jabatan: Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng (2017–2020)

  1. SD (Suldiarta)

  • Jabatan: Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng (2018–2020)

Peran Tersangka: Kolusi Bank dan Korporasi

Penyidikan awal menyimpulkan bahwa para tersangka diduga telah menyalahgunakan wewenang dan jabatan dalam proses pemberian kredit. Ada indikasi kuat bahwa kredit diberikan meskipun kondisi keuangan Sritex saat itu tidak layak menerima fasilitas pinjaman dalam jumlah besar.

Beberapa pejabat bank disebut mengabaikan prinsip Know Your Customer (KYC) dan tidak melakukan penilaian risiko kredit (credit risk assessment) secara akurat. Bahkan ditemukan adanya dokumen palsu dan manipulasi data laporan keuangan yang dijadikan dasar pemberian pinjaman.

Apa Itu Outstanding Kredit?

Dalam konteks perbankan, istilah “outstanding kredit” merujuk pada jumlah utang pokok dan bunga yang masih harus dibayar oleh debitur kepada bank. Dalam kasus ini, total outstanding PT Sritex mencapai Rp1,088 triliun yang belum dibayarkan kepada tiga bank daerah hingga periode Oktober 2024.

Angka ini menjadi dasar awal dalam penghitungan kerugian negara karena menunjukkan potensi kerugian riil akibat tidak dikembalikannya dana publik yang disalurkan melalui lembaga keuangan milik daerah.

Dampak Jangka Panjang pada Ekonomi dan Kepercayaan Publik

Skandal ini bukan hanya soal angka, tetapi juga menyangkut kepercayaan publik terhadap sistem perbankan nasional dan BUMD. Jika korupsi seperti ini terus terjadi, maka masyarakat akan semakin skeptis terhadap integritas institusi keuangan.

Tak hanya itu, pemerintah daerah yang memiliki saham di bank-bank tersebut berpotensi harus menanggung kerugian melalui penyertaan modal tambahan atau bailout jika likuiditas bank terganggu secara signifikan.

Proses Hukum dan Tindak Lanjut

Kejagung menegaskan bahwa penyidikan masih terus berlangsung dan tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka baru. Pihaknya juga akan melakukan penyitaan aset milik para tersangka untuk mengembalikan kerugian negara semaksimal mungkin.

“Pemeriksaan terhadap para tersangka dan saksi-saksi lainnya masih terus dilakukan secara intensif. Kami pastikan bahwa proses hukum akan berjalan transparan, adil, dan tuntas,” ujar Nurcahyo.

Pelajaran Penting dari Kasus Sritex

Kasus ini menjadi alarm penting bagi dunia perbankan Indonesia bahwa tata kelola yang lemah bisa berujung pada kerugian besar. Dibutuhkan penguatan sistem audit internal, peningkatan kompetensi analis kredit, serta pengawasan ketat dari otoritas keuangan dan regulator seperti OJK dan BPK.

Sementara itu, masyarakat diimbau untuk terus mengawal proses hukum agar kasus ini tidak berhenti di tengah jalan.

Kesimpulan

Kasus kredit Sritex yang merugikan negara hingga Rp1,08 triliun merupakan cerminan nyata dari korupsi sistemik yang melibatkan pejabat tinggi bank dan perusahaan besar. Penetapan 11 tersangka menunjukkan keseriusan Kejagung dalam menindak tegas pelaku korupsi di sektor perbankan. Namun, publik berharap proses hukum berjalan adil dan transparan, serta uang negara bisa dipulihkan.