Drama Gas LPG 3 Kg Kebijakan Baru, Masalah Baru?

Gas 3 KG

FYPMedia.ID – Polemik seputar distribusi gas LPG 3 kilogram semakin memanas setelah pemerintah resmi melarang penjualannya di tingkat pengecer per 1 Februari 2025. Kebijakan ini diklaim bertujuan untuk memastikan distribusi yang lebih tepat sasaran, tetapi justru menuai kritik dari berbagai pihak, mulai dari masyarakat kecil hingga pengamat kebijakan publik.

Jhon Sitorus, pemerhati sosial dan politik, menyoroti adanya “skenario besar” di balik kebijakan ini. Ia mempertanyakan bagaimana pelaku kebijakan yang menciptakan krisis justru diskenariokan menjadi pahlawan penyelamat. “Seolah-olah drama ini diciptakan sendiri, lalu solusinya juga datang dari orang yang sama,” ungkapnya dalam pernyataannya di media sosial.

Di sisi lain, dampak dari kebijakan ini mulai terasa di lapangan. Di berbagai daerah, masyarakat mengeluhkan sulitnya mendapatkan LPG 3 kg, yang sebelumnya bisa mereka beli dengan mudah di warung-warung pengecer. Kini, masyarakat harus membeli gas subsidi ini melalui pangkalan resmi yang telah ditunjuk pemerintah, yang tidak selalu berlokasi dekat dengan tempat tinggal mereka.

Baca Juga: Prabowo Turun Tangan! Fakta Baru Kebijakan Elpiji 3 Kg, Pengecer Bisa Jual Lagi

Ferdinand Hutahaean, politikus PDIP, turut menyoroti dilema yang muncul dari kebijakan ini. “Di satu sisi, kita memang perlu menata tata niaga LPG agar subsidi lebih tepat sasaran. Namun, di sisi lain, kebijakan ini berpotensi menghilangkan sumber pendapatan bagi ribuan pengecer kecil yang selama ini bergantung pada penjualan gas melon,” ujarnya.

Dampak ekonomi dari kebijakan ini juga mulai terasa. Sejumlah pengecer yang sebelumnya menjual gas subsidi mengaku kehilangan sumber penghasilan. Sementara itu, di beberapa daerah, muncul laporan bahwa harga LPG 3 kg melonjak akibat kelangkaan dan mekanisme distribusi baru yang dianggap kurang efisien.

David Wijaya, seorang pegiat media sosial, mengkritik kebijakan ini dengan nada tajam. “Yang susah rakyat kecil, tapi kalian enteng bilang nanti ada evaluasi. Kenapa tidak disiapkan sistem yang matang dulu sebelum aturan ini diterapkan?” tulisnya dalam sebuah unggahan yang viral.

Baca Juga: Prabowo Pangkas APBN 2025: Pemotongan Anggaran Hingga Rp306,6 Triliun

Pemerintah sendiri tetap bertahan dengan kebijakan ini, dengan alasan bahwa sistem distribusi yang lebih ketat akan memastikan bahwa subsidi benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang berhak. Namun, dengan berbagai pro dan kontra yang berkembang, apakah kebijakan ini benar-benar akan memberikan solusi, atau justru menciptakan masalah baru?

Hingga saat ini, perdebatan masih terus bergulir, dan masyarakat hanya bisa berharap bahwa kebijakan ini tidak menjadi drama berkepanjangan yang akhirnya merugikan mereka yang paling membutuhkan.