DeepSeek: Chatbot AI China yang Mengguncang Dominasi OpenAI dan Meta

Ratusan Perusahaan Blokir DeepSeek karena Kekhawatiran Keamanan Data
sumber foto: kompas.com

FYPMedia.ID – DeepSeek, chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) asal China, kini menjadi pusat perhatian global. Aplikasi ini semakin populer dan bahkan menempati peringkat teratas di App Store di Amerika Serikat, Inggris, dan China sejak dirilis pada 2023. 

Popularitasnya yang meningkat pesat menandakan persaingan baru dalam industri AI yang selama ini didominasi oleh perusahaan-perusahaan Amerika seperti OpenAI dan Meta.

Tidak seperti pesaingnya, chatbot baru ini menggunakan chip buatan sendiri yang tidak bergantung pada impor dari Amerika Serikat. Hal ini membuatnya lebih efisien dalam konsumsi daya komputasi dan biaya produksi yang lebih rendah. 

Dengan strategi ini, DeepSeek berpotensi mengubah lanskap industri kecerdasan buatan global dan menjadi ancaman bagi dominasi perusahaan-perusahaan teknologi Amerika.

Dibuat oleh Liang Wenfeng

DeepSeek merupakan produk dari perusahaan teknologi asal Hangzhou, High-Flyer, yang didirikan oleh Liang Wenfeng pada 2015. Awalnya, perusahaan ini berfokus pada komputasi canggih untuk menganalisis data keuangan.

Baca juga: Meta Pangkas 3.600 Karyawan untuk Peningkatan Kinerja

Namun, pada 2023, Liang mengubah arah bisnisnya untuk mengembangkan model AI inovatif yang kemudian dikenal sebagai DeepSeek.

Dengan modal awal sebesar 10 juta yuan (sekitar Rp 22,3 miliar), ia berhasil meluncurkan model AI pertamanya pada 2023. 

Pada November 2024, mereka memperkenalkan sebagai model AI yang dirancang untuk meniru pola pikir manusia. Model ini menjadi dasar pengembangan aplikasi chatbot DeepSeek, yang kemudian dirilis pada Januari 2025.

Deepseek Teknologi Efisien

Salah satu faktor utama di balik keberhasilannya adalah efisiensi teknologinya. Dibandingkan dengan OpenAI yang menghabiskan lebih dari $100 juta untuk melatih model AI-nya, DeepSeek hanya membutuhkan sekitar $6 juta. 

Selain itu, meskipun AS telah membatasi ekspor chip AI ke China, DeepSeek tetap mampu mengembangkan model AI dengan biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan pesaingnya.

DeepSeek juga menawarkan solusi yang lebih murah bagi pengembang AI di China, memungkinkan lebih banyak perusahaan untuk mengembangkan teknologi mereka sendiri tanpa harus bergantung pada teknologi dari Barat. 

Dengan biaya operasional yang lebih rendah, chatbot tersebut berpotensi mendorong perusahaan-perusahaan AI lain untuk menurunkan harga layanan mereka guna tetap kompetitif di pasar global.

Tantangan dan Tekanan dari Amerika Serikat

DeepSeek menghadapi tantangan besar dari pemerintah Amerika Serikat. AS menganggap chatbot asal China ini sebagai ancaman nasional dan sedang menyelidiki dampaknya terhadap keamanan siber. 

Bahkan, Angkatan Laut AS telah melarang prajuritnya menggunakan aplikasi ini karena khawatir terhadap potensi kebocoran data dan risiko etika yang terkait dengan teknologi AI asal China.

Baca juga: Perseteruan Elon Musk dan Altman di Balik Proyek AI Stargate

David Sacks, Kepala AI dan Kripto AS, menuduh chatbot buatan Liang Wanfeng tersebut menggunakan metode distilasi pengetahuan untuk meniru model AI OpenAI. Distilasi pengetahuan adalah teknik di mana model AI yang lebih kecil dilatih untuk meniru model yang lebih besar dan kompleks. 

Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan perusahaan teknologi AS, yang kini berusaha membatasi metode ini agar tidak dimanfaatkan oleh kompetitor asing.

ChatBot ini menjadi target serangan siber. Pada 27 Januari 2025, pengembang DeepSeek melaporkan bahwa sistem mereka mengalami serangan besar-besaran yang menyebabkan pembatasan pendaftaran pengguna baru. Serangan ini diduga dilakukan untuk menghambat perkembangan DeepSeek di pasar global.

Selain itu, keberhasilannya juga menuai kontroversi terkait geopolitik. Pemerintah China melihat perkembangan DeepSeek sebagai langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada teknologi Amerika. 

Bahkan, Liang Wenfeng, dilaporkan menghadiri simposium tertutup bersama Perdana Menteri China, Li Qiang, sebagai bagian dari upaya Beijing dalam memperkuat industri AI domestik.