3 Dampak Mengkhawatirkan Kebijakan Trump Hentikan Pasokan Obat TBC-HIV dan Imbasnya untuk Indonesia

dampak
Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk menarik Washington keluar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) beberapa jam setelah dilantik. (Foto: REUTERS/Carlos Barria)

FYPMedia.ID – Kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang menghentikan pasokan obat-obatan seperti obat TBC, HIV, dan bantuan medis untuk negara-negara miskin termasuk Indonesia, telah menimbulkan dampak mengkhawatirkan di kalangan para ahli kesehatan. 

Keputusan ini berpotensi memperburuk situasi kesehatan global, terutama bagi negara-negara yang sudah berjuang melawan penyakit menular seperti tuberkulosis (TBC), HIV, dan malaria.

Pada 20 Januari, Trump memerintahkan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) untuk menghentikan pasokan obat-obatan vital. 

Menteri Kesehatan Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan bahwa “itu memang Amerika ‘freeze’ semua bantuan, Indonesia juga terasa.” 

Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia, yang selama ini bergantung pada bantuan dari AS, kini harus mencari alternatif sumber pendanaan.

Baca juga: Trump Hentikan Pasokan Obat HIV, Malaria, dan TBC untuk Negara Miskin

  • Dampak Terhadap Penanganan TBC di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban TBC tertinggi di dunia. Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Stop TB Partnership Indonesia, dr. Henry Diatmo, penghentian pendanaan dan akses obat-obatan yang vital untuk pengobatan TBC bisa merusak strategi penanggulangan penyakit ini. 

“Dengan adanya pernyataan Presiden Trump, tentu ini akan menjadi langkah mundur dalam penanggulangan TBC, selama ini semua pihak terus berupaya bersama, namun dengan adanya narasi seperti yang disampaikan Donald Trump, ini menjadi langkah mundur, ibaratnya tiba-tiba kita mendapatkan sabotase dalam upaya penanggulangan TBC,” ujar dr Henry.

Kebijakan ini tidak hanya berdampak pada Indonesia, tetapi juga dapat memperburuk penyebaran TBC secara global. 

Dr. Nurul Luntungan, Ketua Yayasan Stop TB Partnership Indonesia, menambahkan bahwa “kebijakan yang sepertinya merupakan keputusan politis untuk menunjukkan kekuasaan. Kalaupun mereka ingin melihat efisiensi, harusnya bisa dilakukan dengan melakukan langkah bertahap dengan upaya mitigasi risiko.”

Baca juga: Donald Trump Umumkan Investasi Rp8,159 Triliun untuk Infrastruktur AI

  • Ancaman Kesehatan Global

Keputusan Trump untuk menghentikan bantuan medis juga berpotensi menimbulkan ancaman kesehatan global. 

Atul Gawande, mantan kepala kesehatan global di USAID, menyebut kebijakan ini sebagai “bencana besar.” 

Ia menekankan bahwa “sumbangan obat-obatan telah menyelamatkan 20 juta orang yang hidup dengan HIV, dan itu semua berakhir hari ini.” 

Tanpa pengobatan yang tepat, virus HIV dapat berkembang dengan cepat, meningkatkan risiko penularan kepada orang lain.

Laporan dari The New York Times menunjukkan bahwa tanpa pengobatan yang tepat, satu dari tiga wanita hamil yang tidak mendapatkan pengobatan dapat menularkan virus kepada bayi mereka. 

Hal ini berpotensi menyebabkan munculnya strain virus yang resisten, yang dapat menyebar secara global.

Baca juga: Keputusan Kontroversial Trump: 4 Dampak Langkah AS Keluar dari WHO

  •  Upaya Diversifikasi Sumber Pendanaan

Meskipun dampak dari kebijakan ini cukup besar, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin optimis bahwa Indonesia dapat mencari alternatif sumber pendanaan. 

“Kita beruntung bahwa sumber hibah Indonesia sudah diversifikasi, bukan hanya dari AS, tetapi juga ada negara-negara lain,” jelasnya. 

Pemerintah Indonesia kini aktif menjalin kerja sama dengan negara-negara seperti Arab Saudi dan India untuk memastikan ketersediaan obat-obatan dan tenaga kesehatan.

Budi juga merencanakan kunjungan ke Australia untuk menjajaki kemungkinan tambahan bantuan. 

“Saya Insya Allah minggu depan ke Australia untuk melihat apakah bisa ditambah bantuan dari sana untuk bisa bantu kita,” ujarnya, Kamis (30/1/2025) mengutip Detik.com.

Kebijakan penghentian pasokan obat-obatan oleh Trump tidak hanya berdampak pada Indonesia, tetapi juga dapat memperburuk situasi kesehatan global. 

Dengan Indonesia menjadi negara dengan beban TBC tertinggi kedua di dunia, langkah ini berpotensi menghambat pencapaian target eliminasi TBC pada tahun 2030.

(Oda/Evly)