Jelajahi Semarang: 5 Oleh-Oleh Khas yang Wajib Dicoba!

kuliner semarang
Foto: Google

FYPMEDIA.ID – Semarang, sebuah kota di Jawa Tengah, terkenal dengan beragam makanan khas yang lezat dan cocok sebagai oleh-oleh termasuk lumpia Semarang yang renyah dan lezat, wingko Babat yang manis dan gurih, serta Bandeng Presto yang merupakan ikan bandeng yang diolah dengan cara presto sehingga dagingnya empuk dan bumbunya meresap. Selain itu, terdapat beberapa kuliner lainnya yang dapat menjadi pilihan bagi wisatawan yang ingin membawa oleh-oleh khas dari Semarang.

 

Lumpia Semarang

oleh-oleh
Foto: Google

Tak bisa dipungkiri, lumpia menjadi salah satu ikon kuliner yang wajib dicicipi saat mengunjungi Kota Semarang, Jawa Tengah. Dikenal sebagai hasil akulturasi budaya Jawa dan Tionghoa, lumpia Semarang telah dinyatakan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia sejak tahun 2014. Namun, popularitasnya tak luput dari kritik terkait aroma tak sedap yang kadang disebabkan oleh rebung yang tidak dibersihkan secara menyeluruh.

Sejarah unik mengenai lumpia Semarang melibatkan pernikahan antara sepasang suami istri etnis Tionghoa dan Jawa pada abad ke-19. Dari situlah, bermunculan kedai-kedai lumpia yang menjadi bagian penting dari kisah kuliner Kota Semarang. Dengan posisi strategisnya dalam jalur perdagangan sejak masa kerajaan Hindu-Buddha, Semarang menjadi pusat perpaduan budaya yang menarik bagi berbagai etnis, khususnya etnis Tionghoa.

Lumpia tidak hanya berperan sebagai kuliner lezat, namun juga menggambarkan adaptasi etnis Tionghoa dalam menjalani kehidupan di tanah Jawa, terutama pada masa Orde Baru ketika itu aktivitas politik dan ibadah dibatasi. Meski demikian, industri lumpia tetap bertahan hingga kini, menjadi bagian tak terpisahkan dari kekayaan kuliner Semarang yang patut dijaga dan dinikmati oleh generasi mendatang.

 

Bandeng Presto

oleh-oleh
Foto: Google

Bandeng Presto, makanan khas Semarang, adalah jenis ikan bandeng yang dimasak menggunakan teknik presto sehingga dagingnya menjadi lembut dan mudah dipisahkan dari tulangnya. Biasanya disajikan dengan saus manis pedas dan sering dijual dalam kemasan siap oleh-oleh.

Perintis usaha Bandeng Presto adalah seorang wanita kelahiran Juwana, Jawa Tengah, pada tanggal 28 Juni 1953, bernama Ibu Hanna Budimulya. Pada pertengahan tahun 1976, ia tinggal dalam keadaan yang sederhana di sebuah rumah kayu di antara bangunan berdinding bata di Jalan Pandanaran no. 33, Semarang. Suaminya, almarhum Bapak Agus Pradekso, mengalami kesulitan dalam mencari nafkah sebagai sopir truk yang melayani rute Semarang-Jakarta. Meskipun sudah bekerja keras, pendapatan yang didapat tidak mencukupi, bahkan biaya perawatan truk lebih besar dari penghasilannya. Ibu Hanna merasa khawatir dengan pekerjaan suaminya sebagai sopir truk dan setiap malam ia berdoa agar bisa mendapat penghasilan dari cara lain.

Suatu hari, ketika mengantar anak pertamanya ke taman kanak-kanak, Ibu Hanna melihat ibu-ibu lain membawa barang dagangan seperti pakaian dan sepatu. Melihat hal tersebut, Ibu Hanna pun ingin membantu suaminya tetapi tidak tahu apa yang bisa dijualnya. Dalam kebingungannya, Ibu Hanna berdoa meminta petunjuk Tuhan tentang usaha apa yang cocok baginya.

Setelah berdoa dengan sungguh-sungguh, Ibu Hanna mendapatkan ide untuk menjual ikan bandeng yang dimasak dengan teknik tertentu agar durinya menjadi lunak. Ia menggunakan panci presto merk Presto yang merupakan hadiah ulang tahunnya pada tanggal 28 Juni 1976. Meskipun mengalami beberapa kegagalan awal, akhirnya Ibu Hanna berhasil menemukan cara untuk melunakkan durinya.

Produksi awal Ibu Hanna terdiri dari tiga kilogram atau 12 ekor ikan bandeng. Ia menawarkan Bandeng Presto buatannya kepada ibu-ibu di sekolah. Pada hari pertama, hanya dua ekor yang terjual. Namun, jumlah pembeli meningkat setiap harinya. Dengan semakin percaya diri, Ibu Hanna membuka toko Bandeng Presto di depan rumahnya. Kata ‘presto’ diambil dari merek pancinya.

Toko Bandeng Presto semakin ramai dikunjungi pembeli, bahkan menarik minat tetangga untuk ikut berbisnis yang sama. Akhirnya, suami Ibu Hanna menjual truknya dan membantu mengelola usaha Bandeng Presto, melakukan perjalanan setiap pagi pukul 04.00 ke pasar ikan Kobong yang berjarak sekitar 10 kilometer untuk membeli ikan bandeng.

Awalnya, harga jual Bandeng Presto adalah Rp5.000 per ekor. Adanya pesaing dari tetangga, Bapak Agus mematenkan merek Presto agar tidak digunakan oleh orang lain. Bandeng Presto kini menjadi ikon kota Semarang, menarik pembeli tidak hanya dari dalam kota tetapi juga dari luar, termasuk Surabaya, Jakarta, Bandung, dan bahkan destinasi luar negeri seperti Hong Kong dan Amerika.

 

Moaci Gemini

kuliner
Foto: Google

Moaci Gemini, ikon kuliner khas Semarang sejak tahun 1985, telah menjadi warisan lezat yang diwarisi oleh generasi ketiga. Memulai perjalanan dari penjualan jajanan pasar, kini mereka telah menjelma menjadi salah satu produsen kudapan terkemuka dengan menggali potensi moaci hingga menemukan resep yang sesuai dan memikat hati pembeli. Dengan kejutan yang menggembirakan, moaci khas ini meraih respons positif yang luar biasa dari para konsumen.

Melihat peluang yang tak terduga tersebut, Moaci Gemini mengalami transformasi signifikan, ditingkatkan menjadi produk kudapan khas yang dipasarkan secara luas. Awalnya, penjualannya hanya berada di lingkungan tetangga dan teman-teman, namun dengan berjalannya waktu, mereka membuka toko pertama di Jalan Kartini pada tahun 2014, diikuti oleh toko kedua di sekitar Madukoro pada 2016. Tak berhenti di situ, terobosan terbaru mereka adalah keberadaan stand di dalam Istana Buah.

Produk Moaci Gemini Semarang memiliki keunikan tersendiri, terutama dalam isi kacangnya yang menggoda. Tekstur produk ini membedakannya dari yang lain, begitu pula dengan aroma yang khas. Dengan produktivitas mencapai 50.000-100.000 dus per hari, Moaci Gemini Semarang berhasil menjaga kualitasnya tanpa mengabaikan kuantitas.

Kini, produk mereka dapat dengan mudah diperoleh melalui platform daring, baik melalui media sosial maupun marketplace. Kisaran harga satu dus Moaci Gemini berkisar antara Rp27.000 hingga Rp73.500, tergantung pada varian dan kemasan yang dipilih.

 

Wingko Babat

kuliner
Foto: Google

Sejarah khasanah kuliner Wingko Babat, awalnya berasal dari Lamongan, Jawa Timur, dan kini menjadi salah satu oleh-oleh terkenal Semarang, mengungkap perjalanan panjang dari akarnya hingga menjadi bagian integral dari warisan kota. Jajanan ini pertama kali dibuat pada tahun 1898 oleh pasangan perantau Tiongkok, Loe Soe Siang dan istrinya Djoa Kiet Nio, yang menetap di Babat, Lamongan.

Selain itu, menyoroti peran penting dari generasi penerus, Loe Lan Ing dan Loe Lan Hwa, yang meneruskan usaha keluarga di Babat, Lamongan. Namun, peristiwa bersejarah pada 1944, ketika Babat dilanda huru-hara akibat Perang Dunia II, memaksa Loe Lan Hwa bersama suaminya, The Ek Tjong (D Mulyono), dan keluarganya mengungsi ke Semarang. Di sinilah pada 1946, Loe Lan Hwa mulai memproduksi Wingko Babat di Semarang, membuka jalan bagi makanan tersebut untuk menjadi ikon khas kota.

Perkembangan bisnis Wingko Babat ini terjadi secara bertahap. Dengan awalnya hanya dibungkus kertas tanpa merek. Namun, atas permintaan pembeli, Loe Lan Hwa akhirnya memberi nama ‘Cap Spoor’ yang diilhami oleh gambar sampul buku saran di gerbong restorasi atau kereta makan, merujuk pada pekerjaan suaminya. Kemudian, dengan evolusi bahasa Indonesia, merek tersebut berubah menjadi ‘Cap Kereta Api’. Tidak hanya itu, D Mulyono mendapatkan hak paten atas merek dagangnya pada tahun 1958.

Dalam konteks perdagangan, penjualan Wingko Babat di Semarang mengalami pergeseran geografis menjadi pusat perdagangan berpindah dari Kota Lama ke kawasan Simpang Lima pada 1965. Meskipun berasal dari Lamongan, kini Wingko Babat lebih dikenal sebagai makanan khas Semarang, dengan produksinya yang telah merambah beberapa wilayah di kota tersebut.

 

Tahu Petis

kuliner
Foto: Google

Tahu Petis Semarang sebagai perpaduan sempurna antara cita rasa gurih, manis, dan pedas yang telah memikat hati para pecinta kuliner di seluruh Indonesia. Tahu Petis dengan ciri khasnya yang unik telah menjadi salah satu warisan budaya kuliner yang tak ternilai harganya. Memadukan tahu yang hangat dan lembut dengan saus petis udang yang kaya rasa, hidangan ini tidak hanya memanjakan lidah tetapi juga membangkitkan kenangan akan aroma dan cita rasa masa lalu.

Meskipun asal-usulnya terletak di kota Semarang, Tahu Petis telah melampaui batas-batas geografis, merambah ke berbagai daerah di seluruh Indonesia. Keberagaman kuliner nusantara tercermin dalam variasi hidangan ini, yang disesuaikan dengan selera lokal dan bahan-bahan yang tersedia di setiap daerah.

Namun, keberadaan Tahu Petis tidak terbatas pada tradisi kuliner yang kaku. Seiring dengan perkembangan zaman, Tahu Petis telah mengalami transformasi dalam konteks kuliner modern. Inovasi kreatif dari para koki telah menghasilkan berbagai variasi hidangan, dari yang tradisional hingga yang berkonsep makanan cepat saji, tetapi tetap mempertahankan esensi dan cita rasa unik Tahu Petis.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Tahu Petis telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas kuliner Indonesia. Lebih dari sekadar hidangan khas daerah, Tahu Petis mencerminkan keragaman dan adaptasi budaya makanan dalam menghadapi perubahan zaman.

Dengan demikian, Tahu Petis Semarang tidak hanya sekadar makanan, tetapi juga merupakan sebuah cerminan dari kekayaan budaya kuliner Indonesia yang terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan zaman.