FYP Media.ID – Donald Trump membuat gebrakan besar di tengah konflik yang tak kunjung reda di Gaza. Pada Selasa, 1 Juli 2025, Trump mengumumkan bahwa Israel telah menyetujui gencatan senjata selama 60 hari dengan Hamas. Pengumuman itu sontak mengundang reaksi global, terutama karena bertolak belakang dengan pernyataan keras PM Israel, Benjamin Netanyahu.
Apakah ini pertanda perdamaian di Gaza atau hanya manuver politik semata? Artikel ini akan membahas secara mendalam 7 dampak besar dari gencatan senjata 60 hari yang diklaim Trump.
1. Terbukanya Peluang Damai, Tapi Masih Banyak Ketidakpastian
Trump menyampaikan melalui Truth Social bahwa perwakilannya telah mencapai kesepakatan penting dengan Israel mengenai gencatan senjata Gaza selama 60 hari. Selama periode tersebut, Trump mengklaim pihaknya akan bekerja sama dengan Qatar dan Mesir sebagai mediator untuk menghentikan perang sepenuhnya.
Namun, optimisme ini diiringi keraguan besar. Netanyahu sendiri tetap bersikukuh pada posisi lamanya untuk menghancurkan Hamas secara total dan tidak menyebut soal kompromi atau kesepakatan jangka panjang.
2. Gencatan Senjata Bisa Selamatkan Ribuan Nyawa Sipil
Sejak 7 Oktober 2023, lebih dari 56.600 warga Palestina tewas di Gaza, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Jika benar terjadi, gencatan senjata dua bulan ini berpotensi menyelamatkan ribuan nyawa tambahan yang terancam setiap harinya.
Menurut laporan dari jurnalis Al Jazeera di lapangan, lebih dari 100 warga Palestina terbunuh setiap hari. Gencatan senjata bisa memberikan jeda untuk bantuan kemanusiaan, evakuasi korban luka, dan pemulihan infrastruktur darurat.
3. Netanyahu Terjebak di Tengah Tekanan Internal & Eksternal
Gencatan senjata 60 hari juga menempatkan Netanyahu dalam posisi sulit secara politik. Di dalam negeri, mitra koalisinya dari kalangan sayap kanan menentang penghentian perang. Mereka justru mendesak Israel untuk menguasai Gaza secara permanen.
Sementara itu, tekanan dari luar—terutama dari AS dan kubu Trump—terus meningkat agar Israel menerima solusi damai demi pembebasan sandera dan pengakhiran konflik.
Hal ini memunculkan dilema: apakah Netanyahu siap menghadapi perpecahan koalisi demi perdamaian, atau tetap menuruti kubu garis keras?
4. Nasib Sandera Jadi Kunci Sukses atau Gagalnya Gencatan Senjata
Hamas masih menahan sekitar 50 sandera Israel. Menurut laporan intelijen, kurang dari setengahnya diyakini masih hidup.
Trump berharap gencatan senjata dua bulan ini bisa menjadi jembatan untuk menyelesaikan pertukaran sandera. Namun, Hamas tetap menegaskan: tidak akan ada pembebasan sandera tanpa penghentian total perang dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.
Jika tak ada kemajuan dalam isu sandera ini, seluruh gencatan senjata bisa runtuh sebelum waktunya.
5. Hamas Menyambut Proposal, Tapi Tetap Minta Jaminan Hentikan Perang
Hamas mengatakan telah menerima proposal dari mediator dan tengah mempelajarinya. Namun, mereka menegaskan bahwa kesepakatan harus mengarah pada berakhirnya perang, bukan sekadar jeda.
Hamas menuntut:
-
Penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza
-
Penghentian permanen serangan udara dan darat
-
Jaminan internasional bahwa Israel tak akan kembali menyerang
Jika tuntutan ini tak dipenuhi, Hamas bisa menarik diri dari negosiasi—yang berarti kegagalan total bagi upaya Trump.
6. Eskalasi Militer Jika Gagal Capai Kesepakatan
Pejabat Israel memperingatkan bahwa jika negosiasi gagal, mereka akan melanjutkan serangan besar-besaran ke wilayah yang tersisa. Kota Gaza dan wilayah kamp tengah akan “diubah jadi debu”, menurut seorang pejabat militer Israel yang dikutip Axios.
Hal ini jelas menjadi ancaman langsung terhadap warga sipil, dan menunjukkan betapa rapuhnya gencatan senjata ini jika tak segera dilengkapi dengan kesepakatan politik dan keamanan yang solid.
7. Warga Palestina Tidak Percaya Trump Lagi
Banyak warga Palestina menyambut gencatan senjata dengan skeptisisme. Mereka merasa berulang kali dikecewakan oleh janji-janji perdamaian yang tidak pernah terwujud. Menurut jurnalis Al Jazeera Hani Mahmoud, kenyataan di lapangan tidak sejalan dengan wacana damai.
“Jika benar ingin mewujudkan gencatan senjata, mengapa Israel justru meningkatkan operasi militernya di Rafah dan wilayah tengah Gaza?” ujar Mahmoud.
Trump mungkin berharap bisa mencetak kemenangan diplomatik jelang pemilu 2026, namun kepercayaan publik, terutama warga Gaza, sudah sangat terkikis.
Bonus: Apa Kata Pejabat Israel?
Dalam laporan The New York Times, tiga pejabat Israel menyampaikan optimisme yang hati-hati terhadap usulan Trump. Dua di antaranya mengatakan proposal kali ini lebih baik dari versi Mei lalu, karena menjanjikan pengawasan berkelanjutan selama masa gencatan senjata.
Namun, tidak ada jaminan bahwa pihak-pihak yang terlibat benar-benar akan mematuhi perjanjian. Kerumitan politik, tekanan militer, dan perbedaan tujuan antara Israel dan Hamas bisa menjadi batu sandungan serius.
Kesimpulan: 60 Hari Penentu Masa Depan Gaza dan Timur Tengah?
Gencatan senjata 60 hari yang diumumkan oleh Donald Trump bisa menjadi titik balik besar bagi konflik Israel-Hamas. Tapi, banyak syarat dan jebakan politik yang harus dilewati sebelum jeda kemanusiaan ini berubah menjadi perdamaian jangka panjang.
Di atas kertas, jeda ini bisa:
-
Menyelamatkan ribuan nyawa
-
Memungkinkan pembebasan sandera
-
Memberi ruang negosiasi damai
Namun realitanya, selama syarat-syarat kaku dari kedua pihak belum dilunakkan, perdamaian masih jauh dari kenyataan.
Satu hal yang pasti: dunia kini menunggu apakah Trump benar-benar bisa mewujudkan gencatan senjata yang selama ini hanya jadi wacana. Dan jika gagal, eskalasi berikutnya bisa jauh lebih mematikan.