FYPMedia. ID – Pernyataan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, mengenai teror pengiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica), memicu polemik di berbagai kalangan. Hasan menanggapi kasus tersebut dengan menyarankan agar kepala babi itu dimasak saja, sebuah pernyataan yang dianggap tidak sensitif di tengah kecaman terhadap aksi teror terhadap jurnalis.
“Udah matang aja,” ujar Hasan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025). Saat awak media mencoba mengonfirmasi ulang maksud dari pernyataannya, Hasan tetap berpegang teguh pada pendapatnya. “Udah masak aja,” tegasnya.
Selain itu, Hasan juga menilai bahwa insiden ini bukan merupakan ancaman bagi Cica. Ia beralasan bahwa berdasarkan pantauannya di media sosial, Cica tampak santai menanggapi peristiwa tersebut. “Saya lihat dari media sosialnya Francisca yang wartawan Tempo itu, dia justru minta dikirimin daging babi,” ujar Hasan.
Pernyataan ini lantas memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama dari komunitas jurnalis dan organisasi masyarakat sipil yang menilai bahwa sikap Istana tidak mencerminkan empati dan dapat merusak kebebasan pers di Indonesia.
Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Pernyataan Hasan
Tidak lama setelah pernyataan Hasan menjadi sorotan, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari delapan organisasi, termasuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), mengecam keras respons yang dinilai meremehkan ancaman terhadap kebebasan pers.
“Komentar yang disampaikan oleh Hasan Nasbi tidak hanya tidak sensitif, tetapi juga meremehkan ancaman nyata terhadap jurnalis. Kasus ini bukan sekadar candaan, melainkan bagian dari eskalasi ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia,” bunyi pernyataan resmi koalisi.
Koalisi ini juga mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera meninjau kembali posisi Hasan Nasbi sebagai Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, mengingat perannya sebagai juru bicara pemerintah seharusnya mencerminkan keseriusan dalam melindungi kebebasan pers.
“Kami meminta Presiden untuk mengevaluasi pernyataan ini dan menunjukkan komitmen nyata dalam melindungi kebebasan pers dengan memastikan bahwa tindakan teror terhadap jurnalis diusut secara tuntas,” tambah pernyataan tersebut.
Kronologi Teror Kepala Babi
Kasus ini bermula pada Rabu (19/3/2025) ketika kantor Tempo menerima sebuah paket misterius yang ditujukan kepada Francisca Christy Rosana. Paket tersebut diterima oleh satuan pengamanan Tempo pada pukul 16.15 WIB, namun baru dibuka keesokan harinya, Kamis (20/3/2025), sekitar pukul 15.00 WIB.
Ketika dibuka, paket itu ternyata berisi kepala babi dalam kondisi mengenaskan—kedua telinganya telah terpotong. Kejadian ini segera mengundang reaksi dari pihak Tempo dan komunitas jurnalis yang menganggapnya sebagai bentuk teror untuk membungkam kerja jurnalistik.
Tak lama setelah itu, Tempo melaporkan insiden ini ke Bareskrim Polri pada Jumat (21/3/2025). Pihak Tempo juga menyerahkan barang bukti dan rekaman CCTV yang merekam momen saat paket tersebut diterima.
Reaksi Tempo dan Dewan Pers
Menanggapi insiden ini, pihak Tempo bersama Komite Keselamatan Jurnalis menegaskan bahwa tindakan ini adalah bentuk intimidasi serius terhadap kebebasan pers.
“Kami melihat ini sebagai bentuk ancaman yang sangat jelas terhadap jurnalis dan kebebasan pers. Tidak ada ruang bagi tindakan semacam ini dalam negara demokrasi,” kata perwakilan Tempo dalam pernyataan resminya.
Dewan Pers juga mengecam tindakan teror ini dan mendesak kepolisian untuk segera mengusut tuntas kasus tersebut.
“Ancaman semacam ini harus diusut hingga tuntas. Negara harus menjamin bahwa jurnalis bisa bekerja tanpa rasa takut,” ujar Ketua Dewan Pers dalam keterangannya.
Dukungan terhadap Tempo dan jurnalis yang menjadi korban intimidasi juga datang dari berbagai kalangan, termasuk organisasi pers internasional. Mereka menilai bahwa insiden ini mencerminkan meningkatnya ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Penyelidikan Polisi dan Sikap Pemerintah
Saat ini, kepolisian masih menyelidiki kasus ini dengan menelusuri asal-usul paket serta kemungkinan pelaku di balik pengiriman kepala babi tersebut. Rekaman CCTV dan bukti lainnya sedang dianalisis guna mengungkap identitas pengirim.
Sementara itu, pemerintah belum mengeluarkan pernyataan resmi selain tanggapan kontroversial dari Hasan Nasbi. Tekanan dari publik dan organisasi masyarakat sipil terus meningkat, menuntut pemerintah untuk menunjukkan langkah konkret dalam menangani kasus ini.
Sejumlah pengamat menilai bahwa insiden ini menjadi ujian bagi pemerintahan Prabowo dalam membuktikan komitmennya terhadap kebebasan pers dan perlindungan jurnalis.
Dengan meningkatnya sorotan publik terhadap kasus ini, banyak pihak berharap agar penyelidikan dapat dilakukan secara transparan dan tuntas, serta tidak ada impunitas bagi pelaku yang mencoba mengancam kebebasan pers di Indonesia.