Tarif Parkir Rp60.000 di Tanah Abang Resahkan Warga, Apa Solusinya?

Tarif Parkir Rp60.000 di Tanah Abang Resahkan Warga, Apa Solusinya?

FYPMedia.id – Tanah Abang kembali jadi sorotan publik. Bukan karena diskon besar menjelang Lebaran, tapi karena tarif parkir liar yang bikin warga geleng-geleng kepala. Bayangkan, hanya parkir sebentar di trotoar, seorang warga dikenakan tarif Rp60.000 oleh juru parkir liar. Kejadian ini langsung viral di media sosial dan memicu reaksi keras dari masyarakat, wakil rakyat, hingga pemerintah daerah.

Dalam video yang ramai beredar, tampak dua orang menghampiri seorang pengendara yang baru saja memarkir mobilnya di kawasan Tanah Abang. Mereka meminta uang parkir sebesar Rp60.000 tanpa menunjukkan tanda pengenal resmi atau karcis. Tak lama setelah video itu mencuat, aparat kepolisian pun bergerak cepat dan menangkap empat orang juru parkir liar yang diduga terlibat dalam praktik pungli tersebut. Mereka kini telah diserahkan ke Dinas Sosial untuk proses lebih lanjut. Salah satu pelaku bahkan sempat menyampaikan permintaan maaf lewat video, namun tetap tak meredam kemarahan publik.

Masalah parkir liar di Tanah Abang sebenarnya bukan hal baru. Sudah bertahun-tahun warga dan pengunjung mengeluh soal keberadaan para juru parkir liar yang menarik tarif semaunya. Bahkan, menurut sejumlah warganet, tarif parkir bisa tembus hingga Rp90.000 pada hari-hari tertentu. Praktik semacam ini membuat banyak orang enggan berkunjung ke pusat perdagangan tekstil terbesar se-Asia Tenggara itu. Bukan cuma merugikan warga, tapi juga para pedagang yang menggantungkan hidup dari keramaian pasar tersebut.

Situasi ini membuat Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta ikut buka suara. Mereka mengklaim telah melakukan pengawasan rutin di area-area rawan parkir liar, termasuk Tanah Abang. Namun, keberadaan para jukir liar dinilai licin bak belut. Ketika ada petugas, mereka menghilang. Begitu petugas lengah, mereka kembali beraksi. Sebagai respons atas kejadian terbaru ini, Dishub DKI berencana menerapkan penjagaan statis di titik-titik rawan dan memasang traffic cone di tepi jalan untuk mencegah kendaraan parkir sembarangan. Langkah ini diharapkan bisa menekan praktik pungli sekaligus memberikan rasa aman bagi masyarakat.

Baca Juga: Gubernur Jabar dan Wali Kota Bandung Sepakat Tata Ulang Kawasan Jalan Pasteur

Di sisi lain, edukasi kepada masyarakat juga dianggap penting. Dishub mengimbau agar warga tidak segan melaporkan aksi pungli parkir melalui kanal resmi pemerintah. Dengan adanya laporan masyarakat, penindakan bisa lebih cepat dan tepat sasaran. Pemerintah juga tengah menggandeng kepolisian dan Satpol PP untuk melakukan operasi gabungan demi memberantas parkir liar secara menyeluruh.

Namun, banyak pihak menilai langkah tersebut masih belum cukup. DPRD DKI Jakarta mendesak agar Pemprov DKI tidak hanya fokus pada penindakan juru parkir liar, tapi juga mengatasi akar masalahnya: kurangnya tempat parkir resmi yang memadai di sekitar Tanah Abang. Tanpa solusi menyeluruh, praktik parkir liar hanya akan berpindah tempat atau muncul kembali di kemudian hari. DPRD juga menyoroti potensi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) akibat maraknya parkir ilegal. Padahal, jika dikelola dengan baik dan masuk ke kas daerah, tarif parkir bisa menjadi sumber pemasukan yang signifikan.

Menurut anggota dewan, kunci dari semua ini adalah ketegasan aturan dan konsistensi penegakan hukum. Mereka menyarankan agar Pemprov DKI memperluas jaringan park and ride atau membangun gedung parkir vertikal di sekitar pusat perbelanjaan besar seperti Tanah Abang. Dengan demikian, masyarakat punya pilihan tempat parkir yang resmi, aman, dan terjangkau.

Keluhan warga atas tarif parkir liar ini bukan hanya soal uang. Lebih dari itu, ada rasa tidak adil karena warga merasa dipaksa membayar tanpa dasar hukum yang jelas. Seorang warga Jakarta Utara, misalnya, bercerita bahwa ia hanya parkir sebentar untuk menjemput keluarganya yang belanja di Tanah Abang. Namun saat kembali ke mobil, ia langsung diminta Rp60.000 oleh dua orang tak dikenal. Ia sempat menolak, tapi diintimidasi dan akhirnya terpaksa membayar. Pengalaman ini membuatnya ogah kembali ke Tanah Abang.

Baca Juga: Pasar Tanah Abang Sepi Jelang Lebaran 2025, Apa Penyebabnya?

Cerita-cerita seperti ini banyak berseliweran di media sosial. Beberapa bahkan menyarankan untuk lebih baik naik transportasi umum seperti KRL atau TransJakarta saat hendak ke Tanah Abang, demi menghindari risiko dipalak jukir liar. Tapi tentu saja, tidak semua orang bisa atau nyaman menggunakan transportasi umum, terutama saat membawa barang banyak atau bersama keluarga.

Karena itu, solusi jangka panjang tetap dibutuhkan. Penertiban juru parkir liar hanya akan efektif jika dibarengi dengan penyediaan infrastruktur parkir yang layak dan terintegrasi. Tanpa itu, masalah serupa akan terus berulang di berbagai titik lain di Jakarta.

Fenomena ini juga jadi refleksi bahwa tata kelola ruang publik di ibu kota masih menghadapi tantangan besar. Ketika masyarakat tidak merasa aman hanya karena parkir kendaraan, itu menandakan ada yang perlu diperbaiki secara sistemik.

Saat ini, publik menanti langkah konkret dari Pemprov DKI. Masyarakat ingin Tanah Abang kembali jadi destinasi belanja yang ramai dan menyenangkan, tanpa bayang-bayang pungli. Dan yang terpenting, keadilan serta ketegasan hukum harus berdiri tegak di tengah-tengah kota ini.