The Eras Tour belakangan ini ramai menjadi perbincangan di lingkungan asia tenggara pasalnya kesepatakan ekslusif Taylor Swift di asia tenggara untuk konser The Eras tour di negara Singapura saja. Hal itu membuat Singapura dituding oleh Perdana Menteri (PM) Thailand, Srettha Tavisin bahwa negara Singapura telah memonopoli konser Taylor Swift. Konser berlangsung selama 6 hari, Singapura rela menghabiskan uangnya sebesar US $2 Juta hingga US $3 Juta untuk Tay-Tay tidak konser di negara ASEAN lain. Hal tersebut dikeluarkan sepadan bahkan sangat menguntungkan pasalnya negara Singapura dapat meningkatkan pendapatan negaranya.
Presiden QuestionPro Research and Insights, Dan Fleetwood menganalogikan kalau Taylor adalah sebuah ekonomi dia akan lebih besar dari GDP 50 negara. Efek Taylor Swift pada suatu negara ini jadi menciptakan nama swiftonomics. Para swifties membantu meningkatkan pendapatan negara melalui penginapan hotel, restoran dan belanja lainnya. The Fed melakukan analisa kasar, dalam perhitungannya setiap US $100 untuk live Taylor menghasilkan US $300 belanja tambahan untuk hotel, makan dan transportasi. Bahkan, pendapatan tersebut belum termasuk penjualan merchandise dan sponsor.
Menparekraf, Sandiaga Uno berpendapat Indonesia membutuhkan swiftonomics untuk mendokrak perekonomian nasional. Beliau bilang dana pariwisata yang dimiliki saat ini mampu kok menghadirkan berbagai acara termasuk konser. Dengan memberikan kerjasama keberlanjutan seperti yang dilakukan terhadap konser Coldplay yang memberikan tujuan keberlanjutan pada kualitas air dan lingkungan diharapkan bisa menjadi daya tarik baru yang bisa diberikan kepada Taylor Swift.