Sidang Praperadilan Staf Hasto Kristiyanto Ditunda, Pengacara Kecewa dengan KPK

Sidang Praperadilan Staf Hasto Kristiyanto Ditunda, Pengacara Kecewa dengan KPK

 

FYPMedia. ID – Sidang praperadilan yang diajukan oleh Kusnadi, staf Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, resmi ditunda hingga 8 April 2025. Keputusan ini diambil setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku termohon tidak hadir dalam persidangan yang seharusnya digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (24/3).

 

Hakim tunggal yang memimpin sidang, Samuel Ginting, mengonfirmasi bahwa KPK telah mengirimkan surat yang meminta penundaan sidang selama tiga minggu. Dalam surat tersebut, KPK berdalih bahwa mereka tengah menghadapi agenda praperadilan lain yang berlangsung secara bersamaan.

 

Namun, hakim menilai permintaan tersebut terlalu lama dan hanya memberikan penundaan selama dua minggu. Dengan demikian, sidang berikutnya dijadwalkan ulang pada 8 April 2025.

 

Pengacara Kusnadi Kecewa dan Kritik KPK

 

Ketidakhadiran KPK dalam sidang ini memicu reaksi keras dari tim kuasa hukum Kusnadi. Pengacara Kusnadi, Johannes Oberlin Tobing, mengungkapkan kekecewaannya terhadap permintaan penundaan yang diajukan KPK. Ia menilai alasan yang diberikan tidak cukup kuat dan seolah menjadi upaya untuk mengulur waktu.

 

“Yang pasti kami kecewa. Kami menilai permintaan KPK untuk menunda sidang hingga tiga pekan sangat tidak beralasan. Ini seperti strategi untuk mengulur waktu. Jika mereka merasa memiliki dasar hukum yang kuat, mengapa harus menunda? Seharusnya mereka bisa hadir dan membuktikan posisi mereka,” ujar Johannes kepada wartawan usai persidangan.

 

Lebih lanjut, Johannes menyatakan bahwa kasus ini sudah berjalan lebih dari satu tahun, sehingga tidak ada alasan bagi KPK untuk mengaku belum siap menghadapi praperadilan. Ia juga menyoroti bagaimana KPK kerap menggunakan dalih teknis untuk menghindari sidang yang seharusnya bisa diselesaikan lebih cepat.

 

“Kami hanya berharap sidang berjalan adil dan transparan. Jangan sampai ini menjadi preseden buruk dalam proses hukum di Indonesia,” tegasnya.

 

Latar Belakang Kasus

 

Gugatan praperadilan ini diajukan Kusnadi sebagai respons atas tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan KPK terhadap dirinya pada 10 Juni 2024. Saat itu, Kusnadi tengah menemani Hasto Kristiyanto yang dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan suap yang menyeret buronan Harun Masiku.

 

Dalam operasi tersebut, KPK menyita tiga unit ponsel, kartu ATM, serta sebuah buku catatan milik Hasto Kristiyanto yang saat itu berada di tangan Kusnadi. Kusnadi merasa bahwa tindakan penyitaan tersebut dilakukan secara tidak sah dan tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

 

Menurut tim kuasa hukumnya, KPK tidak memiliki dasar hukum yang jelas untuk menyita barang-barang pribadi Kusnadi. Mereka menilai bahwa tindakan KPK melanggar hak-hak klien mereka dan berpotensi menjadi tindakan penyalahgunaan wewenang.

 

“Kami ingin memastikan bahwa setiap tindakan KPK sesuai dengan hukum. Penyitaan harus dilakukan berdasarkan prosedur yang benar, bukan sewenang-wenang,” kata Johannes.

 

Di sisi lain, KPK berdalih bahwa penyitaan tersebut merupakan bagian dari upaya pengungkapan kasus korupsi yang lebih besar. Namun, hingga kini, KPK belum memberikan penjelasan lebih lanjut terkait status barang-barang yang disita dan bagaimana relevansinya dengan kasus yang sedang mereka tangani.

 

Dinamika Politik di Balik Sidang Praperadilan

 

Kasus ini menjadi perhatian publik tidak hanya karena melibatkan lembaga antirasuah, tetapi juga karena berkaitan dengan salah satu partai politik terbesar di Indonesia. Hasto Kristiyanto sendiri merupakan Sekretaris Jenderal PDIP, partai yang saat ini memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan.

 

Sejumlah pengamat politik menilai bahwa sidang praperadilan ini bisa berdampak pada dinamika politik nasional. Jika Kusnadi memenangkan praperadilan, maka KPK bisa dianggap melakukan kesalahan prosedural yang berpotensi melemahkan posisi mereka dalam menangani kasus-kasus serupa di masa depan.

 

Sebaliknya, jika KPK berhasil membuktikan bahwa tindakan mereka sah secara hukum, maka hal ini bisa menjadi landasan bagi mereka untuk semakin gencar menindak kasus-kasus yang melibatkan aktor politik besar.

 

Sidang Berikutnya dan Pemanggilan KPK

 

Dengan keputusan penundaan ini, majelis hakim kembali memanggil KPK untuk hadir sebagai termohon dalam sidang yang dijadwalkan pada 8 April 2025. Hakim menegaskan bahwa pemanggilan ini merupakan yang kedua dan terakhir.

 

“Kami berharap KPK bisa hadir sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Jika mereka kembali mangkir, maka hal ini bisa menjadi catatan buruk bagi transparansi dan akuntabilitas mereka,” ujar Johannes.

 

Sementara itu, pihak KPK belum memberikan pernyataan resmi terkait absennya mereka dalam sidang kali ini. Namun, sejumlah sumber internal menyebut bahwa KPK tetap berpegang pada prosedur yang mereka jalankan dan akan memberikan klarifikasi dalam sidang berikutnya.

 

Publik kini menantikan bagaimana jalannya sidang pada 8 April mendatang. Apakah Kusnadi akan mendapatkan keadilan sesuai dengan yang ia tuntut, ataukah KPK berhasil mempertahankan argumen mereka? Kasus ini bisa menjadi tolok ukur bagi independensi lembaga hukum di Indonesia dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan elite politik.