FYPMedia.ID – Setelah dua hari proses Konklaf yang berlangsung secara tertutup di Kapel Sistina, Vatikan, dunia akhirnya menyambut pemimpin baru Gereja Katolik: Paus Leo XIV.
Kardinal Robert Prevost resmi terpilih sebagai Paus ke-267 menggantikan Paus Fransiskus yang telah pensiun. Pengumuman ini disampaikan secara resmi pada Jumat dini hari, 9 Mei 2025 pukul 00.20 WIB, oleh Kardinal Diakon Senior dari balkon Basilika Santo Petrus. Dengan suara lantang ia menyerukan: “Annuntio vobis gaudium magnum, Habemus Papam!”
“Aku mengumumkan kepada kalian kabar sukacita besar, Kita memiliki Paus!” Dan nama itulah yang menggema ke seluruh penjuru dunia: “Robert Prevost. Paus Leo XIV!”
Sejarah Tercipta: Paus Amerika Pertama
Robert Francis Prevost bukan hanya Paus baru, tapi juga mencetak sejarah sebagai Paus pertama yang berasal dari Amerika Serikat dalam lebih dari 2.000 tahun sejarah Gereja Katolik.
Pria berusia 69 tahun ini lahir di Chicago dan memiliki pengalaman pastoral yang luas, terutama di wilayah Amerika Latin. Ia menghabiskan sebagian besar pelayanannya di Peru dan dikenal dekat dengan isu-isu sosial serta penguatan komunitas lokal. Sebelum menjadi Paus, Prevost menjabat sebagai Prefek Departemen Uskup dan Presiden Komisi Kepausan untuk Amerika Latin, dua posisi penting dalam struktur Vatikan yang dijabat atas kepercayaan langsung dari Paus Fransiskus.
Nama yang ia pilih sebagai Paus, Leo XIV, menjadi simbol kelanjutan sekaligus pembaruan dalam tradisi gereja. Nama “Leo” terakhir digunakan oleh Paus Leo XIII, yang dikenal sebagai pemimpin reformis pada akhir abad ke-19.
Baca Juga: 3 Kandidat Kuat Pengganti Paus Fransiskus Menjelang Conclave 7 Mei
Perjalanan Konklaf yang Singkat tapi Padat
Proses pemilihan Paus kali ini berlangsung relatif cepat. Dimulai pada Rabu malam, 7 Mei 2025 pukul 21.30 WIB, para kardinal berkumpul dalam Konklaf di Kapel Sistina untuk melakukan serangkaian pemungutan suara. Setidaknya terjadi empat kali pemungutan suara, yang masing-masing menandakan belum tercapainya konsensus, sebagaimana ditandai dengan tiga kali munculnya asap hitam dari cerobong Kapel Sistina.
Hingga akhirnya, pada pemungutan suara keempat, muncul asap putih — sinyal yang telah ditunggu-tunggu umat Katolik di seluruh dunia. Disambut dengan sorak-sorai para peziarah dan umat yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus, asap putih ini menandai telah terpilihnya Paus baru.
Tak lama kemudian, lonceng Basilika Santo Petrus berdentang, menegaskan berita bahagia tersebut.
Berkat Perdana: Urbi et Orbi
Setelah pengumuman resmi, Paus Leo XIV muncul dari balkon utama Basilika Santo Petrus dan memberikan berkat pertamanya sebagai Paus, yaitu berkat Urbi et Orbi — artinya: “Untuk kota [Roma] dan untuk dunia”.
Berkat ini tidak hanya simbolik, tapi juga memiliki makna spiritual mendalam bagi umat Katolik. Dalam tradisi gereja, berkat Urbi et Orbi disertai dengan indulgensi penuh, yaitu penghapusan hukuman atas dosa bagi umat yang memenuhi syarat rohani tertentu: pengakuan dosa, komuni suci, dan tidak terikat pada dosa berat.
Momen ini menjadi titik awal bagi kepemimpinan baru yang dinanti banyak pihak, di tengah tantangan global yang dihadapi Gereja Katolik — mulai dari krisis kepercayaan, isu modernisasi, hingga ketegangan geopolitik.
Konklaf di Era Modern: Seberapa Cepat?
Sebagai catatan, pemilihan Paus dalam sejarah modern biasanya memakan waktu dua hingga tiga hari. Saat Paus Fransiskus terpilih pada 2013, proses Konklaf memerlukan lima kali pemungutan suara selama dua hari. Sedangkan Paus Benediktus XVI pada 2005, terpilih setelah empat kali voting dalam dua hari.
Konklaf tercepat dalam sejarah modern terjadi pada tahun 1978, ketika Paus Yohanes Paulus I terpilih hanya dalam satu hari setelah empat kali pemungutan suara.
Proses yang berlangsung pada 7–8 Mei 2025 ini pun termasuk dalam kategori cepat, menandakan bahwa para Kardinal memiliki konsensus kuat terhadap figur Robert Prevost sejak awal.
Baca Juga: Konklaf Hari Ini Digelar, 16 Kardinal Dunia Jadi Kandidat Kuat Pengganti Paus
Tantangan dan Harapan Baru
Paus Leo XIV dihadapkan pada berbagai tantangan, mulai dari sekularisasi yang kian meningkat di banyak negara, krisis keimanan generasi muda, hingga perlunya reformasi internal di Vatikan. Namun, dengan latar belakangnya yang kuat di bidang pastoral dan pengalaman lintas budaya, banyak pihak menaruh harapan bahwa Paus baru ini mampu membawa Gereja Katolik memasuki era baru yang lebih inklusif dan relevan.
Pemilihan seorang Paus asal Amerika juga memberi sinyal bahwa Gereja Katolik semakin global dan terbuka terhadap kepemimpinan dari berbagai belahan dunia.
Dengan dimulainya masa kepemimpinan Paus Leo XIV, dunia menyaksikan sebuah babak baru dalam sejarah Gereja Katolik — penuh harapan, refleksi, dan transformasi spiritual.