FYP Media.ID – Pada Selasa, 29 April 2025 – Presiden Rusia Vladimir Putin baru saja membuat dunia terkejut. Di tengah panasnya konflik yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda, ia mengumumkan gencatan senjata di Ukraina selama tiga hari. Alasannya, untuk menghormati perayaan keagamaan umat Ortodoks. Meski terdengar mulia, banyak pihak bertanya-tanya: apakah ini sungguh niat baik, atau hanya bagian dari strategi baru Rusia?
Dalam pernyataan resminya, Putin menyebut gencatan senjata akan berlangsung dari 5 hingga 7 Mei 2025. Ia memerintahkan seluruh pasukan Rusia di garis depan untuk menghentikan serangan, kecuali jika terpaksa membela diri. Ia menegaskan, jeda ini diberikan agar warga sipil di daerah konflik bisa merayakan hari besar agama mereka dengan sedikit ketenangan. Rusia pun mengajak Ukraina melakukan hal yang sama, seolah-olah mengulurkan tangan untuk sebuah jeda kemanusiaan.
Namun, sambutan dari Ukraina jauh dari kata hangat. Presiden Volodymyr Zelensky menyambut seruan penghentian tembakan dengan penuh kecurigaan. Dalam pidatonya yang disiarkan ke seluruh negeri, ia mengingatkan rakyat Ukraina untuk tetap waspada. Zelensky menganggap jeda ini mungkin saja dimanfaatkan oleh Rusia untuk memperkuat posisi mereka di lapangan. Ia pun meminta dunia internasional untuk tidak cepat percaya, mengingat banyak janji sebelumnya yang berakhir dikhianati.
Pandangan skeptis juga datang dari banyak analis politik dunia. Mereka menilai, langkah ini lebih bernuansa diplomatik ketimbang murni kemanusiaan. Dengan menawarkan gencatan senjata singkat, Rusia bisa memperbaiki citranya di mata dunia tanpa benar-benar mengubah perilakunya di medan perang. Di sisi lain, analis militer melihat peluang bahwa Rusia bisa memanfaatkan jeda ini untuk memperbaiki logistik, merotasi pasukan, dan menyiapkan serangan berikutnya.
Dari Washington, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan tegas. Mereka mengingatkan dunia agar melihat langkah Rusia dalam konteks yang lebih luas sebuah negara yang telah menyebabkan kehancuran besar dan krisis kemanusiaan di Ukraina. Sementara itu, Uni Eropa menyerukan agar gencatan senjata ini bukan hanya berhenti sebagai simbol, tetapi diikuti langkah konkret menuju perdamaian yang nyata.
Baca Juga : GEMPUR MOSKWA! SERANGAN 337 DRONE TERBESAR UKRAINA BIKIN RUSIA KETAR-KETIR
Media-media internasional pun terus melaporkan kondisi di lapangan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa meski gencatan senjata diumumkan, suara tembakan dan ledakan sporadis masih terdengar di sejumlah wilayah Ukraina timur. Fakta ini membuat banyak orang bertanya-tanya, sejauh mana kendali Putin terhadap pasukannya, dan seberapa serius niat damai yang ia sampaikan.
Bagi warga Ukraina yang sudah terlalu lama hidup di bawah bayang-bayang perang, tiga hari gencatan senjata terasa seperti oase kecil di tengah gurun ketakutan. Di kota-kota yang selama ini nyaris tak pernah tidur dari suara sirene, ada harapan untuk menikmati setidaknya satu malam tanpa ledakan. Banyak keluarga yang memanfaatkan momen ini untuk berkumpul, saling menguatkan, atau sekadar merasakan ketenangan yang sudah lama hilang. Lembaga-lembaga kemanusiaan internasional pun bergerak cepat, mengirimkan bantuan dan mengevakuasi warga sipil selama jendela waktu yang sangat sempit ini.
Walaupun gencatan senjata ini pendek dan penuh tanda tanya, harapan tetap ada. Beberapa diplomat internasional memandangnya sebagai peluang, sekecil apapun, untuk membuka pintu dialog yang selama ini tertutup rapat. Jika saja kedua belah pihak mau memanfaatkan momentum ini, mungkin jalan menuju perdamaian yang lama dicari bisa mulai dirintis kembali, langkah demi langkah.
Namun, realitas di meja diplomasi tak semudah itu. Putin dalam pidatonya memang menyatakan kesiapan membuka kembali jalur perundingan, tetapi tuntutan Rusia seperti pengakuan atas aneksasi beberapa wilayah Ukraina jelas sulit diterima. Ukraina, yang mempertahankan kedaulatan tanah airnya dengan darah dan air mata, tentu tidak bisa menyerah begitu saja.
Baca Juga : AS-Rusia 12 Jam Berunding: Akankah Perang Ukraina Berakhir?
Konflik yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun ini telah mengajarkan dunia bahwa dalam perang, tidak ada yang benar-benar menang. Yang ada hanya luka, kehancuran, dan kehilangan yang sulit dihitung. Karena itu, gencatan senjata tiga hari ini betapapun kecil dan penuh ketidakpastian tetap disambut dengan harapan oleh banyak orang. Setidaknya, ada secercah ruang bagi kemanusiaan di tengah gelombang kebencian.
Kini, seluruh dunia menahan napas, menunggu dan melihat: apakah tiga hari keheningan ini akan menjadi awal dari sebuah perubahan besar, atau hanya jeda sementara sebelum kekerasan kembali menguasai medan perang? Jawabannya akan ditentukan oleh tindakan, bukan janji. Dan untuk rakyat Ukraina, setiap hari tanpa bom adalah sebuah kemenangan kecil yang berarti segalanya.