FYPMedia.ID – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) resmi diluncurkan pada Senin, 6 Januari 2025, sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam meningkatkan gizi masyarakat, terutama anak-anak sekolah.
Namun, pelaksanaan program ini menuai sorotan terkait ketidakhadiran susu dalam beberapa menu.
Berikut ulasan lengkap tentang program Makan Bergizi Grtasi (MBG) ini.
Tidak Semua Wilayah Mendapatkan Susu
Badan Gizi Nasional (BGN) menjelaskan bahwa pemberian susu hanya dilakukan di wilayah yang memiliki sapi perah.
“Sudah saya jelaskan, susu akan menjadi bagian makanan bergizi untuk wilayah-wilayah di mana sapi perahnya ada,” ujar Kepala BGN, Dadan Hindayana, usai rapat dengan Komisi IX di Gedung DPR RI.
Keputusan ini bertujuan untuk memberdayakan sumber daya lokal dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Dadan menambahkan bahwa susu hanya akan diberikan minimal tiga kali seminggu di daerah tertentu.
“Agar indeksnya tetap masuk, kami melakukan kombinasi-kombinasi sehingga susu minimal di daerah-daerah yang ada sapinya itu minimal tiga kali dalam seminggu,” jelasnya.
Untuk wilayah tanpa sapi perah, protein digantikan dengan sumber lokal seperti ikan dan telur.
Langkah ini, menurut Dadan, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memanfaatkan potensi lokal.
Baca juga: Kementerian Kelautan Usul Ikan Kaleng Jadi Menu Makan Bergizi Gratis
Respons Ahli Gizi dan Anggaran MBG
Program MBG menetapkan anggaran sebesar Rp10.000 hingga Rp15.000 per porsi. Anggaran ini, menurut spesialis gizi klinik dr. Putri Sakti, cukup untuk memenuhi nutrisi anak jika pemerintah memaksimalkan produk lokal.
“Dengan budget Rp10 ribu sampai Rp15 ribu asalkan pemerintah bisa mengoptimalkan menggunakan produk lokal yang sehat dan murah meriah. Tapi dengan catatan harus divariasikan,” ujar dr. Putri, Senin (6/1/2025) dikutip dari Detik.com.
Menu yang divariasikan, seperti mengganti karbohidrat nasi dengan olahan jagung atau bihun, dan protein dengan ikan atau tempe, dapat menciptakan menu yang seimbang dan sesuai dengan lidah masyarakat lokal.
“Tergantung olahan lokal masing-masing ya, sehingga anak-anak tersebut lebih familiar dengan lidah mereka, gaya olahannya, dan rasa bumbu-bumbunya,” katanya.
Standar Kebersihan yang Ketat
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menegaskan bahwa standar operasional prosedur (SOP) untuk program ini sangat ketat.
Mulai dari kebersihan dapur hingga pemisahan sampah telah diatur dengan baik. “Teman-teman bisa lihat tidak ada sampah, sampai pengelolaannya dipikirkan oleh mereka. Sampah pun di SPPG sudah dipisah, seperti sampah plastik, sisa makanan, di dapur sudah dipisah. Yang keluar tidak akan menjadi problem,” katanya.
Baca juga: Program Makan Bergizi Gratis Rp 10.000 per Porsi
Penggantian Susu dengan Alternatif Gizi Seimbang
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan bahwa menu MBG tidak memiliki syarat baku dan disesuaikan dengan ketersediaan pangan lokal.
“Tapi ada standar-standarnya. Untuk kita lihat kekuatan di lokal itu apa. Jadi kalau memang di situ kekuatannya di peternakan ayam maka yang diserap itu. Kalau memang ada ternak sapi, maka yang diserap itu,” Meutya menambahkan.
Penggantian susu dengan daun kelor dan buah-buahan juga menjadi alternatif yang dipilih pemerintah.
Juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Ujang Komaruddin, menambahkan bahwa keseimbangan gizi tetap terpenuhi meskipun tanpa susu.
“Kepala badan sudah mengatakan ada pengganti susu, daun kelor dan buah-buahan. Jadi semuanya sudah terpenuhi keseimbangan gizinya,” kata Ujang.
Dampak Positif dan Tantangan Program MBG
Program MBG diharapkan mampu menjangkau tiga juta penerima manfaat hingga Maret 2025, dengan target akhir tahun mencapai 15 juta penerima.
Namun, program ini menghadapi tantangan berupa ketimpangan distribusi menu dan kebutuhan akan inovasi dalam memanfaatkan produk lokal.
Program Makan Bergizi Gratis mencerminkan langkah nyata pemerintah dalam meningkatkan gizi masyarakat. Tetapi, pelaksanaan yang optimal membutuhkan sinergi antara kebijakan pemerintah, potensi lokal, dan partisipasi masyarakat.
(Oda/Atk)