FYP Media.id – Pada Tanggal 9 April 2025 – Presiden Prabowo Subianto menunjukkan sikap diplomatis yang tegas namun cermat dalam menghadapi ancaman perang dagang dengan Amerika Serikat. Setelah pengumuman rencana pemerintah AS untuk memberlakukan tarif hingga 32% terhadap sejumlah produk dari negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Presiden Prabowo segera merespons dengan pendekatan non konfrontatif. Beliau mengutus tiga tokoh strategis dari kabinetnya untuk melakukan negosiasi langsung dengan pemerintah AS: Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Luar Negeri Sugiono. Tugas utama mereka adalah meredam dampak kebijakan tarif AS terhadap ekonomi Indonesia dan menjaga kemitraan dagang bilateral yang saling menguntungkan.
Rencana tarif tinggi dari AS menjadi kekhawatiran tersendiri karena dapat berdampak langsung terhadap ekspor Indonesia ke Amerika, yang selama ini menjadi salah satu pasar utama produk-produk Indonesia seperti elektronik, tekstil, pakaian, dan alas kaki. Data mencatat bahwa pada tahun 2024, Indonesia mencetak surplus perdagangan dengan AS sebesar 16,8 miliar dolar AS. Dengan diberlakukannya tarif baru, berbagai sektor padat karya di Indonesia berisiko terpuruk, yang tentunya akan berdampak terhadap ketenagakerjaan dan stabilitas sosial-ekonomi di dalam negeri. Oleh karena itu, Prabowo memilih jalur diplomasi yang tidak hanya pragmatis, tetapi juga strategis.
Airlangga Hartarto menjadi ujung tombak dalam misi ini. Sebagai Menko Perekonomian, ia telah berinisiatif menjalin komunikasi dengan lebih dari seratus asosiasi bisnis dan pelaku industri di tanah air. Tujuannya adalah menyusun tawaran kebijakan ekonomi yang bisa membuka ruang negosiasi dengan pihak AS. Salah satu langkah yang dikaji adalah membuka keran impor lebih besar terhadap produk-produk AS seperti kapas, gandum, minyak, dan gas. Dengan demikian, diharapkan Amerika melihat itikad baik Indonesia untuk menciptakan keseimbangan perdagangan yang lebih sehat. Pemerintah juga tengah menimbang pengurangan hambatan non-tarif dan pemberian insentif terhadap produk-produk AS sebagai bentuk goodwill.
Sri Mulyani Indrawati, yang dikenal berpengalaman dalam urusan fiskal dan diplomasi keuangan internasional, turut memegang peran penting dalam perundingan ini. Ia menyampaikan bahwa Presiden Prabowo menginginkan agar proyek-proyek strategis nasional diarahkan pada penguatan sektor-sektor prioritas, seperti ketahanan pangan, energi, dan pengembangan energi terbarukan. Dalam rapat di Istana bersama Airlangga dan Menko Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Sri Mulyani menekankan bahwa arah kebijakan ekonomi Indonesia harus selaras dengan kepentingan nasional jangka panjang. Pemerintah juga menetapkan target defisit anggaran pada 2,53% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada tahun 2025angka yang realistis namun tetap ambisius di tengah ketidakpastian global.
Baca Juga : Harga Emas Dunia Tertahan Meski Ketegangan Perdagangan Meningkat
Menteri Luar Negeri Sugiono, meskipun baru menjabat, diberi kepercayaan penuh oleh Presiden Prabowo untuk menangani diplomasi tingkat tinggi. Ia membawa misi politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, yaitu menjaga hubungan baik dengan semua kekuatan besar dunia termasuk Amerika Serikat dan China. Dalam kapasitasnya sebagai diplomat utama negara, Sugiono juga diharapkan dapat membuka ruang dialog yang lebih luas tidak hanya soal perdagangan, tetapi juga kerjasama strategis lainnya, seperti investasi, transisi energi, dan keamanan kawasan. Sugiono juga sempat mewakili Indonesia dalam pertemuan BRICS di Rusia, menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya bergantung pada satu poros kekuatan dunia, tetapi terus memperluas jejaring kerjasama internasional.
Langkah-langkah strategis ini diambil pemerintah di tengah tekanan ekonomi yang cukup signifikan. Nilai tukar rupiah mengalami tekanan terhadap dolar AS, dan pasar saham menunjukkan fluktuasi tajam. Bank Indonesia sendiri menyatakan kesiapan untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing guna menjaga stabilitas moneter. Dalam konteks ini, keberhasilan tim negosiator Indonesia dalam meredam dampak tarif AS menjadi krusial. Apalagi, sektor ekspor padat karya merupakan tulang punggung pertumbuhan ekonomi yang menyerap jutaan tenaga kerja.
Baca Juga : Bitcoin Anjlok Usai Trump Naikkan Tarif Impor China Jadi 104%: Sentimen Global Bikin Kripto Merah?
Sementara itu, pertemuan antara Airlangga Hartarto dan Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, di Washington D.C. menandai upaya serius pemerintah Indonesia untuk menjaga relasi strategis dengan AS. Pertemuan tersebut membahas peluang kerjasama di bidang energi bersih, mineral penting, serta penguatan pariwisata. Selain itu, Indonesia juga menyampaikan komitmennya dalam kerangka Indo-Pacific Economic Framework for Prosperity (IPEF), sebagai bagian dari pendekatan multilateral untuk menciptakan kawasan Indo-Pasifik yang stabil dan makmur.
Secara keseluruhan, pengutusan Airlangga, Sri Mulyani, dan Sugiono mencerminkan pendekatan komprehensif pemerintahan Prabowo dalam menghadapi tantangan global. Kombinasi kekuatan ekonomi, fiskal, dan diplomasi politik menjadi modal penting Indonesia dalam menjaga kedaulatan ekonomi nasional. Langkah ini juga menunjukkan bahwa Indonesia tidak bersikap pasif dalam menghadapi tekanan, tetapi justru mengambil inisiatif melalui diplomasi yang cerdas dan strategis. Prabowo tampaknya tidak hanya ingin mempertahankan hubungan baik dengan AS, tetapi juga membentuk ulang dinamika hubungan bilateral agar lebih adil dan saling menguntungkan.