FYPMedia.id – PPDB zonasi atau Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru kembali menjadi sorotan. Wacana penghapusan sistem ini mencuat setelah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengusulkan agar zonasi ditiadakan.
Isu ini memicu berbagai respons, baik dari pemerintah, Ombudsman RI, maupun masyarakat. Artikel ini membahas wacana tersebut, evaluasi sistem zonasi, dan berbagai pandangan terkait pemerataan pendidikan di Indonesia.
Permintaan Penghapusan PPDB Zonasi oleh Wapres
Dalam acara Tanwir I Pemuda Muhammadiyah, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka secara tegas meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, untuk menghapus sistem zonasi.
“Kunci Indonesia Emas 2045 ada di pendidikan. Sistem zonasi ini harus dihilangkan,” ujar Gibran pada Jumat (22/11/2024). Pernyataan ini mendapat perhatian luas karena zonasi sudah diterapkan selama tujuh tahun dengan tujuan pemerataan pendidikan.
Baca juga: Metode Pembelajaran Jigsaw: 10 Manfaat dan Langkah Penerapannya untuk Keterampilan Siswa
Namun, implementasinya menghadapi sejumlah tantangan, seperti manipulasi dokumen domisili hingga pungutan liar. Gibran berharap kebijakan baru dapat diterapkan mulai tahun ajaran 2025-2026.
Menanggapi wacana tersebut, anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais, menyebutkan bahwa zonasi tetap relevan untuk pemerataan kualitas dan akses pendidikan.
Sistem ini dirancang agar setiap siswa, termasuk yang berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), mendapatkan kesempatan pendidikan yang setara.
Menurut Indraza, penghapusan zonasi berisiko memunculkan kembali fenomena sekolah favorit, yang justru memperlebar ketimpangan kualitas pendidikan.
“Sekolah favorit mungkin menguntungkan sebagian pihak, tetapi ketimpangan yang muncul akan menjadi masalah sistemik,” ungkapnya pada Minggu (24/11/2024).
7 Masalah Utama Sistem Pendidikan
Ombudsman juga mengidentifikasi sejumlah masalah mendasar dalam sistem pendidikan Indonesia:
- Ketimpangan kualitas dan persebaran satuan pendidikan.
- Standar pelayanan pendidikan yang belum seragam.
- Pemetaan daya tampung dan calon peserta didik belum optimal.
- Minimnya koordinasi lintas instansi.
- Pengawasan kepala daerah yang belum maksimal.
- Data kesejahteraan sosial yang tidak mutakhir.
- Adanya intervensi dalam pelaksanaan PPDB.
Baca juga: 65% Gen Z Tinggalkan Google: Lebih Pilih Media Sosial dan Influencer untuk Cari Informasi
Mendikdasmen: Belum Ada Keputusan Final
Menanggapi isu ini, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyatakan bahwa kementeriannya belum memutuskan apakah zonasi akan dihapus, dilanjutkan, atau disempurnakan.
“Kajian masih berlangsung, melibatkan pakar, kepala dinas, dan organisasi pendidikan,” ujarnya usai acara Hari Guru Nasional pada Senin (25/11/2024). Keputusan final diharapkan keluar pada Februari 2025.
Sedangkan untuk solusi dari persoalan ini, setidaknya ada 6 Solusi Ombudsman untuk Pemerataan Pendidikan Sebagai solusi, Ombudsman memberikan rekomendasi untuk mengatasi tantangan dalam pelaksanaan PPDB yaitu:
- Melakukan pemetaan sebaran sekolah negeri dan swasta di setiap wilayah.
- Memastikan daya tampung pendidikan merata.
- Menerapkan standar pelayanan yang seragam di semua sekolah.
- Mengoptimalkan peran stakeholder pendidikan.
- Membuat sistem PPDB yang jujur dan transparan.
- Memperkuat pengawasan oleh kepala daerah dan inspektorat.
Wacana penghapusan sistem zonasi dalam PPDB memunculkan pro-kontra yang tajam. Di satu sisi, pemerintah menilai ada banyak kendala teknis dalam penerapannya.
Di sisi lain, Ombudsman melihat sistem ini tetap relevan untuk pemerataan pendidikan. Dengan solusi yang tepat dan pengawasan ketat, sistem zonasi dapat menjadi alat untuk mempersempit ketimpangan pendidikan di Indonesia.
Keputusan terkait masa depan PPDB zonasi akan menjadi langkah penting dalam menentukan arah pendidikan Indonesia, terutama menuju visi Indonesia Emas 2045.