FYPMEDIA.ID – Jumlah masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya (golput) dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024 mencapai angka tertinggi sepanjang sejarah.
Berdasarkan data terbaru, hanya 4.357.512 orang yang menggunakan hak pilihnya dari total 8.214.007 Daftar Pemilih Tetap (DPT).Dengan kata lain, tingkat partisipasi pemilih di Jakarta hanya mencapai 53,05 persen, sedangkan 46,95 persen lainnya memilih untuk tidak memberikan suara atau golput.
Persentase golput yang hampir menyentuh 47 persen ini melonjak sekitar 25 persen dibandingkan dengan Pilgub Jakarta 2017. Ironisnya, Pilgub 2017 mencatat rekor jumlah golput terendah sepanjang sejarah.
Hal ini memiliki arti bahwa seperempat dari mereka yang memilih di Pilgub 2017 memutuskan untuk tidak memberikan suara pada Pilgub 2024.
Baca juga: Pramono-Rano Deklarasi Menang 1 Putaran
Pada Pilgub 2017 yang diwarnai dengan isu-isu sensitif terkait suku, agama, dan kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), tingkat partisipasi pemilih mencapai rekor tertinggi.
Pada putaran pertama, partisipasi mencapai 75,64 persen sedangkan putaran kedua meningkat menjadi 77,02 persen.
Sejak Pilgub Jakarta 2007, ketika warga pertama kali memilih gubernur secara langsung, tingkat partisipasi pemilih mengalami naik turun. Pada Pilgub 2007, partisipasi tercatat 65,41 persen.
Sementara itu, pada Pilgub 2012 yang dimenangkan oleh pasangan Jokowi-Ahok, partisipasi pemilih mencapai 63,62 persen di putaran pertama dan meningkat menjadi 66,71 persen di putaran kedua.
Baca juga: Hasil Quick Count Pilkada Serentak 2024: Dominasi Kandidat di Lima Provinsi Utama Pulau Jawa
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta, Astri Megatari menyebutkan bahwa pola serupa juga terjadi di sejumlah daerah lain.
“Berbagai upaya sudah kami lakukan dalam hal sosialisasi dan penyampaian informasi kepada masyarakat, namun rendahnya partisipasi ini akan menjadi bahan evaluasi kami ke depan,” ujar Astri, dilansir dari Kumparan pada Kamis (28/11/2024).
Ketua KPU DKI Jakarta, Wahyu Dinata menyatakan bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) biasanya memiliki tingkat partisipasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Pemilu Presiden atau Pemilu Legislatif.
Rendahnya tingkat partisipasi ini juga mendapat sorotan dari berbagai tokoh, termasuk Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12.
Baca juga: Quick Qount Pilkada Jateng 2024: Luthfi-Taj Yasin Unggul
Jusuf Kalla berpendapat bahwa ajakan untuk memilih ketiga pasangan calon dalam Pilkada mungkin berperan dalam mendorong pemilih untuk memilih golput.
Sementara itu, Pramono Anung pemenang Pilkada Jakarta 2024, mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia sudah merasa jenuh dengan banyaknya pemilu yang digelar dan menginginkan agar kompetisi politik segera berakhir.
Pramono menambahkan bahwa tumpang tindihnya jadwal antara Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden, dan Pilkada 2024 menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat partisipasi pemilih.
“Masyarakat sudah ingin pemilu ini segera berakhir,” ucap Pramono, dilansir dari Kompas.com.