Pemerintah Targetkan Penghapusan Petani Miskin Ekstrem dalam 2 Tahun
FYPMedia. ID – Pemerintah Indonesia menargetkan penghapusan total petani miskin ekstrem dalam waktu dua tahun ke depan. Target ini disampaikan oleh Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Budiman Sudjatmiko, sebagai bagian dari strategi besar nasional dalam rangka menuntaskan kemiskinan secara menyeluruh di berbagai lapisan masyarakat, khususnya sektor pertanian.
Langkah ini merupakan tindak lanjut langsung dari arahan Presiden Prabowo Subianto, yang disampaikan dalam rapat koordinasi dengan para menteri sebelum libur Idulfitri 2025. Presiden menekankan pentingnya transformasi petani menjadi pelaku usaha, bukan sekadar buruh tani yang hidup dalam ketidakpastian.
“Presiden Prabowo telah memberikan instruksi yang sangat tegas kepada kami semua. Beliau menekankan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, dan salah satu fokus utamanya adalah petani miskin. Program redistribusi lahan harus dilanjutkan, namun kali ini dengan pendekatan yang benar-benar memberdayakan,” ungkap Budiman.
Redistribusi Lahan: Langkah Awal Menuju Kemandirian Petani
Budiman menjelaskan, pemerintah akan melanjutkan program redistribusi lahan pertanian, khususnya kepada masyarakat di pedesaan yang masuk kategori miskin ekstrem. Namun bukan hanya pemberian aset tanah yang menjadi inti program ini. Pemerintah juga akan mengintegrasikan pemberdayaan petani dalam bentuk pelatihan, pendampingan, dan akses pembiayaan.
Dengan lahan tersebut, petani didorong tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, tetapi juga untuk mengembangkan komoditas ekspor, sehingga meningkatkan nilai ekonomi usaha tani mereka. Dalam skema baru ini, petani tidak lagi diposisikan sebagai objek bantuan, tetapi sebagai subjek penggerak ekonomi desa.
“Lahan bukan hanya soal bertani, tapi tentang masa depan. Kita akan ubah cara pandang, dari sekadar menggarap tanah menjadi menciptakan usaha pertanian yang produktif dan menguntungkan,” kata Budiman.
Transformasi Petani Menjadi Agropreneur
Salah satu pendekatan utama pemerintah adalah mentransformasi petani menjadi agropreneur — petani yang berpikir dan bertindak seperti pengusaha. Untuk itu, BP Taskin akan menggandeng berbagai pihak seperti BUMN, koperasi, lembaga pendidikan, dan swasta untuk memberikan pelatihan kewirausahaan, manajemen usaha tani, pemasaran, hingga digitalisasi pertanian.
“Kita ingin petani tidak lagi sekadar menggantungkan hidup pada musim panen, tapi punya kendali atas produksinya, punya akses ke pasar, dan bahkan mampu mengekspor langsung produknya,” tambahnya.
Langkah ini sejalan dengan visi jangka panjang Presiden Prabowo yang ingin memperkuat ketahanan pangan nasional sekaligus membuka peluang pertanian sebagai sumber kemakmuran baru.
Pendekatan Dua Jalur: Aset dan Kapasitas
Pemerintah membagi strategi ini ke dalam dua jalur utama:
- Distribusi Aset Produktif – Lahan pertanian, bibit unggul, alat pertanian, dan akses air irigasi akan menjadi prioritas.
- Peningkatan Kapasitas SDM – Petani akan dibekali dengan keterampilan baru melalui pelatihan teknis, literasi keuangan, serta pemanfaatan teknologi digital dalam pertanian.
Program ini juga akan didukung oleh kemudahan akses permodalan melalui KUR (Kredit Usaha Rakyat), serta integrasi dengan program-program pembangunan desa dan UMKM.
Target 2027: Nol Petani Miskin Ekstrem
Dengan langkah-langkah strategis tersebut, pemerintah optimistis dapat menghapus kategori petani miskin ekstrem paling lambat tahun 2027. Menurut Budiman, data sudah sangat jelas: pemerintah telah memetakan kantong-kantong kemiskinan ekstrem, termasuk siapa yang berhak mendapat lahan, pelatihan, dan pendampingan.
“Kami sudah punya datanya, tinggal dijalankan dengan disiplin dan konsisten. Kuncinya kolaborasi lintas sektor dan pengawasan lapangan yang ketat,” tegasnya.
Tantangan dan Harapan
Namun, di balik semangat besar tersebut, pemerintah juga harus menghadapi sejumlah tantangan di lapangan. Mulai dari konflik agraria, ketimpangan distribusi, birokrasi yang lambat, hingga potensi tumpang tindih data penerima manfaat. Budiman mengakui bahwa koordinasi yang lemah bisa menjadi hambatan besar, dan oleh karena itu, tim BP Taskin akan langsung turun ke lapangan untuk melakukan evaluasi berkala.
Sementara itu, banyak pihak menyambut positif inisiatif ini. Akademisi, aktivis pertanian, hingga tokoh-tokoh masyarakat menilai bahwa langkah ini sangat dibutuhkan untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi nasional yang selama ini cenderung terkonsentrasi di perkotaan dan sektor industri.
“Kami harap janji ini bukan sekadar program musiman. Harus ada legacy jangka panjang yang benar-benar mengubah wajah pedesaan dan kehidupan petani kita,” ujar Fitri, seorang aktivis pertanian dari Yogyakarta.
Kesimpulan: Pertanian sebagai Pilar Masa Depan
Transformasi petani dari kelompok rentan menjadi kelompok produktif adalah bagian dari transformasi struktural bangsa. Jika petani diberdayakan dengan benar, maka sektor pertanian bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi baru, bukan sekadar sektor subsisten.
Dengan target nol petani miskin ekstrem dalam dua tahun, pemerintah menantang dirinya sendiri untuk mengeksekusi program secara terukur, transparan, dan berdampak langsung. Jika berhasil, Indonesia akan mencetak sejarah baru dalam pengentasan kemiskinan berbasis sumber daya lokal.