FYPMedia.ID – Insiden memilukan menimpa lima Pekerja Migran Indonesia (PMI) di perairan Tanjung Rhu, Malaysia, pada Jumat (24/1/2025).
Dalam peristiwa ini, satu pekerja migran tewas, satu kritis, dan tiga lainnya terluka akibat ditembak oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM).
Kejadian ini menimbulkan sorotan tajam terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia.
Lemahnya Keseriusan Penjagaan Perbatasan
Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, menyoroti bahwa kejadian ini terjadi akibat kurangnya keseriusan kedua negara dalam menjaga perbatasan.
Ia menyebut jalur tikus yang kerap digunakan oleh pekerja migran undocumented sebagai penyebab utama risiko seperti ini.
“Kawasan Selat Malaka itu memang kawasan yang biasa untuk hilir-mudik bagi teman-teman pekerja migran,” ujarnya pada saat program Kompas Petang, Senin (27/1/2025).
Wahyu menegaskan bahwa tingginya biaya menjadi pekerja migran berdokumen mendorong banyak orang memilih jalur ilegal yang penuh bahaya.
Baca juga: 5 Fakta Penting: Polisi Penembakan Siswa SMK di Semarang Jadi Tersangka dan Dipecat
Lebih lanjut, Wahyu menilai aksi penembakan yang dilakukan oleh APMM tergolong dalam extrajudicial killing, yang merupakan pelanggaran berat HAM.
“Sehingga tidak langsung ya, penembakan langsung, atau dalam bahasa hak asasi manusia adalah extrajudicial killing, karena itu adalah pelanggaran hak asasi manusia, menghabisi nyawa orang tanpa proses-proses legal,” ujar Wahyu, mengutip Kompas.Tv.
Data Mengejutkan: 75 PMI Ditembak dalam 20 Tahun
Migrant Care mencatat bahwa sejak 2005 hingga 2025, sedikitnya 75 pekerja migran Indonesia telah menjadi korban penembakan aparat bersenjata Malaysia.
Wahyu menyebut rentetan kasus ini menunjukkan adanya impunitas yang dinikmati oleh aparat Malaysia.
“Kasus ini bukan yang pertama. Selama 20 tahun terakhir, sudah ada 75 pekerja migran kita yang ditembak mati,” ungkap Wahyu.
Ia menegaskan bahwa status pekerja migran sebagai undocumented worker tidak dapat dijadikan alasan pembenaran tindakan brutal seperti ini.
Baca juga: Modus Penipuan Deepfake Prabowo Hasilkan Kerugian Rp30 Juta, Polisi Ungkap Kasusnya
Tuntutan Penyelesaian dan Perlindungan
Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Christina Aryani, mengecam keras penggunaan kekuatan berlebihan oleh APMM. Ia mendesak pemerintah Malaysia untuk segera mengusut tuntas insiden ini.
“KemenP2MI mendesak pemerintah Malaysia untuk segera mengusut peristiwa ini dan mengambil tindakan tegas terhadap petugas patroli APMM apabila terbukti melakukan tindakan yang melibatkan penggunaan kekuatan berlebihan atau excessive use of force,” tegasnya.
Christina juga menambahkan, KemenP2MI telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri RI untuk memberikan pendampingan hukum kepada para korban dan memulangkan jenazah pekerja migran yang tewas. Langkah diplomatik akan terus didorong untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Koordinator Bantuan Hukum Migrant Care, Nurharsono, mengingatkan bahwa insiden ini bukanlah kasus tunggal.
Ia mengungkapkan bahwa pada 2012, lima PMI asal NTB ditembak mati oleh Polisi Diraja Malaysia karena tuduhan kriminal yang tidak terbukti.
“Rentetan peristiwa ini semakin menegaskan bahwa Malaysia sejak dulu hingga sekarang tidak ramah bagi pekerja migran Indonesia,” tutur Nurharsono.
Baca juga: Sindikat Penjual Bayi di Pekanbaru: Penjualan Capai Rp35 Juta dan Diduga sampai ke Malaysia
Momentum Perbaikan Hubungan Bilateral
Para pengamat menganggap insiden ini sebagai peluang bagi Indonesia dan Malaysia untuk memperbaiki hubungan bilateral, khususnya terkait perlindungan PMI.
Migrant Care meminta pemerintah Indonesia tidak hanya melayangkan protes diplomatik, tetapi juga menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk meningkatkan perlindungan bagi PMI, baik yang terdokumentasi maupun tidak.
“Kita tidak ingin impunitas itu dimiliki oleh aparat Malaysia yang melakukan penembakan atau ekstradjudicial killing, tapi dia tidak menjalani penghukuman,” tegas Wahyu.
Kejadian tragis ini menjadi alarm bagi pemerintah Indonesia untuk lebih serius dalam memberikan perlindungan terhadap PMI.
Selain itu, perlu peninjauan ulang terhadap regulasi pekerja migran guna mengurangi risiko penggunaan jalur ilegal.
Dukungan penuh bagi keluarga korban, investigasi mendalam, dan diplomasi yang kuat menjadi langkah penting untuk memastikan insiden serupa tidak terulang di masa depan.
(Oda/Atk)