80.000 Pekerja Kena PHK Sepanjang 2024: Krisis dan Solusi Pemerintah

pekerja
Sumber Foto: Canvacom

FYPMedia.ID – Jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia sepanjang 2024 mencapai angka mengejutkan, yakni 80.000 orang pekerja.  Angka ini diumumkan oleh Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau yang akrab disapa Noel. 

Data ini mencakup periode Januari hingga Desember 2024, dengan potensi bertambah karena masih ada 60 perusahaan yang diproyeksikan melakukan PHK.

“(Ada) 80.000-an lah ya (pekerja kena PHK),” ujar Noel di Jakarta, Senin (23/12/2024).

Penyebab Utama Gelombang PHK

Noel mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang mendorong gelombang PHK adalah kebijakan pemerintah terkait impor bahan jadi yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. 

Regulasi ini dinilai memberikan kemudahan impor, sehingga industri lokal semakin tertekan.

“Sumbernya itu adalah Permendag Nomor 8 terlalu meringankan yang namanya impor bahan jadi,” ungkap Noel.

Kebijakan ini sebelumnya telah memicu keluhan dari pengusaha tekstil karena menghapus syarat pertimbangan teknis (pertek) untuk impor beberapa komoditas seperti pakaian jadi, kosmetik, dan obat tradisional. 

Akibatnya, pasar domestik dibanjiri produk impor yang sulit dilawan oleh industri lokal, sehingga banyak pabrik terpaksa tutup.

Baca juga: Sritex Umumkan PHK Sebanyak 3.000 Karyawan

Selain itu, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), bahkan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Hal ini menyebabkan ribuan pekerja dirumahkan.

“Sekitar 3.000 yang dirumahkan, tapi secara berkala terus kami review sampai kapan bisa bertahan,” jelas Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto.

Dampak Terhadap Sektor Tenaga Kerja

Menurut Direktur Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Kemenaker, Heru Widianto, dampak PHK tersebar di berbagai sektor. 

Namun, beberapa pekerja yang terkena PHK berhasil kembali ke dunia kerja melalui penyerapan di sektor lain. 

Meski demikian, tidak semua pekerja seberuntung itu; sebagian besar masih mencari peluang kerja baru.

Langkah Pemerintah Mengatasi Krisis

Untuk mengurangi dampak gelombang PHK, pemerintah telah mempersiapkan sejumlah langkah strategis. 

Salah satu upaya utama adalah program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang memberikan perlindungan kepada pekerja yang kehilangan pekerjaan.

“Kami akan menyiapkan program JKP, yaitu jaminan kehilangan pekerjaan, untuk mengantisipasi ketika terjadinya PHK,” ujar Noel.

Selain itu, pemerintah juga memperkuat pelatihan keterampilan di Balai Latihan Kerja (BLK) di wilayah-wilayah terdampak seperti Jawa Tengah, termasuk Semarang dan Solo. 

Upaya ini bertujuan untuk membuka peluang kerja baru bagi para pekerja yang kehilangan pekerjaan.

“Kami harus siapkan pasar kerja buat kawan-kawan buruh yang ter-PHK. Itu skenario terburuk jika PHK terus terjadi,” tambahnya.

Baca juga: Langkah-langkah Pemerintah Tingkatkan Bantuan Sosial Menghadapi Kenaikan PPN 12%

Revisi Kebijakan Permendag 8/2024

Sebagai respons atas krisis ini, ada dorongan kuat dari berbagai pihak, termasuk pengusaha dan serikat pekerja, untuk merevisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024. 

Kebijakan sebelumnya, yakni Permendag Nomor 36 Tahun 2023, dinilai lebih mendukung dunia usaha karena memberikan perlindungan lebih baik terhadap industri lokal.

“Apakah nanti Permendag 8 itu disempurnakan, itu tugasnya teman-teman di Kementerian Perdagangan,” kata Heru Widianto.

Harapan dan Tantangan ke Depan

Noel optimistis bahwa langkah-langkah pemerintah dapat mengurangi dampak buruk dari gelombang PHK.

Namun, ia mengakui bahwa tantangan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia akibat tekanan ekonomi global.

“Badai PHK ini bukan hanya di Indonesia. Ini proses transisi menuju tatanan dunia baru,” tegas Noel.

Pemerintah berharap revisi kebijakan dan upaya mitigasi lainnya mampu menciptakan stabilitas tenaga kerja, mengurangi keresahan pekerja, dan memperkuat industri lokal agar tetap kompetitif di tengah derasnya produk impor.

(Oda/Ryz)