Paus Fransiskus Wafat di Usia 88 Tahun, Seruan Terakhirnya: Gencatan Senjata untuk Gaza

Paus Fransiskus Wafat di Usia 88 Tahun, Seruan Terakhirnya: Gencatan Senjata untuk Gaza

FYPMedia. ID – Dunia kembali berkabung. Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma, wafat dalam usia 88 tahun pada Senin pagi, 21 April 2025, di kediamannya di Vatikan. Kabar duka ini dikonfirmasi oleh juru bicara Vatikan setelah Paus sempat menjalani perawatan intensif akibat pneumonia ganda yang dideritanya sejak Februari lalu.

 

Paus Fransiskus, yang lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio di Buenos Aires, Argentina, merupakan Paus pertama dari Amerika Latin dalam sejarah gereja selama berabad-abad. Ia terpilih menjadi pemimpin umat Katolik sedunia pada tahun 2013, menggantikan Paus Benediktus XVI.

 

Kesehatannya sempat memburuk, namun semangat pastoralnya tidak pernah surut. Dalam penampilan publik terakhirnya pada Minggu Paskah, sehari sebelum wafat, Paus Fransiskus tampil dari balkon Basilika Santo Petrus—meskipun suara doanya harus dibacakan oleh seorang ajudan. Dalam pesan Paskah yang menggetarkan dunia, beliau menyerukan gencatan senjata di Gaza dan mengungkapkan kepedulian mendalam terhadap penderitaan rakyat Palestina dan Israel.

 

> “Saya menyatakan kedekatan saya dengan penderitaan… seluruh rakyat Israel dan rakyat Palestina,” kata Paus. Ia juga menyebut situasi kemanusiaan di Gaza sebagai “menyedihkan” dan menyerukan agar semua pihak menghentikan kekerasan.

 

Paus Pertama dari Amerika Latin

 

Lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio di Buenos Aires, Argentina, pada 17 Desember 1936, Paus Fransiskus menjadi sosok yang mengubah sejarah Vatikan ketika terpilih sebagai Paus ke-266 pada 13 Maret 2013. Ia adalah Paus pertama yang berasal dari Amerika Latin, serta Paus pertama dari Ordo Jesuit. Keputusannya untuk mengambil nama “Fransiskus” terinspirasi dari Santo Fransiskus dari Assisi—simbol kesederhanaan dan pelayanan terhadap kaum miskin.

 

Penampilannya yang bersahaja, sering berjalan kaki, menolak tinggal di apartemen resmi Paus, serta memilih mobil sederhana, telah menjadi lambang kerendahan hati yang kuat. Kepemimpinannya menghadirkan semangat reformasi, keterbukaan, dan keberpihakan terhadap isu-isu kemanusiaan di tengah dunia yang makin terpolarisasi.

 

Suara Kemanusiaan dan Pembaru Gereja

 

Selama lebih dari satu dekade memimpin, Paus Fransiskus dikenal tidak hanya sebagai pemimpin spiritual, tetapi juga sebagai suara moral yang vokal terhadap isu-isu global: kemiskinan, perubahan iklim, migrasi, ketidaksetaraan, konflik bersenjata, hingga perlindungan anak.

 

Salah satu dokumen penting dalam masa kepemimpinannya adalah Laudato Si’** (2015), sebuah ensiklik yang menyerukan kepedulian terhadap bumi dan perubahan iklim. Dalam dokumen itu, Paus menyampaikan bahwa krisis lingkungan dan krisis sosial saling terkait, dan mendesak dunia untuk bertindak.

 

Ia juga membuka pintu dialog dengan agama lain, mendorong rekonsiliasi dengan umat Islam, Yahudi, dan Ortodoks. Paus Fransiskus menjadi tokoh penting dalam berbagai pertemuan lintas agama untuk membangun perdamaian dan pemahaman antar umat beragama.

 

Dalam konteks internal Gereja, ia dikenal karena upayanya menanggulangi skandal pelecehan seksual yang selama bertahun-tahun mengguncang Gereja Katolik. Meski menghadapi banyak tantangan dan kritik, Paus tetap berusaha menerapkan prinsip transparansi dan keadilan dalam penanganan kasus tersebut.

 

Pidato Terakhir: Warisan yang Tak Terlupakan

 

Seruan Paus dalam pidato terakhirnya pada Minggu Paskah dianggap banyak kalangan sebagai puncak dari perjuangannya membela nilai-nilai perdamaian dan kemanusiaan. Ketika dunia dilanda konflik berkepanjangan, khususnya di Gaza, suara Paus Fransiskus kembali menjadi pengingat bahwa nilai kasih dan solidaritas harus dikedepankan.

 

Paus tidak hanya bicara soal iman, tetapi juga menyentuh sisi kemanusiaan yang universal. Pesan terakhirnya mencerminkan warisan moral yang akan terus dikenang oleh dunia.

 

> “Di akhir hayatnya, Paus Fransiskus tetap teguh pada misinya—menjadi suara bagi mereka yang tak terdengar,” ujar Kardinal Pietro Parolin, Sekretaris Negara Vatikan.

 

Reaksi Dunia

 

Ucapan belasungkawa mengalir dari berbagai pemimpin dunia. Presiden Argentina menyatakan hari berkabung nasional untuk menghormati putra bangsa yang telah menjadi tokoh dunia. Pemimpin-pemimpin agama dari berbagai keyakinan pun menyampaikan rasa kehilangan atas wafatnya sosok yang dianggap sebagai jembatan lintas iman.

 

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Sekjen António Guterres menyebut Paus Fransiskus sebagai “duta besar kemanusiaan” yang dedikasinya terhadap perdamaian dan keadilan sosial telah menginspirasi banyak bangsa.

 

Menuju Konklaf Baru

 

Wafatnya Paus Fransiskus membuka jalan bagi proses *konklaf*, yaitu pemilihan Paus baru oleh para kardinal Gereja Katolik yang akan berlangsung dalam waktu dekat di Kapel Sistina. Dunia kini menantikan siapa yang akan meneruskan jejak langkah besar Paus Fransiskus, sekaligus menghadapi tantangan zaman modern yang makin kompleks.

 

 

Selamat jalan, Paus Fransiskus. Dunia telah kehilangan salah satu suara moral terbesar dalam sejarah modern.