Netflix dan Spotify Kena Dampak PPN 12%: Harga Langganan Naik di Tahun 2025

netflix-spotify
Aplikasi Streaming (Netflix & Spotify) yang Terkena Dampak PPN 2025/ Sumber Foto: Canvacom & musictechcom

FYPMedia.ID – Pemerintah Indonesia secara resmi akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini berdampak pada berbagai barang dan jasa, termasuk layanan digital seperti Netflix dan Spotify. 

Bagaimana hal ini memengaruhi harga langganan Anda? Berikut ulasannya.

Alasan Kenaikan PPN ke 12%

Tarif PPN 12% diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan langkah yang telah direncanakan untuk mendukung penerimaan negara.

“Sesuai dengan amanat UU HPP, tarif PPN tahun depan akan naik menjadi 12% per Januari 2025,” ujar Airlangga Hartarto saat konferensi pers pada Senin (16/12/2024).

Dampak Kenaikan PPN pada Harga Layanan Streaming

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengonfirmasi bahwa kenaikan PPN berlaku untuk layanan elektronik, termasuk Netflix dan Spotify. 

 “Jadi jasanya Netflix, iya kena. (Spotify) iya sama,” ujar Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, saat ditemui di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).

Perubahan tarif PPN langsung memengaruhi biaya langganan yang dibayar konsumen. Berikut rincian kenaikan harga beberapa paket populer.

Baca juga: Serial Netflix Troy: Fall of a City (2018) Mengangkat Kisah Mitologis Yunani

Netflix

  • Paket Ponsel: Rp59.940 (PPN 11%) → Rp60.480 (PPN 12%)
  • Paket Dasar: Rp72.150 (PPN 11%) → Rp72.800 (PPN 12%)
  • Paket Standar: Rp133.200 (PPN 11%) → Rp134.400 (PPN 12%)
  • Paket Premium: Rp206.460 (PPN 11%) → Rp208.320 (PPN 12%)

Spotify

  • Paket Mini: Rp2.500/hari (PPN 11%) → Rp2.800/hari (PPN 12%)
  • Paket Individual: Rp54.990/bulan (PPN 11%) → Rp61.588/bulan (PPN 12%)
  • Paket Student: Rp27.500/bulan (PPN 11%) → Rp30.800/bulan (PPN 12%)
  • Paket Duo: Rp71.490/bulan (PPN 11%) → Rp80.068/bulan (PPN 12%)
  • Paket Family: Rp86.900/bulan (PPN 11%) → Rp97.328/bulan (PPN 12%)

Kebijakan Pemerintah untuk Mengurangi Beban Masyarakat

Sebagai bagian dari strategi untuk menjaga daya beli, pemerintah akan memberikan subsidi PPN pada beberapa komoditas penting seperti tepung terigu, gula industri, dan minyak goreng rakyat (Minyakita). 

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, “Selisih kenaikan PPN sebesar 1% pada barang-barang tersebut akan ditanggung oleh pemerintah.”

“Barang-barang seperti tepung terigu, gula untuk industri, dan Minyakita akan dikenakan PPN sebesar 11 persen. Artinya, dari kenaikan tarif menjadi 12 persen, selisih 1 persennya akan ditanggung oleh pemerintah,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers terkait Paket Kebijakan Ekonomi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).

Baca juga: Rekomendasi 8 Drama dan Film Korea tentang Balas Dendam di Netflix

Selain itu, kebutuhan pokok seperti beras, jagung, kedelai, daging, susu, ikan, serta jasa penting seperti pendidikan dan kesehatan tetap dibebaskan dari PPN. 

Menurut Airlangga Hartarto, kebijakan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah.

Bagaimana Konsumen Bisa Menghadapi Kenaikan Ini?

Dengan tarif PPN baru, masyarakat disarankan untuk lebih bijak dalam mengatur pengeluaran, terutama pada langganan layanan digital. Mungkin dapat mengevaluasi ulang paket langganan atau memilih opsi yang lebih hemat.

Meski begitu, kenaikan ini diharapkan membantu meningkatkan penerimaan negara untuk mendanai pembangunan dan program kesejahteraan sosial. 

Di tengah kenaikan harga, upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi juga menjadi harapan bersama.

Tahun 2025 membawa tantangan baru dengan naiknya tarif PPN menjadi 12%. Layanan streaming seperti Netflix dan Spotify akan mengalami kenaikan harga, tetapi langkah ini diambil untuk mendukung penerimaan negara. 

Masyarakat diimbau tetap cermat dalam mengelola keuangan dan memanfaatkan kebijakan subsidi pemerintah pada barang-barang tertentu untuk menjaga keseimbangan pengeluaran.

(oda)