Nasib Guru yang Hukum Murid Tak Mau Sholat, Kini Jadi Tahanan Kota

Nasib Guru yang Hukum Murid Tak Mau Sholat, Kini Jadi Tahanan Kota
Foto: tribunjatim

FYPMedia.id – Sebuah peristiwa memilukan melibatkan seorang guru SMK di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), NTB, yang terlibat dalam kasus pemukulan terhadap seorang siswa berinisial A, yang enggan melaksanakan salat, telah membawa guru tersebut ke jalur persidangan. Peristiwa ini juga menjadi perdebatan karena pihak keluarga A meminta ganti rugi sebesar Rp 50 juta sebagai syarat berdamai.

Guru berusia 26 tahun yang mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMK tersebut, bernama Akbar Sorasa. Ia menceritakan bahwa peristiwa ini bermula saat dirinya mengajak sejumlah siswa yang sedang duduk bersama di samping gerbang sekolah untuk melaksanakan salat. Akbar mencatat bahwa siswa tersebut sebelumnya kabur saat diajak untuk salat.

Tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mendidik siswanya tentang pentingnya salat, Akbar mengajak A dan siswa lainnya ke musala untuk menjalankan salat bersama. Namun, A tampaknya tidak mengindahkan perintah guru tersebut.

Akbar mencoba kembali mengajak A untuk melaksanakan salat setelah mendapat penolakan dari siswa tersebut. Namun, situasi memburuk ketika A menatap Akbar dengan tajam seolah menantangnya. Tindakan ini membuat Akbar kehilangan kendali diri, dan akhirnya ia memukul A.

Setelah insiden pemukulan tersebut, Akbar berusaha mencari A untuk meminta maaf atas tindakannya. Namun, alih-alih penyelesaian damai, Akbar justru dilaporkan ke pihak berwajib atas tindakan pemukulan tersebut.

Akbar berusaha menyelesaikan masalah ini di luar jalur hukum dengan melakukan permintaan maaf dan mediasi oleh pihak sekolah sebanyak tiga kali. Ia juga mengunjungi rumah keluarga A dalam upaya mencari penyelesaian.

Namun, keluarga A malah meminta Akbar membayar ganti rugi sebesar Rp 50 juta sebagai syarat berdamai. Akbar, yang bekerja sebagai guru honorer, mengungkapkan bahwa ia tidak mampu membayar jumlah sebesar itu dari gajinya.

Wali siswa akhirnya menurunkan tuntutannya menjadi Rp 20 juta, namun Akbar mengaku tidak mampu memenuhi permintaan tersebut karena kondisi keuangannya yang terbatas. Selain meminta uang, wali siswa juga meminta Akbar untuk berhenti mengajar.

Merasa bahwa ia tidak mampu memenuhi tuntutan dari pihak keluarga A, Akbar memilih untuk melanjutkan persidangan. Kini, ia menjadi tahanan kota dalam kasus yang melibatkan pemukulan siswa yang enggan melaksanakan salat.

(Rin)

Leave a Reply