FYPMEDIA.ID – Generasi Z di Indonesia tengah menghadapi keterpurukan dalam dunia kerja. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, hampir 10 juta anak muda usia 15-24 tahun menganggur.
Angka tersebut mencakup 22,25% dari total populasi muda di Indonesia. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan, yakni 5,73 juta orang atau 26,54% dari total generasi muda perempuan, sementara laki-laki mencapai 4,17 juta orang (18,21%).
Baca juga: Menaker Yassierli Akan Adakan Job Fair Setiap Minggu untuk Kurangi Pengangguran
Kondisi ini menyoroti tantangan struktural dalam dunia kerja, terutama bagi Generasi Z yang baru memasuki usia produktif. Berikut beberapa faktor utama yang menyebabkan situasi ini:
1. Ketidakcocokan antara Pendidikan dan Dunia Kerja
Ketidakcocokan antara kualifikasi lulusan pendidikan dan kebutuhan industri menjadi salah satu penyebab utama. Nailul Huda, ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), menjelaskan bahwa sistem pendidikan di Indonesia sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
“Industri kebingungan dengan lulusan dalam negeri yang tidak memenuhi kualifikasi mereka,” ujar Nailul. Sebagai contoh, wilayah tertentu mungkin membutuhkan tenaga kerja di sektor pertanian, tetapi yang tersedia justru lulusan dari bidang yang berbeda. Hal ini menciptakan kesenjangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja.
2. Rendahnya Daya Saing Internasional
Human capital index Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Pendidikan berkualitas yang mahal menjadi salah satu penghambat utama bagi banyak anak muda untuk melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi.
Nailul Huda juga menyoroti pentingnya menurunkan uang kuliah tunggal (UKT) agar pendidikan dapat diakses lebih luas. Selain itu, ia menyarankan agar pemerintah memberikan perhatian lebih pada kualitas pendidikan di berbagai jenjang.
3. Faktor Sosial dan Kultural
Sebagian besar generasi muda yang menganggur berasal dari lulusan SMA (3,57 juta orang), diikuti lulusan SMK (2,29 juta orang). Tidak hanya itu, anak muda di daerah perdesaan juga lebih rentan terhadap pengangguran, yakni mencapai 24,79%, dibandingkan dengan 20,40% di perkotaan.
Selain itu, keterbatasan akses ke transportasi, kewajiban rumah tangga, hingga keterbatasan finansial menjadi alasan lain yang menghambat mereka mendapatkan pekerjaan.
4. Dampak Pandemi pada Generasi Z
Pandemi COVID-19 memperparah situasi kerja bagi generasi muda, terutama karena banyak perusahaan yang memangkas tenaga kerja mereka. Nailul menyebutkan bahwa banyak pelatihan dan program peningkatan keterampilan yang tidak berjalan optimal selama pandemi, sehingga mempersempit peluang kerja bagi generasi muda.
Langkah yang Harus Dilakukan
Pemerintah dan sektor swasta harus bekerja sama untuk mengatasi krisis ini. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menyarankan agar pemerintah lebih serius membenahi sistem pendidikan dan mencontoh kebijakan negara seperti Cina, yang memberikan banyak beasiswa untuk pelajar ke luar negeri dengan skema timbal balik.
Peningkatan akses ke pendidikan, pengembangan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri, serta kolaborasi antara sektor pendidikan dan bisnis menjadi solusi utama untuk mengatasi tantangan ini.
Dengan populasi muda yang besar, Indonesia memiliki potensi besar untuk meningkatkan daya saing global. Namun, tanpa langkah yang tepat, generasi Z berisiko menjadi korban dari ketidakpastian ekonomi yang terus membayangi.
Keterpurukan dunia kerja bagi Generasi Z bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi memerlukan pendekatan sistematis.
Baca juga: Pahlawan Zaman Now 2024: Bagaimana Generasi Z Bisa Menjadi Pembawa Perubahan
Dengan reformasi pendidikan, peningkatan akses ke lapangan kerja, dan dukungan pelatihan keterampilan, generasi muda Indonesia dapat lebih siap menghadapi dunia kerja yang semakin kompetitif.