FYPMedia.ID – Mayat dalam karung! Mayat dalam karung! Kalimat ini menggema di media sosial dan jadi perbincangan hangat warga Tangerang dan netizen seluruh Indonesia. Tragedi mengerikan ini bukan adegan film horor. Ini nyata. Ini terjadi di pagi yang biasa, di semak-semak yang biasa, tapi dengan kisah luar biasa—kisah tragis dari seorang anak muda yang baru saja merantau.
Yogi Apriansyah (22), pemuda asal Kecamatan Palas, Lampung Selatan, baru empat hari menginjakkan kaki di Kota Tangerang. Empat hari. Tapi empat hari itu cukup untuk mengubah hidup, cukup untuk merenggut nyawa, cukup untuk membuat seluruh Indonesia terdiam.
Ditemukan Dalam Karung, Tangan dan Kaki Terikat
Pagi itu, Senin (22/4/2025), Jalan HR Rasuna Said, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, mendadak berubah jadi TKP mengerikan. Seorang pemulung mencium aroma busuk dari karung putih yang tergeletak di semak-semak. Saat dibuka, bukan sampah yang ditemukan. Tapi mayat. Ya, mayat. Dalam karung. Dengan tangan dan kaki terikat tali rafia.
“Saya kira sampah biasa, tapi baunya aneh. Pas saya buka, ternyata ada mayat,” ujar Sandi, pemulung yang tak menyangka pagi harinya akan menjadi saksi awal tragedi berdarah.
Polisi datang, garis polisi dibentangkan, warga berkerumun. Jenazah dalam kondisi mengenaskan. Ada luka bekas penganiayaan. Ada jejak kekerasan. Ada pertanyaan besar: siapa tega melakukan ini?
Baru Empat Hari Merantau, Langsung Jadi Korban
Yogi bukan warga lokal. Yogi adalah perantau. Seperti ribuan anak muda lainnya, ia datang ke Tangerang dengan harapan dan impian. Impian memperbaiki nasib. Impian mengangkat derajat keluarga. Tapi siapa sangka, niat baik justru berakhir jadi tragedi.
“Dia pamit untuk kerja di pabrik. Baru empat hari. Baru mau kerja. Tapi sudah tidak bisa dihubungi,” ungkap Roni, kakak korban, dengan suara bergetar.
Semangatnya belum sempat mekar, nyawanya sudah meregang. Ia tinggal bersama teman yang lebih dulu merantau. Tapi komunikasi terputus di hari keempat. Dan hari itu juga, ia ditemukan tak bernyawa.
Polisi Selidiki Motif, Analisis CCTV, Cari Pelaku
Polres Metro Tangerang Kota langsung bergerak cepat. Olah TKP, pemeriksaan saksi, penyelidikan CCTV. Semua dilakukan untuk satu tujuan: mengungkap siapa pelakunya.
Kapolres Kombes Zain Dwi Nugroho menyebutkan ada indikasi kuat pembunuhan dilakukan di tempat lain, lalu jasad dibuang ke semak. Tidak ada barang berharga yang hilang. Itu artinya: ini bukan perampokan. Ini pembunuhan. Dan besar kemungkinan pelaku adalah orang dekat.
“Kami sudah kantongi petunjuk penting. Ini bukan pembunuhan acak. Ada relasi dengan korban,” tegasnya.
Duka Mendalam di Tanah Kelahiran: Lampung Selatan Menangis
Berita duka menyebar cepat ke Desa Pulau Jaya, Kecamatan Palas, Lampung Selatan. Suasana berubah muram. Warga mengenang Yogi sebagai anak baik, sopan, dan rajin. Tidak pernah neko-neko. Tidak punya musuh.
Ibunya menangis, tak percaya.
“Sakit sekali rasanya. Dia anak baik. Kami nggak sangka nasibnya seperti ini.”
Jenazah Yogi dipulangkan Selasa dini hari. Prosesi pemakaman dipenuhi isak tangis. Tidak ada yang menyangka kepergiannya secepat ini, sekejam ini.
BACA JUGA : Jasad Pria asal Lampung Dibawa Keliling Pakai Motor oleh Pelaku Pembunuhan di Tangerang
Tagar #KeadilanUntukYogi Menggema di Media Sosial
Netizen bergerak. Tagar #KeadilanUntukYogi viral di X, Instagram, hingga TikTok. Banyak yang bersimpati, banyak pula yang marah.
“Baru kerja udah jadi korban. Negara harus hadir!” tulis salah satu netizen.
“Semoga pelakunya segera tertangkap. Yogi harus dapat keadilan!” seru akun lain.
Publik tidak tinggal diam. Mereka mendesak pihak kepolisian untuk menuntaskan kasus ini. Tidak hanya sebagai berita satu hari, tapi sebagai pembelajaran agar perantau muda tak lagi jadi korban.
Miris! Marak Kasus Pembunuhan Perantau di Kota-Kota Besar
Kasus Yogi bukan yang pertama. Dalam dua tahun terakhir, kasus serupa juga terjadi di beberapa kota besar seperti Bekasi, Jakarta, dan Surabaya. Anak muda merantau, lalu menghilang, dan ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Apa yang salah? Apakah minimnya pengawasan? Apakah lemahnya perlindungan pekerja informal? Atau justru karena lingkungan kerja yang tidak transparan dan berisiko?
Yogi adalah simbol. Simbol perantau muda yang berharap, tapi justru berakhir dalam karung.
Tragedi Yogi, Tamparan Keras untuk Pemerintah dan Masyarakat
Kasus ini seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah pusat dan daerah.
Di mana pengawasan terhadap pendatang baru?
Bagaimana sistem rekrutmen kerja informal bisa lolos tanpa verifikasi?
Mengapa perantau muda bisa jadi korban tanpa perlindungan hukum yang jelas?
Harus ada evaluasi. Harus ada perubahan sistem.
Perantau bukan warga kelas dua. Mereka pahlawan ekonomi. Mereka layak dilindungi.
Harapan Terakhir: Tangkap Pelaku, Berikan Keadilan
Keluarga Yogi tak banyak meminta. Mereka tidak berharap lebih. Mereka hanya ingin keadilan.
“Kami ingin pelaku ditangkap. Kami ingin Yogi dapat keadilan. Jangan ada lagi korban seperti dia,” tegas Roni, kakak korban.
Kini semuanya tergantung pada aparat penegak hukum. Mampukah mereka menjawab kepercayaan publik? Atau kasus ini akan jadi bagian dari tumpukan kasus lain yang tak kunjung terpecahkan?
Penutup: Yogi dan Mimpi yang Tak Pernah Sampai
Yogi datang ke Tangerang dengan mimpi. Tapi yang kembali ke kampung halaman bukan dia yang hidup, tapi tubuh dingin dalam peti.
Yogi tidak gagal. Sistem yang gagal. Perlindungan yang gagal. Negara yang gagal hadir.
Semoga tragedi ini menjadi pembuka mata semua pihak: dari pemerintah, perusahaan, hingga masyarakat.
Mayat dalam karung bukan cerita biasa. Itu suara yang menjerit: “Lindungi kami, para perantau muda!”