FYPMedia.ID – Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong, resmi mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi importasi gula tahun 2015-2016.
Gugatan tersebut didaftarkan oleh tim kuasa hukumnya pada Selasa (5/11), dengan dalih penetapan tersangka yang dianggap tidak sesuai prosedur hukum oleh Kejaksaan Agung.
Pengacara Lembong, Ari Yusuf Amir, menyampaikan bahwa penetapan tersangka dan penahanan terhadap kliennya dianggap cacat hukum. Ia menyebut bahwa tindakan penyidik Kejaksaan Agung bersifat “sewenang-wenang” dan tidak memenuhi asas objektivitas dalam KUHAP. Menurutnya, kliennya ditahan tanpa adanya bukti kerugian negara yang sah.
“Kami akan menghadirkan beberapa ahli dalam praperadilan ini, termasuk ahli keuangan, administrasi negara, dan hukum,” ujar Ari Yusuf Amir. “Kami menegaskan, proses hukum harus adil, bukan tebang pilih.”
Tim kuasa hukum Lembong menyoroti ketidakhadiran audit yang menyatakan kerugian negara sebagai bukti dalam kasus ini. “Tidak ada hasil audit yang menunjukkan kerugian negara akibat tindakan klien kami,” ujar Ari.
“Jika dikatakan penyidikan berjalan sampai tahun 2023, maka menteri-menteri yang terlibat saat itu juga harus diperiksa.”
Selain itu, Ari menilai penahanan yang dilakukan penyidik tidak memiliki alasan kuat, mengingat Lembong selalu kooperatif dan memenuhi setiap panggilan. Menurutnya, ancaman melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatan tidak dapat diterapkan pada kliennya.
Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Agung sejak Selasa (29/10), bersama CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Kejaksaan menduga kasus importasi gula ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp400 miliar. Penahanan ini berlangsung selama 20 hari pertama sebagai bagian dari proses penyidikan.
Pihak Kejaksaan Agung mengonfirmasi akan melanjutkan penyelidikan dan membuka kemungkinan adanya tersangka tambahan. Namun, tim kuasa hukum Tom Lembong menekankan bahwa proses penetapan tersangka dan penahanan seharusnya memperhatikan asas hukum yang sah dan tidak merugikan hak-hak kliennya.
“Kami mendukung proses hukum, tetapi juga menginginkan proses yang berkeadilan,” tandas Ari.
Melalui petitum praperadilan, tim hukum Lembong meminta PN Jakarta Selatan membatalkan status tersangka dan mengakhiri penahanan yang dinilai sewenang-wenang. “Kami berharap hakim memutuskan bahwa penetapan tersangka ini tidak sah, dan klien kami bisa segera dibebaskan,” ucap Ari.
Kasus ini diperkirakan akan menyedot perhatian publik dan mempengaruhi pandangan terhadap penegakan hukum di sektor pemerintahan. Keputusan praperadilan yang akan datang diharapkan mampu menjadi landasan penegakan hukum yang adil dan sesuai prosedur.