FYPMedia. ID – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) pada Kamis, 20 Maret 2025. Keputusan ini menuai perdebatan dan kekhawatiran di tengah masyarakat, terutama terkait dengan perluasan kewenangan perwira aktif untuk menempati jabatan sipil di kementerian dan lembaga negara.
Dalam revisi UU TNI yang disahkan, perwira aktif kini diizinkan untuk menduduki jabatan di 14 kementerian dan lembaga negara, bertambah dari sebelumnya yang hanya mencakup 10 kementerian/lembaga. Perubahan ini menimbulkan reaksi beragam, dengan sebagian pihak menilai langkah ini berpotensi mengurangi kesempatan bagi masyarakat sipil dalam memperoleh pekerjaan di sektor pemerintahan.
Wakil Direktur Imparsial, Hussein Ahmad, mengkritik revisi ini dengan menyoroti bahwa pemerintah dan penyusun RUU TNI tidak cukup peka terhadap kondisi masyarakat. Menurutnya, penambahan jabatan sipil yang dapat diisi oleh perwira aktif TNI berisiko mempersempit ruang bagi tenaga kerja sipil yang selama ini mengandalkan sektor pemerintahan sebagai salah satu sumber utama lapangan pekerjaan.
Kekhawatiran Masyarakat terhadap Lapangan Kerja
Salah satu kekhawatiran utama yang muncul dari revisi ini adalah dampaknya terhadap pasar tenaga kerja. Masyarakat menilai bahwa dengan adanya perluasan peran TNI dalam jabatan sipil, peluang kerja bagi masyarakat sipil bisa semakin berkurang. Hal ini dikhawatirkan dapat memperparah tingkat pengangguran di Indonesia, terutama di sektor birokrasi dan pemerintahan.
Selain itu, sejumlah pengamat menyoroti bahwa peran sipil dan militer memiliki perbedaan mendasar dalam hal tugas dan tanggung jawab. Keberadaan perwira aktif dalam jabatan sipil dikhawatirkan dapat mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil, yang seharusnya tetap terpisah sesuai dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
Beberapa kalangan juga mempertanyakan kesiapan perwira aktif dalam menjalankan tugas sipil yang berbeda dari tugas kemiliteran mereka. Dunia birokrasi membutuhkan pemahaman mendalam terkait administrasi publik, regulasi, serta dinamika sosial yang sering kali berbeda dengan pendekatan militer. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah perwira TNI aktif benar-benar memiliki kompetensi yang diperlukan untuk mengemban tugas sipil secara efektif.
Janji TNI untuk Profesionalisme
Meskipun menuai kritik, pihak TNI menegaskan bahwa perluasan jabatan sipil bagi perwira aktif tidak akan digunakan untuk mengambil alih posisi sipil secara sembarangan. TNI juga berjanji bahwa para perwira yang ditempatkan di jabatan sipil akan menjalankan tugas mereka secara profesional dan tidak akan membuat malu institusi militer.
Panglima TNI menekankan bahwa pengisian jabatan sipil oleh perwira aktif bertujuan untuk meningkatkan koordinasi antara instansi militer dan sipil, bukan untuk menggantikan tenaga kerja sipil yang sudah ada. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk memastikan bahwa kebijakan ini diterapkan secara bijaksana agar tidak merugikan masyarakat.
Selain itu, TNI mengklaim bahwa kebijakan ini dapat membawa manfaat dalam hal peningkatan efisiensi dan sinergi antara lembaga negara. Kehadiran perwira aktif dalam struktur sipil diharapkan dapat memperkuat ketahanan nasional dan mempercepat pengambilan keputusan di sektor-sektor strategis yang membutuhkan pendekatan militer.
Tantangan Implementasi dan Pengawasan
Meskipun ada jaminan dari pihak TNI, masih terdapat berbagai tantangan dalam implementasi kebijakan ini. Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan bahwa perluasan peran TNI dalam jabatan sipil tidak mengganggu keseimbangan demokrasi dan hak-hak masyarakat sipil.
Para ahli menyarankan agar pemerintah dan DPR RI melakukan pengawasan ketat terhadap penerapan UU TNI yang baru ini. Transparansi dalam pengangkatan perwira aktif ke posisi sipil juga menjadi hal yang sangat penting untuk menghindari potensi penyalahgunaan kewenangan dan konflik kepentingan.
Selain itu, evaluasi berkala diperlukan untuk menilai efektivitas kebijakan ini serta dampaknya terhadap masyarakat sipil dan dunia kerja. Jika ditemukan adanya dampak negatif yang signifikan, maka revisi lebih lanjut terhadap UU TNI harus dipertimbangkan demi menjaga keseimbangan antara kepentingan nasional, supremasi sipil, dan peluang kerja bagi masyarakat umum.
Dampak terhadap Demokrasi dan Reformasi Militer
Revisi UU TNI ini juga menimbulkan pertanyaan terkait reformasi militer yang telah dilakukan selama era demokrasi di Indonesia. Sejak reformasi 1998, salah satu tujuan utama adalah mengurangi peran militer dalam ranah sipil guna memastikan supremasi sipil dalam pemerintahan. Dengan adanya revisi ini, beberapa pihak khawatir bahwa reformasi militer dapat mengalami kemunduran.
Para pengamat demokrasi menilai bahwa penguatan supremasi sipil harus tetap dijaga agar tidak terjadi campur tangan militer yang berlebihan dalam pemerintahan. Meskipun beberapa negara lain juga menerapkan kebijakan serupa, penting bagi Indonesia untuk memastikan bahwa perubahan ini tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang telah diperjuangkan selama ini.
Kesimpulan
Revisi UU TNI yang memperluas peran perwira aktif dalam jabatan sipil telah memicu kontroversi dan kekhawatiran di masyarakat. Meskipun pihak TNI telah berjanji untuk menjalankan kebijakan ini secara profesional, masih ada tantangan besar dalam implementasinya. Oleh karena itu, pengawasan ketat dan evaluasi berkala sangat diperlukan untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak merugikan masyarakat dan tetap sejalan dengan prinsip demokrasi serta supremasi sipil.
Selain itu, pemerintah juga harus mendengarkan aspirasi masyarakat serta memperhatikan keseimbangan antara kepentingan nasional dan perlindungan hak-hak tenaga kerja sipil. Reformasi militer yang telah dijalankan selama lebih dari dua dekade harus tetap dijaga agar tidak mengalami kemunduran akibat kebijakan baru ini. Dengan demikian, pemerintah perlu melakukan kajian mendalam dan terbuka terhadap kebijakan ini demi memastikan bahwa implementasinya tidak bertentangan dengan semangat demokrasi dan hak sipil di Indonesia.