FYPMedia.ID – Hari ini, Rabu (7/5/2025), sejarah kembali ditulis di Kapel Sistina, Vatikan. Sebanyak 133 kardinal dari berbagai penjuru dunia berkumpul dalam konklaf—sebuah sidang tertutup untuk memilih paus baru, menggantikan Paus Fransiskus yang wafat pada 21 April 2025 lalu.
Konklaf merupakan tradisi tertua dalam Gereja Katolik Roma. Tanpa kampanye terbuka atau baliho dukungan, para kardinal memilih dengan dasar kerohanian, rekam jejak, hingga pengaruh dan posisi kandidat di dalam Gereja. Prosesnya sangat rahasia—bahkan sinyal ponsel pun diputus demi menjaga integritas.
Meski begitu, tetap ada beberapa nama yang mencuat sebagai calon kuat. Berdasarkan laporan AFP, terdapat 16 kardinal dari Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika yang dinilai berpeluang besar menjadi penerus Takhta Suci.
Kandidat Eropa Mendominasi
Dari benua Eropa, Italia menjadi negara dengan representasi terkuat. Salah satu nama terdepan adalah Pietro Parolin (70), Menteri Luar Negeri Vatikan yang dikenal sebagai tangan kanan Paus Fransiskus. Ia dinilai punya jaringan luas di dalam dan luar Vatikan.
Lalu ada Matteo Maria Zuppi (69), Uskup Agung Bologna. Sosoknya menonjol karena sering dipercaya sebagai utusan perdamaian, termasuk dalam konflik di Ukraina. Zuppi juga dikenal dekat dengan komunitas Sant’Egidio yang aktif dalam kerja sosial dan diplomasi damai.
Sementara itu, Pierbattista Pizzaballa (60), Patriark Latin Yerusalem, menjadi kandidat yang menonjol karena pengalamannya memimpin umat Katolik di kawasan sensitif Timur Tengah—meliputi Israel, Palestina, Yordania, dan Siprus.
Nama-nama lain dari Eropa yang juga masuk radar antara lain:
-
Claudio Gugerotti (60), Italia: Pakar Gereja Timur dan multibahasa.
-
Jean-Marc Aveline (66), Prancis: Uskup Marseille yang lahir di Aljazair dan punya latar pelayanan multikultural.
-
Anders Arborelius (75), Swedia: Mualaf Katolik pertama yang menjadi kardinal di negara mayoritas sekuler.
-
Mario Grech (68), Malta: Disebut sebagai mediator dan tokoh kompromi potensial.
-
Peter Erdo (72), Hongaria: Pakar hukum kanon, penulis 25+ buku, dan fasih tujuh bahasa.
-
Jean-Claude Hollerich (66), Luksemburg: Jesuit, eks misionaris Jepang, dan ahli hubungan lintas benua.
Baca Juga: 2025 Mobil Mendiang Paus Fransiskus Kini Jadi Klinik Keliling untuk Anak-Anak Gaza
Asia menghadirkan dua sosok yang tak bisa diabaikan.
Pertama, Luis Antonio Tagle (67) dari Filipina. Mantan Uskup Agung Manila ini dikenal sebagai figur karismatik dan moderat. Ia tak ragu mengkritik kelemahan Gereja, termasuk dalam menangani kasus pelecehan seksual. Kini, Tagle menjabat di Dikasteri Evangelisasi dan sangat dekat dengan Paus Fransiskus.
Kandidat kedua adalah Charles Maung Bo (76) dari Myanmar, kardinal pertama dari negara tersebut. Di tengah situasi politik Myanmar yang penuh gejolak, Bo tampil sebagai figur penting yang menjembatani antaragama di negara mayoritas Buddha itu.
Afrika Punya Tiga Wakil Potensial
Dari benua Afrika, tiga kardinal muncul sebagai kandidat dengan peluang kuat.
-
Peter Turkson (76), Ghana: Lama disebut-sebut sebagai kandidat paus kulit hitam pertama. Pengalamannya di Vatikan termasuk posisi penting di bidang keadilan dan pembangunan manusia integral.
-
Robert Sarah (79), Guinea: Sosok konservatif yang vokal terhadap perubahan di tubuh Gereja. Namun, usianya yang hampir 80 tahun bisa membuatnya terganjal aturan konklaf, karena kardinal di atas 80 tidak dapat memilih paus.
-
Fridolin Ambongo Besungu (65), Kongo: Uskup Agung Kinshasa dan satu-satunya kardinal Afrika di dewan penasihat Paus. Ia juga menjabat sebagai ketua asosiasi uskup se-Afrika (SECAM).
Amerika Juga Ikut Bersaing
Tak mau kalah, dua kardinal dari benua Amerika juga masuk daftar favorit.
-
Robert Francis Prevost (69), AS: Prefek Dikasteri Uskup dan berperan penting dalam seleksi para uskup di seluruh dunia. Latar belakangnya sebagai imam Agustinus memberinya perspektif berbeda.
-
Timothy Dolan (75), AS: Uskup Agung New York yang dikenal konservatif dan anti-aborsi. Kepribadiannya yang hangat, khas budaya Irlandia-Amerika, menjadikannya sosok yang mudah dikenali.
Apa Tantangan Paus Baru Nanti?
Siapa pun yang terpilih nanti, paus baru akan memikul tanggung jawab besar. Di era modern ini, tantangan Gereja Katolik tak hanya soal spiritual, tapi juga sosial, politik, dan teknologi.
Beberapa isu besar yang akan dihadapi antara lain:
-
Skandal pelecehan seksual yang belum sepenuhnya terselesaikan.
-
Penurunan jumlah umat aktif, terutama di negara-negara Barat.
-
Ketegangan antara kelompok konservatif dan progresif dalam tubuh Gereja.
-
Tantangan lingkungan hidup dan keterlibatan Gereja dalam aksi iklim.
-
Dialog antaragama di tengah gejolak geopolitik global.
Baca Juga: 3 Kandidat Kuat Pengganti Paus Fransiskus Menjelang Conclave 7 Mei
Konklaf bukan sekadar pemilihan pemimpin agama. Ini adalah momen menentukan arah Gereja Katolik ke depan—apakah tetap melanjutkan semangat reformasi dari Paus Fransiskus, atau kembali ke pendekatan yang lebih konservatif?
Yang jelas, daftar kandidat menunjukkan keberagaman: dari Asia sampai Afrika, dari diplomat damai sampai intelektual hukum kanon. Semua membawa cerita, pengalaman, dan harapan masing-masing.
Kini, dunia menanti hasil pemilihan dengan napas tertahan. Asap putih dari cerobong Kapel Sistina kelak bukan hanya simbol pemilihan paus baru, tapi juga simbol harapan bagi 1,3 miliar umat Katolik di seluruh dunia.