FYP Media.id – Pada Tanggal 24 Maret 2025 – Kasus kakak beradik yang hendak menjual ginjal demi membebaskan ibu mereka dari tahanan telah menarik perhatian publik dan menjadi perbincangan hangat di media sosial. Peristiwa ini terjadi di Jakarta pada 20 Maret 2025, ketika dua remaja, Farrel Mahardika Putra (19 tahun) dan adiknya, Nayaka Rivanno Attalah (16 tahun), melakukan aksi di kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI). Mereka membentangkan kertas bertuliskan permohonan bantuan untuk menjual ginjal mereka demi membebaskan ibu mereka, Syafrida Yani, yang sedang ditahan di Polres Tangerang Selatan. Aksi nekat ini sontak menarik perhatian masyarakat luas, menimbulkan simpati, serta mengundang pertanyaan mengenai latar belakang dan motivasi mereka.
Syafrida Yani, ibu dari Farrel dan Nayaka, merupakan seorang ibu rumah tangga yang juga berjualan makanan rumahan. Sejak suaminya sering bepergian ke luar negeri sebagai pekerja maskapai penerbangan, Yani diminta untuk mengurus rumah keluarga suaminya. Namun, selama bekerja di sana, ia mengaku mengalami perlakuan tidak menyenangkan, bahkan mendapatkan kekerasan dari keluarga suaminya. Tidak tahan dengan kondisi tersebut, ia pun memutuskan untuk berhenti bekerja. Keputusan ini memicu konflik dengan keluarga suaminya yang kemudian menuduh Yani menggelapkan uang tunai serta sebuah ponsel milik mereka. Meskipun ia telah mengembalikan ponsel dan uang sebesar Rp10 juta, Yani tetap dilaporkan ke Polsek Ciputat. Akibat laporan tersebut, ia ditahan di Polres Tangerang Selatan sejak 19 Maret 2025.
Mengetahui ibu mereka ditahan, Farrel dan Nayaka merasa putus asa dan bingung mencari cara untuk membebaskannya. Keduanya tidak memiliki cukup uang untuk membantu menyelesaikan masalah hukum sang ibu. Dalam keputusasaan, mereka mengambil langkah ekstrem dengan menawarkan ginjal mereka untuk dijual, berharap hasilnya dapat digunakan untuk membayar proses hukum dan membebaskan ibu mereka. Aksi ini dilakukan tanpa sepengetahuan keluarga besar mereka dan murni sebagai bentuk kepedulian serta kasih sayang terhadap ibunya. Mereka tidak berniat untuk mempengaruhi proses hukum atau sebagai syarat penangguhan penahanan, tetapi hanya ingin melakukan sesuatu yang mereka anggap bisa membantu.
Baca Juga : 3 Fakta Mengejutkan di Balik Aksi Ormas Buang Sampah di Kantor Dinkes Bekasi
Setelah aksi mereka viral di media sosial, banyak pihak memberikan perhatian terhadap kasus ini. Polisi segera turun tangan untuk menangani permasalahan tersebut dengan lebih serius. Kapolres Tangerang Selatan, AKBP Victor Inkiriwang, menginstruksikan Kapolsek Ciputat Timur untuk menangani kasus ini secara profesional. Selain itu, pihak keluarga juga mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap Syafrida Yani pada 21 Maret 2025. Setelah mempertimbangkan berbagai faktor, permohonan tersebut akhirnya dikabulkan, dan Yani bisa kembali berkumpul dengan keluarganya.
Di sisi lain, ayah Farrel dan Nayaka, Yelvin, mengaku tidak mengetahui rencana aksi kedua anaknya. Ia menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil tanpa konsultasi dengan keluarga besar. Yelvin juga menjelaskan bahwa permasalahan ini seharusnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan tanpa harus melibatkan tindakan ekstrem seperti menjual organ tubuh. Ia berupaya untuk menenangkan situasi dan meyakinkan anak-anaknya bahwa ada cara lain yang lebih bijak dalam menyelesaikan masalah.
Kasus ini mengundang beragam respons dari masyarakat. Banyak yang merasa iba dan simpati terhadap perjuangan dua remaja tersebut demi ibunya. Namun, ada juga yang menyayangkan tindakan nekat mereka karena menjual organ tubuh adalah sesuatu yang ilegal dan sangat berbahaya bagi kesehatan. Secara hukum, penjualan organ tubuh manusia dilarang dan dapat berakibat pada sanksi pidana. Selain itu, dari sisi medis, menjual ginjal dapat berdampak serius pada kesehatan jangka panjang, karena seseorang hanya memiliki dua ginjal yang sangat vital bagi fungsi tubuh.
Pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa ini adalah betapa kuatnya kasih sayang seorang anak terhadap orang tuanya. Farrel dan Nayaka menunjukkan keberanian serta ketulusan dalam berjuang untuk ibunya. Namun, tindakan mereka juga mengingatkan kita bahwa keputusasaan tidak boleh mengarah pada langkah yang membahayakan diri sendiri. Masyarakat perlu lebih sadar akan pentingnya mencari solusi yang lebih aman dan legal dalam menghadapi permasalahan hidup.
Baca Juga : Waspada! 15 Daerah Ini Berpotensi Diterjang Banjir di Akhir Maret
Kasus ini juga menjadi cerminan bagaimana sistem hukum dan sosial di Indonesia masih perlu ditingkatkan agar lebih adil dan manusiawi. Banyak kasus serupa di mana orang-orang kecil harus berjuang keras menghadapi masalah hukum yang rumit. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk memberikan pendampingan hukum yang lebih baik bagi masyarakat yang kurang mampu, agar mereka tidak harus mengambil langkah-langkah ekstrem seperti yang dilakukan oleh Farrel dan Nayaka.
Pada akhirnya, kisah kakak beradik ini menjadi sebuah refleksi bagi kita semua tentang arti keluarga, kasih sayang, dan pentingnya mencari solusi yang bijak dalam menghadapi kesulitan. Kita harus memastikan bahwa dalam menghadapi permasalahan hidup, ada bantuan dan dukungan yang bisa diberikan oleh masyarakat, pemerintah, serta sistem hukum agar tidak ada lagi anak-anak yang merasa harus mengorbankan dirinya demi orang yang mereka cintai.