Kejagung Cegah Nadiem Makarim ke Luar Negeri, Ini 7 Fakta Kasus Korupsi Chromebook Rp9,982 T

Kasus Chromebook Rp9,9 Triliun: Kejagung Cekal Nadiem, Apa Perannya?

Kasus Chromebook Rp9,9 Triliun: Kejagung Cekal Nadiem, Apa Perannya?

FYPMedia.ID –  Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, resmi dicekal oleh Kejaksaan Agung RI (Kejagung) sejak 19 Juni 2025. Keputusan ini diambil oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus sebagai bagian dari penyidikan kasus besar dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan.

Pencekalan tersebut berlaku selama enam bulan ke depan, dengan alasan utama: memastikan kelancaran penyidikan tanpa potensi penghilangan barang bukti, konflik kepentingan, atau kaburnya saksi kunci. Meski saat ini Nadiem masih berstatus saksi, pencegahan ke luar negeri menandakan bahwa penyidik melihat adanya indikasi penting yang perlu digali lebih dalam dari peran mantan menteri tersebut.

Baca Juga: Proyek Laptop Rp3,7 T Diselidiki, Nadiem Diperiksa Jaksa Agung

Nilai Proyek Fantastis: Hampir Rp10 Triliun!

Kasus ini mencuri perhatian publik karena anggaran jumbo yang terlibat. Proyek pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan nasional menyedot dana negara hingga Rp9,982 triliun.

Dana tersebut berasal dari dua sumber utama:

  • Dana Satuan Pendidikan (DSP): Rp3,582 triliun

  • Dana Alokasi Khusus (DAK): Rp6,399 triliun

Dengan anggaran sebesar ini, ekspektasi publik tentu tinggi terhadap kualitas dan transparansi pengadaan. Namun, justru yang terjadi sebaliknya: muncul dugaan kuat adanya rekayasa kebijakan, manipulasi hasil kajian, hingga pemaksaan pengadaan perangkat yang tidak efisien.

Dugaan Pemufakatan Jahat: Chromebook Tetap Dipilih Meski Tidak Efektif

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyoroti adanya indikasi pemufakatan jahat dalam proses pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek. Dugaan ini mencuat setelah penyidik menemukan kejanggalan fatal dalam kajian teknis yang dilakukan oleh Pustekom (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan) pada tahun 2019.

Hasil uji internal Pustekom dengan jelas menyatakan bahwa sistem operasi Chrome OS tidak layak digunakan di sebagian besar sekolah Indonesia. Alasannya konkret: keterbatasan infrastruktur, tidak stabilnya jaringan internet, dan ketidaksesuaian kebutuhan teknis guru dan siswa terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Bahkan, dari sisi kompatibilitas dan dukungan software, sistem berbasis Chrome dianggap tidak memadai untuk menunjang pembelajaran komprehensif.

Namun, yang membuat penyidik curiga, rekomendasi teknis ini tidak dijadikan dasar keputusan. Alih-alih mengikuti rekomendasi tim ahli, pengadaan tetap dipaksakan dengan menggunakan perangkat Chromebook, seolah-olah tidak ada opsi lain. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar: siapa yang mengarahkan kebijakan? Apakah ada tekanan dari vendor? Atau justru ada manipulasi dari dalam untuk menguntungkan kelompok tertentu?

Tim penyidik kini sedang membongkar jalur pengambilan keputusan, termasuk siapa saja yang terlibat dalam menyusun, merevisi, dan menyetujui dokumen pengadaan. Fokus utama Kejagung: mengungkap apakah kajian teknis diubah secara sistematis untuk mengaburkan fakta dan membenarkan pembelian Chromebook.

Jika terbukti ada upaya menyamarkan hasil uji agar sejalan dengan kepentingan bisnis atau politik, maka unsur pemufakatan jahat sangat kuat dan dapat menjerat pihak yang terlibat ke ranah pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Kasus ini bukan sekadar masalah teknologi, tetapi soal pengkhianatan terhadap data, akal sehat, dan masa depan pendidikan nasional.

Peran Strategis Nadiem di Balik Kebijakan Digitalisasi

Sebagai menteri yang memimpin Kemendikbudristek pada 2019–2022, Nadiem Makarim berada di posisi strategis dalam seluruh proses transformasi digital pendidikan. Ia bukan hanya menandatangani kebijakan, tetapi juga mengawasi langsung tim kerja yang melakukan penyusunan dokumen teknis, rekomendasi pengadaan, hingga proses lelang.

Penyidik menduga bahwa informasi dari Nadiem sangat penting untuk mengungkap:

  • Alasan pemilihan Chromebook yang dipertanyakan.

  • Pihak mana yang terlibat dalam pengambilan keputusan.

  • Dokumen apa yang diubah atau direvisi dari rekomendasi awal.

  • Proses evaluasi vendor dan rekanan proyek.

Manipulasi Kajian Teknis: Dari Windows ke Chromebook

Salah satu poin yang disorot Kejagung adalah manipulasi dalam dokumen teknis. Tim teknis awalnya merekomendasikan perangkat dengan sistem operasi Windows karena lebih kompatibel dengan kebutuhan pendidikan nasional. Namun, dokumen tersebut tiba-tiba direvisi dan berubah total, mengarahkan pilihan ke perangkat berbasis Chrome OS.

Apa motivasi di balik revisi ini?
Penyidik sedang menelusuri apakah revisi tersebut dibuat karena:

  • Tekanan dari pihak luar?

  • Arahan sepihak dari level pimpinan kementerian?

  • Atau, apakah ada kompensasi atau konflik kepentingan yang menguntungkan kelompok tertentu?

Aliran Dana: Potensi Kerugian Negara Miliaran

Tak hanya teknis, Kejagung kini membedah alur dana proyek dari awal penganggaran hingga realisasi pengadaan. Tim sedang melacak:

  • Apakah harga Chromebook sesuai dengan harga pasar?

  • Apakah vendor tertentu mendapat perlakuan istimewa?

  • Siapa saja yang menerima aliran dana tidak wajar?

Indikasi awal menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara harga satuan perangkat dan spesifikasi aktual. Jika terbukti, negara berpotensi rugi miliaran rupiah, ditambah kerugian dari perangkat yang tak maksimal digunakan di sekolah.

Nadiem Masih Saksi, Tapi Bisa Jadi Tersangka?

Saat ini, status hukum Nadiem Makarim adalah saksi. Ia telah dipanggil dan memberikan keterangan secara kooperatif. Namun, publik mulai bertanya: apakah akan ada peningkatan status menjadi tersangka?

Kejagung menyebut, hal ini bergantung pada hasil audit forensik atas dokumen pendukung, alur dana, dan keputusan pengadaan. Bila terbukti ada campur tangan langsung atau pelanggaran prosedur, status Nadiem bisa berubah.

Baca Juga: Alasan Nadiem Makarim Hapus Ekstrakurikuler Pramuka di Sekolah

Digitalisasi Tak Boleh Jadi Ladang Korupsi

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi pemerintah dan kementerian lainnya. Program-program besar dengan nama “digitalisasi” atau “transformasi pendidikan” harus dikawal dengan ketat, bukan dijadikan celah untuk korupsi berjamaah.

Pencekalan Nadiem menunjukkan bahwa hukum harus tegas dan tanpa pandang bulu. Apalagi jika menyangkut dana rakyat dan masa depan pendidikan Indonesia.

Publik kini menunggu transparansi dan keadilan dari proses hukum ini. Apakah kasus Chromebook Rp9,982 triliun ini akan dibongkar tuntas, atau kembali menjadi skandal yang senyap di tengah jalan?