FYPMediaa.ID – Tiga kata itu kini membanjiri linimasa media sosial usai kekalahan telak Timnas Indonesia U-17 dari Korea Utara dalam perempat final Piala Asia U-17 2025. Skor akhir 6-0 di Stadion King Abdullah Sports City, Jeddah, pada Senin malam (14/4/2025) menjadi luka dalam yang menggores harga diri sepak bola nasional.
Publik Tanah Air terpukul. Dunia menoleh. Media internasional ramai-ramai menyorot satu hal: “Indonesia belum siap untuk Piala Dunia U-17 2025.”
Dihajar dari Menit Awal, Tanpa Perlawanan
Korea Utara langsung menunjukkan taringnya sejak peluit awal dibunyikan. Baru tujuh menit berjalan, gawang Dafa Al Gasemi sudah dibobol oleh Choe Song-hun. Belum sempat Indonesia bangkit, giliran Kim Yu-jin menggandakan keunggulan di menit ke-19. Skor 2-0 menutup babak pertama. Namun yang paling menyakitkan? Bencana sebenarnya terjadi di babak kedua.
Hanya tiga menit selepas jeda, Ri Kyong-bong memperlebar skor menjadi 3-0. Lini belakang Garuda Muda benar-benar porak-poranda. Kesalahan demi kesalahan dimanfaatkan Korea Utara tanpa ampun. Penalti Kim Tae-guk di menit ke-60, gol cepat dari Ri Kang-rim semenit kemudian, dan penyempurna dari Pak Ju-won menit ke-77 seolah menegaskan: Indonesia tidak siap. Belum siap. Masih jauh dari siap.
Media Internasional: “Indonesia dalam Bahaya”
Kekalahan memalukan ini tak hanya jadi headline di Tanah Air, tapi juga mengundang komentar pedas dari media asing. Media Vietnam Soha.vn menyebut kekalahan Indonesia sebagai “pertanda buruk menuju Piala Dunia U-17 2025.”
“Indonesia memang tampil meyakinkan di fase grup. Tapi kemenangan atas Korea Selatan, Yaman, dan Afghanistan bukan tolok ukur kekuatan sejati. Kekalahan ini adalah alarm. Alarm keras,” tulis Soha.vn.
Lebih tajam lagi, Football Channel Japan membeberkan kelemahan mendasar Garuda Muda. Menurut mereka, Indonesia gagal total dalam aspek organisasi permainan dan mental bertanding.
“Lini belakang kacau. Pemain seperti kehilangan arah. Tidak ada rencana cadangan. Ketika ditekan, Indonesia ambruk,” tulis media asal Jepang tersebut.
BACA JUGA : Media Asing Bongkar Kualitas Asli Timnas Indonesia U-17 Semalam, Pantas Saja Dibantai Korea Utara
Nova Arianto Disorot: Strategi Terlalu Defensif?
Nama Nova Arianto langsung jadi bulan-bulanan. Padahal, pelatih yang sebelumnya membawa Indonesia menumbangkan Korea Selatan itu dinilai gagal mengantisipasi perubahan strategi Korea Utara.
Pemain seperti Evandra Florasta, Zahaby Gholy, dan Fadly Farhan tak berkutik di lini depan. Serangan balik pun nyaris tak ada. Koordinasi antar lini hilang.
Supachai Srithong, analis sepak bola dari Thailand, bahkan menyebut Nova terlalu defensif dan tidak fleksibel dalam taktik.
“Sudah tertinggal dua gol, masih bertahan. Formasi tidak berubah. Ini bukan strategi bertahan, ini menyerah sebelum selesai,” ujar Supachai pada ThaiFootballAsia.
Piala Dunia U-17 Sudah Dekat: Indonesia Harus Bangkit!
Kabar baiknya, meskipun tersingkir dari Piala Asia U-17, Indonesia tetap lolos ke Piala Dunia U-17 2025 di Qatar. Garuda Muda jadi satu dari sembilan wakil Asia, bersama Korea Utara, Korea Selatan, Jepang, Arab Saudi, Tajikistan, Uzbekistan, UEA, dan tuan rumah Qatar.
Namun, lolos saja tidak cukup. Lolos tanpa perlawanan seperti ini bukanlah prestasi. Ini sinyal keras bahwa evaluasi total diperlukan. Mulai dari manajemen, strategi, pembinaan, hingga mental bertanding.
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, dalam konferensi pers menyatakan dengan tegas:
> “Ini bukan soal menang atau kalah. Ini tentang kesiapan. Tentang mental juara. Kalau mau bersaing di level dunia, kita tidak bisa santai.”
Erick juga membuka opsi mendatangkan pelatih asing sebagai konsultan teknis untuk membantu pembenahan skuad U-17.
Mental, Fisik, dan Taktik: Tiga PR Besar Garuda Muda
Dengan waktu kurang dari enam bulan menuju Piala Dunia, Garuda Muda punya pekerjaan rumah yang sangat besar:
1. Mental Bertanding: Pemain harus siap bermain di bawah tekanan. Tak boleh panik, tak boleh kehilangan fokus.
2. Kesiapan Fisik: Lawan di Piala Dunia jauh lebih tangguh dari Korea Utara. Pemain harus lebih cepat, lebih kuat, lebih tahan banting.
3. Kreativitas Taktik: Harus ada rencana A, B, bahkan C. Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan satu strategi.
Bukan hanya pelatih dan federasi, publik pun punya andil. Kritik, saran, dan dukungan dari masyarakat harus jadi bahan bakar, bukan beban.
Netizen Indonesia: “Stop Gimmick, Mulai Serius!”
Di media sosial, suara publik beragam. Namun satu pesan yang konsisten terdengar adalah: “Cukup sudah drama. Saatnya kerja nyata.”
Banyak netizen menyuarakan keinginan agar PSSI dan pelatih fokus pada pembinaan jangka panjang, bukan hasil instan. Beberapa bahkan mengusulkan agar pemain yang tidak siap mental dipulangkan dan diganti dengan talenta muda lain yang lebih lapar dan siap bersaing.
“Kita tidak butuh pemain yang takut. Kita butuh pemain yang haus kemenangan,” tulis seorang netizen di X (dulu Twitter).
Harapan Masih Ada, Tapi Waktu Terbatas
Indonesia punya waktu enam bulan. Enam bulan untuk berbenah, membangun kembali kepercayaan diri, memperbaiki sistem permainan, dan menyusun ulang strategi. Piala Dunia U-17 2025 bukan turnamen biasa—ini panggung dunia, tempat para calon bintang lahir.
Dan Garuda Muda harus membuktikan, mereka bukan sekadar penggembira.
Penutup: Dibantai Bukan Akhir, Tapi Awal untuk Bangkit
Kekalahan 6-0 memang menyakitkan. Tapi dari rasa sakit, bangkit bisa dimulai. Jika PSSI, pelatih, pemain, dan seluruh pendukung Timnas Indonesia bisa memetik pelajaran dari kekalahan ini, maka jalan menuju Piala Dunia U-17 bisa lebih cerah.
Kuncinya cuma satu: jangan menyangkal kekalahan. Hadapi. Evaluasi. Berbenah. Dan bangkit.
Karena sejarah selalu berpihak pada mereka yang tak menyerah. Dan Garuda Muda, belum waktunya tunduk. Belum waktunya menyerah.