Jokowi, Gibran, Kaesang, dan Anwar Usman Dilaporkan ke KPK atas Dugaan KKN

Jokowi, Gibran, Kaesang, dan Anwar Usman Dilaporkan ke KPK atas Dugaan KKN
Foto: bangkapost

FYPMedia.id – Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Persatuan Advokat Nusantara telah melaporkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming, dan Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Laporan ini berkaitan dengan adanya dugaan kolusi dan nepotisme dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal batas usia calon presiden dan wakil presiden.

Koordinator pelapor, Erick S Paat, menyatakan bahwa dugaan ini berakar dari posisi Anwar Usman sebagai ketua majelis hakim dalam sidang mengenai batasan usia capres-cawapres.

Anwar Usman juga merupakan paman dari Gibran, calon wakil presiden yang mendukung Jokowi. Dalam laporannya, Erick menegaskan bahwa posisi Anwar Usman yang juga merupakan adik ipar Jokowi merupakan konflik kepentingan yang serius.

Dasar hukum laporan ini adalah UUD 1945, TAP MPR no 11 MPR 1998 tentang penyelenggaraan negara bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta TAP MPR no 8 tahun 2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Erick mengungkapkan bahwa saat ada gugatan yang melibatkan pemohon dengan hubungan keluarga, hakim MK seharusnya mengundurkan diri. Namun, dalam kasus ini, Anwar Usman membiarkan dirinya tetap menjadi ketua majelis hakim, yang kemudian dianggap oleh Erick sebagai unsur kolusi dan nepotisme.

Juru Bicara KPK, Ali Fikri, telah membenarkan bahwa laporan ini telah diterima dan akan ditindaklanjuti. KPK akan melakukan analisis dan verifikasi untuk menentukan apakah laporan ini memenuhi syarat dan merupakan kewenangan KPK.

Perlu diingat bahwa MK baru-baru ini mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Putusan MK menyatakan bahwa seseorang yang belum berusia 40 tahun dapat maju sebagai capres atau cawapres asalkan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah atau dalam jabatan lain yang dipilih melalui pemilu. Putusan ini berlaku mulai Pemilu Presiden 2024.

(Rin)