FYPMedia. ID – Presiden terpilih Prabowo Subianto mulai mempersiapkan pondasi pemerintahan ke depan dengan langkah-langkah strategis, salah satunya adalah menginstruksikan seluruh jajaran menteri dan pejabat untuk merapatkan barisan. Arahan ini disampaikan melalui Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin.
Instruksi tersebut langsung memantik perhatian publik dan spekulasi mengenai potensi adanya dualisme kepemimpinan atau yang dikenal dengan istilah ‘matahari kembar’. Namun, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer atau Noel, menepis keras spekulasi tersebut dan menegaskan bahwa tidak ada keretakan atau kerenggangan dalam internal pemerintahan saat ini.
“Yang pasti nggak ada kerenggangan lah. Ya, rapatkan barisan, biasalah, menghadapi krisis global ya kita harus kuatkan barisan,” ungkap Noel dalam pernyataannya kepada media, menekankan bahwa yang sedang dilakukan adalah konsolidasi untuk menghadapi tantangan nyata di tingkat global.
Arahan Prabowo: Konsolidasi Bukan Karena Isu Politik, Tapi Realitas Global
Menurut Noel, dunia tengah memasuki fase yang tidak menentu, baik secara ekonomi, politik maupun sosial. Gejolak geopolitik di berbagai kawasan, fluktuasi harga energi dan pangan, serta dampak perubahan iklim menjadi ancaman serius yang harus diantisipasi dengan kerja sama yang solid antar-kementerian.
“Bagus, menghadapi krisis ini kan kita nggak bisa sendiri-sendiri menghadapinya. Makanya semua menteri-menteri dikumpulkan untuk kuatkan barisan, kuatkan gagasan, makanya dikonsolidasikan agar kita mampu menghadapinya,” lanjut Noel.
Ia menambahkan bahwa langkah Prabowo ini justru menunjukkan kesiapan dan keseriusan dalam menyusun strategi pemerintahan yang tangguh. Ia melihat tidak ada sinyal bahwa ada gesekan antar pimpinan, melainkan semangat kolaborasi dalam menyusun langkah-langkah antisipatif terhadap krisis global.
Isu Matahari Kembar Dinilai Tidak Relevan
Menanggapi isu ‘matahari kembar’, Noel dengan tegas menyatakan bahwa kekhawatiran tersebut terlalu dibesar-besarkan. Ia memastikan bahwa saat ini pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo masih berjalan efektif, dan Prabowo pun tetap menunjukkan sikap saling menghormati terhadap kepemimpinan yang sedang berjalan.
“Jangan bawa-bawa ke sana (isu matahari kembar). Nggak ada itu. Kita semua tahu posisi kita masing-masing. Presiden Jokowi masih memimpin sampai masa jabatannya selesai, dan Prabowo menunjukkan sikap yang sangat menghormati itu,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa tidak ada satu pun langkah yang diambil Prabowo yang menyalahi tatanan atau etika politik. Justru, menurutnya, Prabowo telah memberikan contoh bagaimana proses transisi bisa dijalankan secara beradab, tertib, dan visioner.
“Ini bukan soal kekuasaan atau rebutan pengaruh. Ini soal bagaimana kita mempersiapkan Indonesia agar tidak goyah saat menghadapi gelombang krisis yang mungkin datang kapan saja,” katanya.
Bangun Solidaritas Nasional
Dalam kesempatan yang sama, Noel juga menyampaikan pentingnya membangun solidaritas nasional, bukan hanya di kalangan menteri, tapi juga seluruh elemen masyarakat. Ia mengajak masyarakat untuk tidak larut dalam narasi politik yang memecah belah, dan mulai fokus pada kerja nyata dan kontribusi positif bagi bangsa.
“Kita butuh semua orang bersatu. Pemerintah, swasta, akademisi, buruh, petani, semua harus bersinergi. Jangan mau diadu domba dengan narasi politik yang tidak membangun. Yang kita hadapi ini nyata: krisis energi, pangan, dan ekonomi global,” ujarnya.
Solidaritas ini, menurut Noel, bukan hanya sebatas jargon, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk kerja sama lintas sektor, komunikasi yang terbuka, serta dukungan terhadap langkah-langkah pemerintah dalam menjaga stabilitas.
Transisi Pemerintahan yang Sejuk dan Terkendali
Langkah Prabowo yang memilih untuk tidak mendominasi wacana politik menjelang pelantikannya sebagai presiden pada Oktober 2024 dinilai Noel sebagai bentuk kedewasaan politik. Ia mengapresiasi bahwa sejauh ini proses transisi berjalan mulus dan tertib tanpa adanya gejolak besar.
“Prabowo tidak ambil alih kendali pemerintahan. Beliau tidak lakukan intervensi, tapi justru membangun komunikasi. Ini penting agar tidak ada kebingungan di masyarakat dan di birokrasi,” ujar Noel.
Menurutnya, Indonesia sudah memiliki pengalaman panjang dalam demokrasi dan pergantian pemerintahan, dan saat ini adalah salah satu contoh terbaik dari proses tersebut.
Harapan ke Depan: Pemerintahan yang Tangguh dan Responsif
Noel pun berharap, setelah pelantikan nanti, pemerintahan yang dipimpin oleh Prabowo akan menjadi pemerintahan yang kuat, responsif, dan berpihak kepada rakyat. Ia menyebut bahwa tantangan yang dihadapi Indonesia ke depan bukanlah hal kecil, sehingga dibutuhkan kebijakan yang tepat, soliditas internal, serta partisipasi publik.
“Kalau kabinetnya solid, kalau masyarakatnya ikut mendukung, saya optimis kita bisa lewati semua tantangan itu. Jangan sampai ada suara-suara sumbang yang membuat kita goyah,” tuturnya.
Ia mengajak seluruh pihak untuk berpikir ke depan dan meninggalkan narasi-narasi yang hanya menciptakan kebisingan tanpa solusi. Baginya, momentum konsolidasi ini justru harus dimaknai sebagai sinyal bahwa Indonesia siap menghadapi masa depan dengan kerja sama yang kuat.
Instruksi dari Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk merapatkan barisan tidak seharusnya dimaknai sebagai pertanda perpecahan atau perebutan kekuasaan. Sebaliknya, langkah ini adalah bentuk tanggung jawab dan antisipasi terhadap kemungkinan krisis global yang memerlukan respons cepat, terkoordinasi, dan solid. Pemerintahan saat ini, sebagaimana ditegaskan oleh Wamenaker Noel, masih berjalan normal dan harmonis, sementara Prabowo mengambil peran sebagai pemimpin masa depan yang siap mempersiapkan bangsa menghadapi tantangan baru.