Profesor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Berhasil Mencampurkan BIOMASSA dan Plastik Menjadi BIOFUL dengan RON 98 Hingga 102

Profesor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Berhasil Mencampurkan BIOMASSA dan Plastik Menjadi BIOFUL dengan RON 98 Hingga 102
Profesor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Berhasil Mencampurkan BIOMASSA dan Plastik Menjadi BIOFUL dengan RON 98 Hingga 102

Profesor Dr. Hendro Juwono, M.Si., ingin mengatasi Masalah lingkungan yang semakin mengkhawatirkan ini terus menumpuk seiring dengan meningkatnya konsumsi plastik di seluruh dunia. Sampah plastik yang sulit terurai secara alami menjadi ancaman besar bagi ekosistem, mencemari lautan, merusak tanah, dan bahkan berbahaya bagi kesehatan manusia.

ITS Berinovasi: Limbah Plastik Jadi Biofuel Berkualitas Tinggi

FYP Media.ID – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali membuktikan keunggulannya dalam riset inovatif dengan menghadirkan solusi revolusioner. Prof. Dr. Hendro Juwono, M.Si., Guru Besar ke-212 ITS dari Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD), berhasil mengembangkan metode inovatif untuk mencampurkan biomassa dan limbah plastik menjadi biofuel dengan Research Octane Number (RON) mencapai 98 hingga 102.

Teknologi ini tidak hanya menjawab tantangan lingkungan akibat limbah plastik, tetapi juga menawarkan alternatif energi terbarukan yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Sebuah langkah besar dalam dunia energi berkelanjutan!

Kenapa Limbah Plastik Berbahaya?

Plastik sintetis seperti polietilen, polipropilen, dan polistiren memiliki struktur kimia yang sulit terurai secara alami. Akibatnya, sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik akan terus menumpuk di lingkungan dan mencemari bumi selama ratusan tahun.

Namun, di sisi lain, Indonesia juga memiliki sumber daya biomassa yang melimpah, seperti minyak nyamplung, Crude Palm Oil (CPO), dan Waste Cooking Oil (WCO). Biomassa ini merupakan sumber energi terbarukan yang selama ini kurang dimanfaatkan secara optimal.

Melihat potensi besar ini, Prof. Hendro dan timnya pun berinovasi untuk mengombinasikan kedua jenis limbah tersebut menjadi biofuel berkualitas tinggi.

Bagaimana Limbah Plastik Bisa Jadi Biofuel?

Proses utama dalam penelitian ini adalah pirolisis, yaitu teknik pemanasan tanpa oksigen untuk menguraikan limbah plastik menjadi senyawa hidrokarbon yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

Namun, pirolisis konvensional membutuhkan suhu tinggi sekitar 400 derajat Celsius, yang berarti konsumsi energi listrik juga sangat besar. Tantangan utama adalah bagaimana membuat proses ini lebih hemat energi.

Di sinilah biomassa berperan penting. Berbeda dengan plastik, biomassa seperti minyak nyamplung, CPO, dan WCO dapat terurai pada suhu lebih rendah, sekitar 250 derajat Celsius. Dengan mencampurkan limbah plastik dengan biomassa, Prof. Hendro berhasil menurunkan suhu pirolisis menjadi 300 derajat Celsius, membuat proses ini jauh lebih efisien dalam konsumsi energi. Hasilnya? Biofuel dengan RON 98 hingga 102, jauh lebih tinggi dibandingkan bahan bakar yang beredar di pasaran saat ini!

Keunggulan Biofuel dari Limbah Plastik

1. RON Tinggi, Performa Mesin Lebih Baik

Biofuel yang dihasilkan memiliki angka oktan tinggi, artinya kualitas pembakarannya lebih baik dibandingkan bahan bakar konvensional.

2. Ramah Lingkungan

Mengubah limbah plastik menjadi bahan bakar berarti mengurangi polusi plastik dan menghindari pembakaran terbuka yang berbahaya.

3. Hemat Energi

Dengan teknologi inovatif ini, konsumsi energi untuk proses pirolisis bisa ditekan, membuat produksi biofuel lebih efisien.

4. Dukungan Ekonomi Lokal

Pemanfaatan biomassa lokal seperti minyak nyamplung dan minyak jelantah (WCO) dapat memberdayakan masyarakat dan menciptakan lapangan kerja baru.

BACA JUGA : Profesor ITS kembangkan biofuel dari campuran biomassa dan plastik

Mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)

Inovasi ini selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin 7 (Energi Bersih dan Terjangkau) dan 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab). Dengan memanfaatkan limbah sebagai sumber energi, ITS tidak hanya memberikan solusi energi yang lebih bersih tetapi juga mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Tantangan dan Masa Depan Biofuel dari Limbah Plastik

Meskipun penelitian ini menunjukkan hasil yang menjanjikan, masih ada tantangan yang harus diatasi sebelum teknologi ini bisa diimplementasikan secara massal. Beberapa tantangan utama meliputi:

  • Optimalisasi proses pirolisis agar lebih efisien dan ekonomis.
  • Kolaborasi dengan industri untuk mempercepat adopsi teknologi ini ke dalam sektor energi. Dukungan regulasi dari pemerintah agar produksi dan distribusi biofuel berbasis limbah plastik dapat berjalan lancar.
  • Dengan adanya sinergi antara akademisi, industri, dan pemerintah, inovasi ini bisa menjadi langkah nyata dalam mengurangi limbah plastik sekaligus menyediakan bahan bakar berkualitas tinggi.

Kesimpulan: Inovasi yang Mengubah Masalah Jadi Solusi

Limbah plastik bukan lagi sekadar masalah. Limbah plastik kini menjadi peluang. Limbah plastik bisa menjadi energi masa depan. Melalui inovasi dari ITS, limbah plastik dan biomassa bisa diubah menjadi biofuel dengan RON 98-102, memberikan solusi untuk krisis energi dan lingkungan sekaligus. Dengan memanfaatkan teknologi pirolisis yang lebih hemat energi, inovasi ini membuka peluang baru dalam industri energi terbarukan.

ITS kembali membuktikan bahwa teknologi bisa menjadi solusi bagi permasalahan global. Dengan terus mengembangkan penelitian dan inovasi yang berkelanjutan, ITS menunjukkan perannya sebagai institusi pendidikan yang responsif terhadap tantangan zaman.